BONA NEWS. Suriah. – Sejak meletus pada 2011, konflik Suriah telah menewaskan lebih dari 500.000 orang dan memaksa lebih dari 13 juta penduduk mengungsi, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Konflik ini awalnya merupakan bagian dari gelombang protes Arab Spring yang menuntut reformasi dari rezim Presiden Bashar al-Assad. Namun, seiring waktu, konflik menjadi semakin kompleks dengan masuknya berbagai aktor, termasuk kelompok oposisi, organisasi teroris seperti ISIS dan HTS (Hay’at Tahrir al-Sham), serta keterlibatan kekuatan asing seperti Rusia, Iran, Turki, dan Amerika Serikat.

Upaya Perdamaian yang Telah Ditempuh

Sejumlah inisiatif perdamaian telah dicoba, di antaranya:

  1. Proses Jenewa – Dimediasi oleh PBB, bertujuan untuk merancang transisi politik berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 (2015). Namun, proses ini sering menemui jalan buntu karena perbedaan posisi antara pemerintah Suriah dan oposisi.
  2. Format Astana – Digagas oleh Rusia, Iran, dan Turki sejak 2017, lebih fokus pada aspek militer dan gencatan senjata di wilayah-wilayah tertentu. Meski mampu meredam konflik di beberapa zona de-eskalasi, namun tidak menghasilkan solusi politik menyeluruh.
  3. Komite Konstitusi Suriah – Diumumkan pada 2019, dengan tujuan merancang konstitusi baru yang inklusif. Namun, per Juli 2025, komite ini praktis stagnan, dengan pertemuan terakhir di Jenewa pada awal 2024 tidak membuahkan hasil signifikan.

Perkembangan Terkini (2025)

1. Normalisasi dengan Negara Arab

Beberapa negara Arab, termasuk Uni Emirat Arab, Yordania, dan Mesir, telah kembali membuka hubungan diplomatik dengan Damaskus sejak 2022. Bahkan, pada KTT Liga Arab 2023, Suriah kembali diterima sebagai anggota setelah dikeluarkan selama 11 tahun.

2. Pengaruh Rusia dan Iran Masih Dominan

Rusia tetap menjadi penjamin utama rezim Assad, terutama dalam bidang militer dan politik. Iran juga terus memperluas pengaruhnya melalui milisi Syiah dan dukungan ekonomi. Namun, sanksi ekonomi dan krisis internal masing-masing negara membuat pengaruh mereka tidak sebesar sebelumnya.

3. Masih Ada Konflik di Utara dan Timur Laut

Wilayah Idlib, yang dikuasai oleh kelompok oposisi bersenjata dan HTS, masih mengalami serangan sporadis dari pasukan pemerintah dan Rusia. Di timur laut, pasukan Kurdi yang didukung AS masih menguasai sebagian besar wilayah dan menuntut otonomi, yang ditolak oleh Damaskus dan Ankara.

4. Isu Rekonsiliasi Nasional

Pemerintah Assad mulai mendorong amnesti bagi mantan anggota oposisi dan membuka program “rekonsiliasi lokal”. Namun, banyak pengamat HAM menganggap proses ini penuh intimidasi dan tidak kredibel.

5. Kondisi Kemanusiaan Tetap Memprihatinkan

PBB mencatat bahwa 90% warga Suriah hidup di bawah garis kemiskinan. Krisis bahan pangan, air bersih, dan layanan kesehatan memburuk, terutama setelah gempa besar di wilayah Aleppo dan Latakia pada 2023.

Harapan dan Tantangan Perdamaian

Harapan:

  • Desakan internasional makin kuat agar konflik diselesaikan secara damai dan inklusif.
  • Kejenuhan publik terhadap perang membuka ruang untuk dialog yang lebih terbuka.
  • Stabilisasi regional, termasuk perbaikan hubungan Arab-Iran dan pengurangan ketegangan Turki-Suriah.

Tantangan:

  • Ketiadaan kompromi politik antara rezim dan oposisi.
  • Fragmentasi kelompok bersenjata yang membuat kesepakatan sulit ditegakkan di lapangan.
  • Pengaruh luar negeri yang terus memperpanjang konflik demi kepentingan geopolitik masing-masing.

Perdamaian di Suriah masih jauh dari tuntas, namun dinamika terbaru menunjukkan adanya celah untuk rekonsiliasi bertahap. Tanpa keterlibatan semua pihak—baik domestik maupun internasional—secara jujur dan setara, Suriah akan terus terjebak dalam spiral konflik yang merugikan generasi masa depan. (Red)