BONA NEWS. Sumatera Utara. — Ribuan warga miskin, petani, pelaku usaha kecil, hingga kader kesehatan di Deli Serdang kini berada dalam ketidakpastian. Pasalnya, dua dokumen paling vital untuk pembangunan daerah tahun ini—yakni KUA-PPAS Perubahan APBD 2025 dan RPJMD 2025–2029—masih terganjal di DPRD. Padahal, Pemkab sudah menyerahkan tepat waktu sesuai amanat peraturan.

Fakta ini memantik gelombang protes warga dan lembaga desa. Pada Jumat, 5 Juli 2025, ribuan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) melakukan aksi besar di depan gedung DPRD. Mereka menuntut kejelasan nasib dokumen anggaran yang kini sudah tiga kali dikembalikan tanpa pembahasan mendalam.

“Kami tidak datang untuk ribut. Tapi anggaran dana desa dan BPJS masyarakat kami tersendat karena DPRD tak kunjung membahas dokumen penting ini,” kata Jhon Fernando, Koordinator BPD Kecamatan Bangun Purba.

Fakta Kronologis Resmi

  • 24 April 2025 – Pemkab Deli Serdang mengajukan Rancangan Awal RPJMD 2025–2029 ke DPRD.
  • 9 Mei 2025 – Batas akhir penetapan RPJMD tidak terpenuhi, terjadi kebuntuan politik.
  • 10 Juni 2025 – Dokumen KUA-PPAS P-APBD 2025 diajukan oleh eksekutif.
  • 23 Juni 2025 – DPRD mengembalikan KUA-PPAS tanpa pembahasan Badan Musyawarah (Bamus).
  • 25 Juni 2025 – Sidang paripurna tanpa kehadiran pimpinan DPRD, BPJS PBI ribuan warga belum bisa dicairkan.

Kepala Bappedalitbang Deli Serdang, Remus H. Pardede, menegaskan bahwa semua tahapan dokumen sudah sesuai prosedur dan waktu. Keterlambatan ada di legislatif.

“Ini seharusnya sudah disepakati pada minggu kedua Juni. Kalau ditunda terus, pelayanan dasar terganggu. Padahal kami di eksekutif sudah siap bekerja,” ujarnya dalam rapat koordinasi 27 Juni 2025.

DPRD Berdalih Menunggu RPJMD Disahkan

Ketua DPRD Deli Serdang, Zakky Shahri, berdalih bahwa dokumen KUA-PPAS harus disesuaikan dengan RPJMD yang belum disahkan menjadi Perda. Ia menyatakan DPRD berpegang pada tata tertib dan asas kehati-hatian anggaran.

Namun, dalam surat internal yang bocor ke publik dan diperoleh Bona News, terungkap bahwa setidaknya tiga kali dokumen dari Pemkab dikembalikan karena DPRD tidak menjadwalkan pembahasan secara serius. Tidak ada berita acara resmi rapat Bamus yang mencantumkan alasan substansial.

BPJS Mandek, Dana Desa Tertunda

Akibat situasi ini, ribuan warga di 22 kecamatan belum menerima layanan BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) sejak awal Juli 2025. Begitu juga dengan dana operasional posyandu, insentif kader desa, dan pencairan biaya pembangunan fisik di tingkat dusun.

dr. Surya Ginting, Kepala Puskesmas Talun Kenas, mengaku sudah merasionalisasi stok layanan:

“Kami kehabisan vaksin DPT dan alat tes gula darah. Kami hanya bisa berdoa agar dana BOK segera cair,” ujarnya.

Pakar perencanaan pembangunan dari UMN Al Washliyah, Dr. Rizky Siregar, menyebut DPRD gagal memahami urgensi dokumen.

“RPJMD dan KUA-PPAS itu satu tarikan napas. Kalau dipisah-pisahkan karena alasan politik, maka rakyat jadi korban,” tegasnya.

Sementara itu, Aliansi Masyarakat Peduli Keadilan (AMPK) juga sudah menggelar aksi pada 8 Juli 2025 dan mengancam akan kembali turun dengan massa lebih besar jika tidak ada kemajuan hingga 15 Juli.

Konflik Internal DPRD Mulai Terlihat

Ironisnya, dua ketua fraksi dari partai pendukung Bupati malah berbeda pandangan di depan publik saat audiensi dengan massa AMPK. Ketua Fraksi PAN menilai perlu waktu dan kehati-hatian, sedangkan Ketua Fraksi PDIP justru mendesak pembahasan segera.

Hal ini memunculkan dugaan bahwa DPRD Deli Serdang tidak solid dan tersandera tarik-menarik kepentingan menjelang Pilkada 2024 yang baru selesai.

Masyarakat Kabupaten Deli Serdang me minta agar :

  1. Pembahasan KUA-PPAS & RPJMD harus simultan, bukan dipertentangkan prosedural.
  2. Transparansi sidang DPRD wajib ditingkatkan, termasuk publikasi notulensi dan keputusan Bamus.
  3. DPRD diminta membuka ruang dengar publik, agar warga bisa melihat langsung kinerja wakil mereka.

Kisruh antara DPRD dan Pemkab Deli Serdang bukan semata urusan teknis dokumen. Ini menyangkut nyawa rakyat, pendidikan anak, kesehatan balita, hingga pembangunan desa yang sedang tertahan. Bila elite politik terus berkutat pada prosedur dan ego, maka rakyat kecil akan semakin terpinggirkan. (Red).