BONA NEWS. Jawa Tengah. – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali mencatatkan tonggak sejarah politik digital dalam Kongres Nasional yang digelar di Graha Saba Buana, Solo, Sabut (19/7/2025). Kaesang Pangarep terpilih kembali sebagai Ketua Umum untuk periode 2025–2030 melalui mekanisme e-voting nasional yang diikuti lebih dari 137 ribu kader dari total 187.306 pemilih tetap. Namun, di balik angka partisipasi yang tinggi, muncul juga sejumlah kritik terhadap format pemilihan dan dominasi figur keluarga Mantan Presiden RI, Joko Widodo, di partai tersebut.
Berdasarkan hasil resmi yang diumumkan pada akhir Kongres, Kaesang Pangarep menang dengan 65,28 persen suara, disusul oleh Ronald Aristone Sinaga (22,23 persen) dan Agus Mulyono (12,49 persen). Total suara masuk sebanyak 137.332 suara, menandai tingkat partisipasi sebesar 73,3 persen—sebuah rekor dalam sejarah pemilihan kepemimpinan partai politik Indonesia secara daring.
“Ini bukan hanya kemenangan personal, tapi kemenangan cara baru dalam berpartai. Kami ingin demokrasi yang lebih partisipatif dan transparan,” ujar Kaesang dalam pidatonya.
Sistem e-voting PSI dirancang untuk menghindari praktik politik uang dan dominasi elite daerah. Pemilih diverifikasi melalui NIK dan akun resmi kader, sementara hasil perolehan suara diumumkan real time di laman internal partai.
Mantan Presiden RI, Joko Widodo hadir langsung dalam kongres yang digelar di kampung halamannya. Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan dukungan terbuka terhadap PSI dan menilai partai ini sebagai pelopor politik modern.
“Partai harus seperti perusahaan terbuka, milik semua kader, bukan milik elite. Dan saya mendukung penuh PSI yang mewujudkan itu,” kata Jokowi.
Logo baru PSI yang bergambar gajah juga diperkenalkan dalam kongres, dengan filosofi sebagai simbol kekuatan, kebijakan, dan kesetiaan.
Meski sukses secara partisipasi, Kongres PSI tidak lepas dari kritik. Beberapa pengamat menyayangkan kecenderungan partai menjadi kendaraan politik keluarga Jokowi.
“PSI seolah jadi eksperimen politik dinasti dengan balutan modernisasi digital. Demokrasi internalnya memang terbuka, tapi pilihan akhirnya tetap memusat pada figur Kaesang,” ujar Direktur Eksekutif LIPI Politik, Dodi Ambardi, ditempat terpisah, Sabtu (19/7/2025).
Sementara itu, pesaing Kaesang, Ronald Aristone Sinaga, dalam pidatonya usai kekalahan mengatakan:
“Saya menerima hasil ini, tapi tetap berharap ke depan proses kaderisasi tidak hanya soal siapa anak siapa, tapi siapa yang punya kapasitas.”
Kelompok kader dari Sumatera Utara dan Sulawesi juga sempat menyuarakan perlunya forum diskusi terbuka sebelum pemilihan, bukan hanya debat via siaran daring.
Kongres juga menetapkan PSI sebagai “Partai Super Tbk”, mengadopsi filosofi bahwa semua kader adalah pemegang saham. Konsep ini diklaim mendorong struktur manajemen partai yang setara dan profesional, layaknya perusahaan terbuka.
Namun, pengamat tata kelola partai menilai branding “Tbk” bisa menjadi simbolik semata jika tidak diikuti mekanisme audit independen dan transparansi keuangan yang nyata.
“Kalau benar mau seperti perusahaan terbuka, maka harus ada laporan keuangan, akses publik ke anggaran, dan laporan pertanggungjawaban tahunan,” ujar analis dari Perludem, Titi Anggraini.
Dengan terpilihnya Kaesang dan transformasi digital partai, PSI menargetkan masuk tiga besar nasional pada Pemilu 2029. Sejumlah kader baru dari kalangan milenial dan profesional disebut sedang disiapkan untuk penguatan struktur daerah.
Namun, PSI juga menghadapi tantangan dalam mengonsolidasikan dukungan di luar basis perkotaan. Pemilu 2024 menunjukkan PSI gagal lolos ke parlemen nasional dengan suara 2,5 persen, di bawah ambang batas 4 persen. (Red)
