BONA NEWS. Sumatera Utara. – Di zaman sekarang, layar seperti sahabat karib—ada terus dari kita bangun sampai tidur lagi. Buka HP pagi-pagi, kerja di depan laptop, nonton serial malam hari, lalu scroll medsos sebelum tidur. Tanpa sadar, hidup kita dipenuhi cahaya biru dari layar. Tapi, apakah tubuh dan pikiran kita betul-betul sanggup menghadapi semua itu?
Jawaban pendeknya: tidak selalu.
Makanya, muncul tren yang disebut digital detox—istilah keren untuk rehat sejenak dari dunia digital. Tapi ini bukan soal jadi anti-teknologi. Digital detox lebih ke usaha sadar buat mengatur ulang hubungan kita dengan layar. Lalu, apakah kita benar-benar perlu? Yuk, kita kupas tuntas, pakai data terbaru.
Berapa Lama Kita Menatap Layar Setiap Hari?
Menurut laporan DataReportal edisi Januari 2024, rata-rata screen time global mencapai 6 jam 40 menit per hari. Di Indonesia? Lebih tinggi lagi—8 jam 3 menit per hari. Angka ini mencakup semua jenis layar: ponsel, laptop, tablet, bahkan smart TV.
Lebih dalam lagi:
- Gen Z dan Milenial jadi kelompok paling aktif. Menurut riset Ipsos Indonesia (2023), 68% Gen Z merasa cemas kalau tidak buka HP lebih dari 30 menit.
- 1 dari 3 orang Indonesia tidur lebih dari jam 12 malam karena kebiasaan scrolling media sosial atau nonton video pendek
Apa Dampaknya bagi Kesehatan?
1. Kelelahan Mata Digital (Digital Eye Strain)
Fenomena ini nyata. Nama kerennya: Computer Vision Syndrome. Gejalanya meliputi mata kering, penglihatan kabur, leher kaku, sampai sakit kepala. Menurut American Optometric Association, efek ini bisa muncul setelah menatap layar 2 jam tanpa jeda.
2. Tidur Berantakan
Cahaya biru dari layar gadget mengganggu produksi melatonin, hormon tidur alami tubuh kita. Studi dari Stanford Sleep Medicine Center (2024) menunjukkan bahwa paparan layar sebelum tidur mengurangi produksi melatonin hingga 50%. Akibatnya? Susah tidur, kualitas tidur rendah, dan bangun pagi dengan perasaan lesu.
3. Kesehatan Mental Terpengaruh
Makin lama menatap layar, makin besar peluang stres digital. Riset gabungan dari Harvard T.H. Chan School of Public Health dan Kaiser Family Foundation (2023) mengungkap bahwa orang muda yang menghabiskan lebih dari 7 jam di layar per hari punya risiko dua kali lipat mengalami gangguan mood dan kecemasan, dibanding yang screen time-nya di bawah 4 jam.
4. Ketergantungan dan FOMO
Fear of Missing Out (FOMO) bukan cuma istilah gaul. Ini kondisi nyata di mana seseorang merasa gelisah jika tidak mengikuti update media sosial. Menurut Katadata Insight Center (2024), 57% responden mengaku pernah merasa tertekan karena membandingkan hidup mereka dengan yang dilihat di media sosial.
5. Burnout Digital di Dunia Kerja
Laporan Microsoft Work Trend Index 2024 menemukan bahwa:
- 60% pekerja merasa lelah secara mental karena terlalu sering meeting online.
- 38% mengaku kesulitan fokus karena banyaknya notifikasi.
Ini bukan hanya soal waktu layar, tapi juga soal tekanan terus-menerus untuk “selalu aktif.”
Digital Detox: Solusi atau Gaya Hidup Baru?
Buat banyak orang, digital detox bukan sekadar tren sesaat, tapi bentuk perawatan diri (self-care). Dan kabar baiknya: detox ini gak perlu ekstrem. Yang penting, realistis dan berkelanjutan.
Langkah-Langkah Digital Detox yang Bisa Dilakukan Siapa Saja
1. Gunakan Aturan 20-20-20
Setiap 20 menit menatap layar, alihkan pandangan ke objek sejauh 20 kaki (sekitar 6 meter) selama 20 detik. Cara sederhana ini bisa membantu mengurangi ketegangan mata.
2. Atur Jadwal Bebas Layar
Mulailah dari hal kecil: 1 jam sebelum tidur tanpa gadget. Lanjutkan ke akhir pekan tanpa medsos, atau satu hari penuh tanpa buka HP pribadi.
3. Aktivitas Pengganti yang Menyenangkan
Coba isi waktu luang dengan kegiatan non-digital seperti:
- Membaca buku fisik
- Olahraga ringan
- Beres-beres rumah
- Ngobrol langsung tanpa layar
- Menulis jurnal atau menggambar
4. Gunakan Aplikasi Bantu Kontrol
Pakai fitur seperti:
- Digital Wellbeing (Android)
- Screen Time (iOS)
- Forest (aplikasi fokus berbasis timer) Aplikasi ini bisa bantu kita sadar sudah berapa lama pakai layar, dan kapan harus istirahat.
5. Matikan Notifikasi Tidak Penting
Pilih notifikasi yang benar-benar perlu. Sisanya? Bisukan. Otak kita butuh ketenangan, bukan alert setiap 3 menit.
6. Coba “Digital Sabbath”
Konsep ini terinspirasi dari kebiasaan berhenti sejenak. Misalnya: setiap Minggu tanpa medsos atau tanpa membuka HP selama 6 jam. Ini bisa jadi momen refleksi yang menyegarkan
Rehat Itu Bukan Mundur, Tapi Bertumbuh
Teknologi membantu hidup jadi lebih mudah, tapi jika tak dikendalikan, bisa membuat kita lelah secara fisik, mental, dan emosional. Digital detox adalah bentuk jeda yang kita butuhkan agar tetap waras di tengah serbuan informasi dan distraksi.
Bukan berarti harus meninggalkan dunia digital sepenuhnya. Tapi, kalau kamu mulai merasa:
- capek tanpa sebab jelas,
- susah tidur,
- gampang terdistraksi,
- atau merasa “kosong” setelah scroll berjam-jam,
… mungkin sudah waktunya untuk rehat sejenak.
Tantangan Sederhana Digital Detox
Coba salah satu dari ini minggu ini:
- Tidak buka medsos setelah pukul 9 malam
- Jalan kaki 30 menit tanpa bawa HP
- Baca buku 20 halaman/hari
- Nongkrong sama teman tanpa HP di meja
Ingat: Rehat bukan kelemahan. Itu tanda kamu sedang memperkuat diri.
