BONA NEWS. Jakarta.  — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengurai benang kusut kasus dugaan suap proyek jalan di Sumatera Utara. Setelah menangkap Kepala Dinas PUPR nonaktif Topan Ginting dalam operasi tangkap tangan (OTT) beberapa pekan lalu, kini KPK memeriksa dua sosok penting yang dinilai tahu banyak soal aliran dana mencurigakan: istri Topan Ginting sendiri dan mantan pejabat tinggi Pemprov Sumut.

Yang pertama dipanggil adalah Isabella Pencawan, istri Topan. Ia datang ke Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 21 Juli 2025, untuk menjawab pertanyaan seputar uang tunai sekitar Rp2,8 miliar yang ditemukan saat penggeledahan di rumah mereka di Medan.

Menurut juru bicara KPK, Budi Prasetyo, pemeriksaan terhadap Isabella sangat penting karena uang dalam jumlah besar itu ditemukan di tempat pribadi dan harus dijelaskan asal-usulnya.

“Yang bersangkutan mengakui sebagian uang itu adalah milik pribadi, tapi tentu saja kami masih mendalami, karena uang sebesar itu tak wajar kalau tak ada kaitan dengan peran suami sebagai kepala dinas,” ujar Budi.

Selain uang tunai, KPK juga menemukan dokumen proyek, catatan transaksi, bahkan senjata api. Semua kini jadi bagian dari bukti yang dianalisis penyidik.

Sementara itu, pada hari ini, Selasa (22/7/2025), giliran Ahmad Effendy Pohan, mantan Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Sumut, yang diperiksa. Sebagai eks ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), Effendy diduga punya informasi soal bagaimana proyek jalan bernilai Rp231,8 miliar itu dirancang dan siapa saja yang terlibat di baliknya.

Dari keterangan awal yang dihimpun penyidik, Effendy mengakui adanya semacam “koordinasi informal” di luar jalur resmi, yang terjadi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek. Artinya, ada komunikasi di balik layar yang bisa saja berujung pada pengondisian rekanan tertentu untuk memenangkan tender proyek.

“Ini penting untuk kami dalami lebih lanjut. Karena kalau sudah bicara pengondisian proyek, biasanya tidak satu atau dua orang yang terlibat,” jelas Budi.

Sebagai informasi, kasus ini bermula dari OTT pada 26 Juni 2025 lalu. KPK mengamankan enam orang dan menetapkan lima tersangka, termasuk Topan Ginting. Proyek yang jadi sorotan tersebar di berbagai daerah di Sumatera Utara, dan diduga dikondisikan agar dimenangkan oleh pihak-pihak tertentu yang sudah sepakat membayar “fee proyek”.

Total nilai proyek mencapai Rp231,8 miliar, sementara nilai suap yang ditelusuri bisa mencapai Rp46 miliar. Saat OTT berlangsung, KPK baru menyita uang Rp231 juta, tapi kemudian menemukan tambahan uang Rp2,8 miliar saat menggeledah rumah pribadi.

Sejak saat itu, penyidikan terus berkembang. Lebih dari 20 saksi telah diperiksa. Dan KPK memastikan, penyelidikan belum akan berhenti sampai seluruh pihak yang terlibat—langsung maupun tidak langsung—terungkap.

“Kami tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru. Kami minta semua pihak yang dipanggil kooperatif,” tutup Budi.

Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan proyek infrastruktur besar yang seharusnya bermanfaat untuk rakyat. KPK kini bekerja keras membongkar setiap simpulnya—dari aliran dana hingga peran para pejabat. (Red)