BONA NEWS. Bali. — Perairan Selat Bali kembali menjadi saksi duka mendalam setelah kapal feri KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam dalam perjalanan dari Ketapang, Banyuwangi menuju Gilimanuk, Bali, pada 2 Juli 2025 malam. Kapal yang mengangkut 65 orang, terdiri dari penumpang dan kru, serta 22 kendaraan, tenggelam hanya sekitar 30 menit setelah berlayar.

Diduga, air laut masuk melalui pintu ruang mesin hingga menyebabkan kerusakan pada sistem daya kapal. Tak lama, kapal mulai kehilangan stabilitas dan mengalami kemiringan ekstrem. Dalam hitungan menit, kapal terbalik dan tenggelam. Malam yang gelap serta cuaca kurang bersahabat membuat proses penyelamatan berlangsung sulit.

Hingga 14 Juli 2025, 30 orang berhasil diselamatkan, 18 ditemukan meninggal dunia, dan 17 orang masih dinyatakan hilang. Kepala Basarnas Bali, Komang Sudiarsa, dalam pernyataannya mengatakan, “Kami berhasil menyelamatkan 30 korban, 18 ditemukan dalam keadaan meninggal, dan sisanya masih dalam pencarian yang kini dilanjutkan oleh tim provinsi.”

Pemerintah secara resmi menghentikan operasi pencarian nasional dan menyerahkan pencarian lanjutan kepada tim SAR daerah. “Kami menyerahkan pencarian lanjutan kepada tim SAR provinsi selama tujuh hari ke depan,” ujar Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi, Senin (14/7/2025), dalam keterangan resminya.

Pada 12 Juli 2025, harapan muncul ketika bangkai kapal berhasil ditemukan oleh tim gabungan dari Basarnas, KNKT, dan TNI AL. Bangkai kapal ditemukan dalam posisi terbalik di dasar laut dengan kedalaman sekitar 40–50 meter, dan berjarak sekitar 3,6 kilometer dari lokasi awal tenggelam. Kapal perang KRI Rigel dan ROV bawah laut dikerahkan dalam proses pencarian itu.

Dalam investigasi awal, KNKT mengungkapkan bahwa air laut masuk melalui pintu ruang mesin yang kemungkinan tidak tertutup sempurna. Hal itu menyebabkan gangguan pada sistem kelistrikan dan mempercepat kemiringan kapal. “Air laut masuk melalui pintu ruang mesin. Setelah daya kapal hilang, muatan bergeser dan kapal kehilangan stabilitas,” kata salah satu investigator KNKT dalam konferensi persnya, Minggu (13/7/2025).

Temuan awal itu diperkuat dengan kondisi kapal saat ditemukan, yaitu dalam posisi terbalik. Pergeseran kendaraan muatan diduga memperburuk kondisi kapal saat mulai miring.

Di sisi lain, duka masih menyelimuti keluarga korban yang belum ditemukan. Banyak dari mereka yang tetap menunggu di sekitar Pelabuhan Gilimanuk dan Ketapang. “Kami belum bisa pulang kalau belum tahu bagaimana keadaan anak kami,” ujar Sulastri, salah satu keluarga korban, dengan suara lirih.

Pemerintah menjanjikan santunan dan penanganan lebih lanjut terhadap keluarga korban. Selain itu, investigasi penuh akan terus dilakukan untuk memastikan penyebab pasti insiden ini, dan untuk mengevaluasi standar keselamatan pelayaran jarak pendek di Indonesia.

Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya menjadi pengingat akan masih rapuhnya sistem keselamatan transportasi laut dalam negeri. Publik menantikan hasil investigasi resmi dari KNKT dan reformasi nyata dari otoritas transportasi. (Red).