BONA NEWS. Riau.  — Kabut asap yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau dilaporkan telah menyebar hingga ke negara tetangga, Malaysia. Informasi ini disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, yang memantau pergerakan asap lintas batas melalui citra satelit dan pengamatan udara.

Menurut Kepala BMKG Pekanbaru, kabut asap tersebut telah terdeteksi mencapai wilayah Teluk Kemang, sebuah kawasan pesisir di Negeri Sembilan, Malaysia. “Berdasarkan pantauan satelit Himawari-9 dan analisis arah angin, teridentifikasi pergerakan asap dari wilayah Riau menuju Selat Malaka dan menyebar ke bagian barat Semenanjung Malaysia,” ujarnya, Minggu (20/7/2025).

Titik Api Meningkat, Asap Meluas

Dalam sepekan terakhir, BMKG mencatat peningkatan signifikan titik panas (hotspot) di beberapa kabupaten di Riau, termasuk Rokan Hilir, Bengkalis, dan Pelalawan. Pada Sabtu (19/7/2025), tercatat sedikitnya 78 titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi, yang menunjukkan adanya aktivitas kebakaran hutan dan lahan aktif.

Dampak dari kebakaran ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Riau, tetapi juga mulai menyentuh wilayah internasional. BMKG menegaskan bahwa kondisi atmosfer yang kering serta angin kencang dari arah tenggara mempercepat penyebaran asap ke kawasan seberang.

Pemerintah Malaysia Keluarkan Peringatan Kualitas Udara

Menanggapi situasi ini, Departemen Meteorologi Malaysia (MetMalaysia) telah mengeluarkan peringatan mengenai penurunan kualitas udara di beberapa wilayah pantai barat negara tersebut, termasuk Port Dickson dan Teluk Kemang. Indeks Pencemaran Udara (API) di beberapa titik dikabarkan meningkat ke level tidak sehat, terutama pada pagi dan siang hari.

Kementerian Sumber Asli dan Alam Sekitar Malaysia juga dilaporkan telah menghubungi otoritas Indonesia untuk membahas penanganan kabut asap lintas batas (transboundary haze) ini.

Pemerintah Riau Kerahkan Satgas Karhutla

Pemerintah Provinsi Riau, melalui Satuan Tugas Penanggulangan Karhutla, menyatakan telah meningkatkan intensitas patroli dan pemadaman di wilayah rawan. “Kami telah mengaktifkan water bombing di titik-titik kebakaran yang sulit dijangkau darat, serta meningkatkan sinergi dengan TNI, Polri, dan masyarakat peduli api,” kata Kepala BPBD Riau.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Riau menyebut bahwa kualitas udara di sejumlah kota besar, seperti Pekanbaru dan Dumai, mulai memburuk, terutama pada pagi hari. Warga diimbau untuk menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan dan membatasi kegiatan fisik berat.

Isu Lintas Negara yang Berulang

Fenomena kabut asap lintas batas antara Indonesia dan Malaysia bukanlah hal baru. Hampir setiap tahun, selama musim kemarau, wilayah Sumatera dan Kalimantan mengalami karhutla yang berdampak regional. Pada tahun-tahun sebelumnya, situasi serupa sempat memicu ketegangan diplomatik dan seruan internasional untuk penanganan serius dan berkelanjutan.

Pengamat lingkungan dari Universitas Riau, Dr. Eko Hermawan, menyebut bahwa akar masalah karhutla masih berkaitan dengan pembukaan lahan secara ilegal oleh oknum perusahaan maupun masyarakat. “Selama tidak ada penegakan hukum yang konsisten dan pengawasan di lapangan yang memadai, kabut asap akan selalu menjadi langganan tahunan,” jelasnya.

Antisipasi Musim Kemarau Panjang

BMKG memperkirakan musim kemarau tahun ini akan berlangsung lebih panjang dari biasanya, dipengaruhi oleh fenomena El Nino lemah yang masih aktif di Pasifik. Kondisi ini membuat sebagian wilayah Sumatera, termasuk Riau, lebih kering dari biasanya, sehingga meningkatkan risiko kebakaran.

Masyarakat diminta untuk tidak melakukan pembakaran lahan, bahkan untuk pertanian skala kecil sekalipun. Pemerintah daerah juga telah mengeluarkan surat edaran larangan pembukaan lahan dengan cara membakar.

Dengan kabut asap yang sudah melintasi batas negara dan mempengaruhi kualitas udara di Malaysia, penanganan karhutla di Indonesia kembali menjadi sorotan. Diperlukan kerja sama lintas sektor dan lintas negara agar masalah tahunan ini tidak terus berulang, demi melindungi kesehatan warga dan menjaga hubungan baik di kawasan Asia Tenggara. (Red)