BONA NEWS. Sumatera Utara.
Di tengah derasnya arus globalisasi dan tren digital yang membanjiri keseharian, tak sedikit anak muda Indonesia yang justru kembali melirik budaya lokal sebagai bagian dari gaya hidup. Dari batik hingga bahasa daerah, dari kuliner tradisional sampai musik etnik yang di-remix jadi EDM — semua menjadi bukti bahwa warisan leluhur tak lagi dianggap kuno, justru makin keren.
Muda dan Tradisi: Bukan Hal yang Bertentangan
Fenomena ini tampak jelas di banyak kota besar. Komunitas muda yang menghidupkan kembali tarian tradisional seperti Saman atau Jaipong mulai bermunculan. Bahkan di platform seperti TikTok dan Instagram, konten yang menggabungkan unsur budaya lokal dengan tren kekinian mampu menarik jutaan views.
“Aku dulu malu pakai batik ke kampus. Tapi sekarang, malah jadi identitas. Teman-teman bule di luar negeri pun suka tanya ini motif apa, dari daerah mana,” ujar Tika, mahasiswi seni dari Medan yang aktif di komunitas pencinta batik tulis, Kamis (24/7/2025).
Kuliner Lokal: Dari Warung ke Instagram Story
Budaya kuliner juga tak luput dari perhatian. Makanan seperti gudeg, rendang, atau papeda, kini tampil estetik di banyak konten media sosial. Beberapa kafe bahkan sengaja mengusung konsep “nusantara modern” — menyajikan menu tradisional dengan tampilan fine dining.
Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pencarian online tentang resep masakan daerah meningkat hingga 40% dalam dua tahun terakhir. Ini menandakan adanya rasa ingin tahu — dan mungkin rindu — terhadap rasa-rasa asli tanah air, terutama dari generasi yang mulai lelah dengan makanan cepat saji bergaya barat.
Bahasa Daerah Tak Sekadar Nostalgia
Bahasa lokal juga mulai hidup kembali, terutama lewat konten komedi dan lagu-lagu indie yang menggunakan bahasa daerah seperti Jawa, Mandailing, Sunda, hingga Bugis. Bahkan, beberapa podcast populer mulai menyisipkan dialog dalam bahasa ibu mereka, menciptakan rasa kedekatan dan kebanggaan tersendiri.
Fenomena ini mengingatkan bahwa menjaga budaya tak melulu soal acara resmi. Gaya hidup sehari-hari yang memilih “menjadi Indonesia” secara sadar bisa jadi bentuk perlawanan paling halus terhadap homogenisasi budaya global.
Karena itulah, banyak seniman muda yang mencoba menggabungkan wayang dengan animasi, musik gamelan dengan beat elektronik, atau motif kain tradisional dengan fashion streetwear. Kreativitas semacam inilah yang membuat budaya terus relevan.
Budaya Lokal adalah Gaya Hidup Masa Kini
Di era yang serba digital ini, budaya lokal justru menemukan cara baru untuk bersinar. Lewat tangan kreatif anak muda, warisan lama bisa tampil segar, membumi, dan bahkan mendunia. Menjadi modern tidak harus lepas dari akar — justru dengan mengenali dan mencintai budaya sendiri, identitas kita jadi lebih kuat.
