BONA NEWS. Jakarta.  — Pasar tenaga kerja Indonesia sepanjang paruh pertama 2025 mengalami tekanan yang signifikan. Lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan bertambahnya jumlah pengangguran menjadi indikator bahwa disrupsi ekonomi dan transformasi digital membawa dampak serius terhadap dunia kerja. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pun bergerak cepat melalui berbagai kebijakan penanggulangan.

PHK 2025 Naik 32 Persen, Industri Padat Karya dan Perdagangan Terpukul

Data resmi dari Kemnaker mencatat bahwa sepanjang Januari hingga Juni 2025, terjadi 42.385 kasus PHK, meningkat sekitar 32% dibanding periode yang sama tahun lalu. Angka ini menjadikan 2025 sebagai tahun dengan peningkatan PHK tertinggi sejak pandemi.

Penyumbang terbesar datang dari PT Sri Rejeki Isman (Sritex), yang merumahkan sekitar 17.000 karyawan karena tekanan bisnis yang berat. Hingga Mei 2025, jumlah kasus PHK mencapai 26.455, dengan tiga provinsi terdampak tertinggi:

  • Jawa Tengah: 10.695 kasus
  • DKI Jakarta: 6.279 kasus
  • Riau: 3.570 kasus

Sektor terdampak antara lain:

  • Industri pengolahan (termasuk tekstil),
  • Perdagangan besar dan eceran, serta
  • Startup dan sektor jasa digital, yang mengalami efisiensi masif.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa pemerintah terus mencermati perkembangan dunia kerja dengan serius.

“Meskipun lapangan kerja Indonesia menghadapi tekanan akibat disrupsi global, data terbaru menunjukkan kondisi pasar kerja masih tangguh dan resilien pada 2025. Ini menjadi bukti bahwa intervensi strategis seperti pelatihan digital dan BLK adaptif mulai membuahkan hasil,” ujarnya.

Tingkat Pengangguran: TPT Turun, Jumlah Absolut Naik

Dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat 4,76%, turun dari 4,82% di tahun sebelumnya. Namun secara absolut, jumlah pengangguran naik menjadi 7,28 juta orang, atau bertambah sekitar 83.000 orang dari tahun lalu.

Peningkatan ini terjadi karena:

  • Lonjakan angkatan kerja menjadi 153,05 juta orang (naik 3,67 juta),
  • Pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja baru,
  • Terjadinya skill mismatch antara lulusan pendidikan dan kebutuhan riil industri.

Langkah Strategis Kemenaker

Untuk mengatasi situasi ini, Kemnaker menyiapkan kebijakan terpadu:

  1. Kartu Prakerja 2025 difokuskan pada pelatihan digital seperti coding, data analytics, dan pemasaran daring.
  2. Revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah agar lebih adaptif terhadap permintaan pasar tenaga kerja lokal.
  3. Insentif pajak dan subsidi gaji bagi perusahaan padat karya yang mempertahankan pekerjanya.
  4. Kolaborasi lintas kementerian dalam menyusun roadmap ketenagakerjaan nasional berbasis ekonomi digital dan hijau.

Dirjen Binapenta dan PKK, Sujatmiko, menambahkan:

“Pelatihan yang kami jalankan tidak hanya bersifat teori, tetapi dirancang untuk langsung tersambung ke lapangan kerja—karena mitra industri kami libatkan dari proses desain hingga evaluasi program.”

Pengamat kebijakan publik, Bobby Apriliano, menilai bahwa tantangan ketenagakerjaan 2025 tidak cukup diselesaikan dengan pelatihan semata tapi juga harus dilakukan reformasi regulasi dan koordinasi lintas sektor.

“Kita butuh roadmap ketenagakerjaan lintas sektor—yang bukan hanya respons singkat saat krisis tapi juga menyiapkan masa depan pasar kerja berbasis digital dan ekonomi hijau.”

Indonesia Butuh Reformasi Pasar Kerja

Tahun 2025 menjadi pengingat bahwa dunia kerja Indonesia tengah memasuki fase transisi kritis. Lonjakan PHK, meningkatnya jumlah pengangguran secara absolut, serta ketidaksesuaian antara kompetensi tenaga kerja dengan kebutuhan industri menunjukkan bahwa solusi jangka pendek tidak lagi cukup.

Langkah-langkah Kementerian Ketenagakerjaan merupakan awal penting, namun butuh:

  • Regulasi baru yang lebih adaptif,
  • Perlindungan sosial untuk pekerja informal,
  • Dukungan nyata terhadap penciptaan lapangan kerja produktif.

Tanpa reformasi menyeluruh, pasar tenaga kerja Indonesia berisiko tertinggal dalam persaingan global di era digital dan pasca-pandemi. (Red)