BONA NEWS. Jakarta/Sidney. –Pemerintah Indonesia berencana menerbitkan obligasi berdenominasi dolar Australia, yang dikenal sebagai “Kangaroo Bonds”, pada Agustus 2025. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya diversifikasi sumber pembiayaan dan memperluas basis investor internasional, khususnya dari Australia.
Obligasi ini akan dijual kepada investor institusional Australia dan internasional lainnya melalui pasar keuangan di Sydney. Penerbitan ini diharapkan dapat membiayai proyek-proyek strategis di sektor infrastruktur, energi, dan pengembangan wilayah, termasuk proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).
Namun, terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait peringkat kredit Indonesia yang berada di level BBB (investment grade rendah). Sejumlah investor Australia, khususnya dari sektor dana pensiun (superannuation funds), disebut masih ragu untuk berinvestasi dalam obligasi negara berkembang karena faktor risiko geopolitik dan ketidakpastian regulasi jangka panjang.
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia optimistis. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa kerja sama bilateral dan diplomasi keuangan yang terus diperkuat menjadi modal penting untuk menarik minat investor global.
“Penerbitan Kangaroo Bonds ini bukan hanya soal pendanaan, tapi juga penguatan relasi strategis antara Indonesia dan Australia dalam kerangka ekonomi regional,” ujar Sri Mulyani dalam pernyataan tertulis, Kamis (24/7/2025).
Indonesia sebelumnya telah sukses menerbitkan Samurai Bonds (dalam yen Jepang) dan Global Sukuk Bonds, serta beberapa instrumen “green bonds”. Kangaroo Bonds ini menjadi instrumen baru dalam portofolio utang internasional RI yang bertujuan menstabilkan pembiayaan APBN tanpa terlalu bergantung pada dolar AS.
Lembaga pemeringkat seperti S&P Global dan Fitch Ratings menyambut baik langkah ini, namun menyoroti pentingnya transparansi anggaran, kestabilan politik pasca-pemilu, dan reformasi fiskal lanjutan agar kepercayaan investor dapat terjaga.
Australia sendiri sedang memperkuat relasi dengan negara-negara Indo-Pasifik, dan instrumen keuangan lintas batas seperti ini dinilai menguntungkan kedua pihak dalam jangka panjang. (Red)
