BONA NEWS. Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap proyek infrastruktur jalan di Sumatera Utara senilai Rp231,8 miliar. Pada Selasa (22/7/2025), dua sosok kunci diperiksa di Gedung Merah Putih KPK: Muhammad Armand Effendy Pohan, mantan Penjabat Sekda Sumut, dan seorang anggota Polri aktif. Di saat bersamaan, rencana pemeriksaan Kajari Mandailing Natal (Madina) dan Kasi Datun GHS ditunda.

Muhammad Armand Effendy Pohan, yang menjabat Ketua TAPD saat proyek itu disusun, diperiksa sebagai saksi. Ia diyakini mengetahui perencanaan, pengesahan, dan pergeseran anggaran dalam proyek infrastruktur jalan lintas kabupaten.

“Pemeriksaan terhadap Muhammad Armand Effendy Pohan untuk mendalami peran TAPD dan aliran dana dalam proyek pembangunan jalan,” ujar Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, Selasa (22/7/2025).

KPK juga memeriksa seorang anggota Polri aktif. Namun berbeda dengan perlakuan terhadap pejabat sipil, nama polisi tersebut tidak diungkapkan ke publik.

“Benar, ada anggota Polri yang diperiksa hari ini, namun bukan Kapolres. Pemeriksaan dilakukan sebagai saksi,” ujar Budi.

Hingga berita ini ditulis, KPK belum menjelaskan secara transparan mengapa identitas anggota Polri tersebut dirahasiakan, sementara pejabat sipil lain seperti Effendy Pohan diumumkan secara terbuka padahal sama-sama berstatus saksi. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik tentang konsistensi keterbukaan KPK.

“Jika nama Sekda dibuka karena diperiksa sebagai saksi, seharusnya anggota Polri juga tidak diperlakukan berbeda. Penegakan hukum harus berlaku setara, agar tidak timbul praduga yang tidak baik di masyarakat”, ujar seorang pengamat kebijakan publik di Medan, Selasa (22/7/2025).

Pemeriksaan Kajari Madina Ditunda

KPK sebelumnya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kajari Madina Muhammad Iqbal dan Kasi Datun GHS, namun hingga Selasa malam keduanya belum hadir. Penundaan ini terjadi setelah adanya koordinasi antara KPK dan Kejaksaan Agung.

“Kami tidak mempermasalahkan. Bila ada oknum dari kami yang terlibat, silakan diproses sesuai hukum. Kami mendukung pemberantasan korupsi,” kata Anang Supriatna, Kapuspenkum Kejagung, dalam keterangan tertulis kepada media.

 Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula dari OTT KPK pada 26 Juni 2025, terkait dugaan suap proyek jalan senilai Rp231,8 miliar yang tersebar di wilayah Kota Pinang, Gunung Tua, hingga Mandailing Natal. Uang diduga mengalir dari kontraktor kepada sejumlah pejabat Dinas PUPR Sumut.

Salah satu yang ditangkap dalam OTT adalah Kadis PUPR Topan Ginting, yang kini ditahan KPK. Dalam penggeledahan rumahnya, KPK menemukan uang tunai, dokumen proyek, dan senjata api ilegal.

Transparansi KPK Dipertanyakan

Meski KPK selama ini dikenal sebagai lembaga yang terbuka, perlakuan berbeda terhadap saksi dari institusi Polri menimbulkan pertanyaan. Apakah ada standar ganda dalam penegakan hukum?

Publik menanti jawaban KPK — bukan hanya soal siapa saja yang terlibat dalam kasus suap proyek jalan, tetapi juga apakah lembaga ini masih setia pada prinsip transparansi dan keadilan tanpa pandang bulu.

(Red)