BONA NEWS. Thailand.  — Ketegangan lama di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali pecah menjadi konflik bersenjata serius pada Kamis (24/7/2025), setelah insiden ranjau memicu aksi balasan militer. Setidaknya 12 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 40.000 warga sipil mengungsi akibat baku tembak dan serangan udara di wilayah perbatasan.

Bentrokan terjadi di distrik Kantharalak, Provinsi Sisaket, Thailand, tepatnya di dekat kawasan sengketa yang mencakup Kuil Ta Moan Thom dan area sekitarnya. Foto-foto dari lapangan menunjukkan kepulan asap tebal dari sebuah toko dan pompa bensin yang terbakar akibat ledakan artileri.

Menurut laporan Reuters dan  The Guardian pada Kamis (24/7/2025), korban jiwa terdiri dari 11 warga sipil dan satu tentara Thailand. Selain itu, lebih dari 30 orang dilaporkan luka-luka, termasuk tujuh personel militer. Dua tentara Thailand sebelumnya terluka akibat ledakan ranjau darat pada 23 Juli, sehari sebelum eskalasi besar dimulai.

Militer Thailand mengerahkan enam jet tempur F‑16 dalam operasi balasan. Salah satu jet tersebut melakukan pengeboman terhadap posisi militer Kamboja di dekat perbatasan. Sementara itu, Kamboja menuding Thailand melakukan serangan terhadap wilayah sipil dan menyebutnya sebagai pelanggaran kedaulatan.

“Kami hanya membela diri dari agresi yang mengancam integritas wilayah kami,” ujar juru bicara militer Kamboja seperti dikutip dari media lokal Phnom Penh Post, Kamis (24/7/2025).

Akibat pertempuran ini, pemerintah Thailand menutup semua pos lintasan perbatasan dengan Kamboja dan memerintahkan evakuasi warga dari 86 desa di Surin dan Sisaket. Sekitar 40.000 penduduk mengungsi ke tempat penampungan darurat.

Kedua negara saling menarik duta besar masing-masing sebagai bentuk protes diplomatik. Kamboja bahkan telah melayangkan nota ke Dewan Keamanan PBB, menyerukan investigasi internasional dan potensi sidang ulang di Mahkamah Internasional (ICJ).

Konflik ini merupakan yang paling serius sejak krisis perbatasan pada 2008–2011 yang juga melibatkan Kuil Preah Vihear. Meski Mahkamah Internasional telah memutuskan pada 2013 bahwa kuil dan sebagian wilayah sekitarnya milik Kamboja, ketegangan belum sepenuhnya mereda. Sengketa atas peta dan patroli militer rutin di wilayah tumpang tindih tetap menjadi sumber gesekan.

Reaksi internasional segera bermunculan. Malaysia, selaku ketua bergilir ASEAN, menyerukan gencatan senjata segera dan dimulainya dialog damai. Cina dan Israel juga menyampaikan keprihatinan dan meminta warganya untuk menghindari kawasan perbatasan.

Sejumlah organisasi hak asasi manusia mengingatkan dampak kemanusiaan dari konflik ini, terutama terhadap warga sipil yang kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap layanan dasar. Beberapa laporan menyebutkan rumah sakit lapangan di Thailand kekurangan pasokan medis.

Hingga berita ini diturunkan, tidak ada tanda-tanda bahwa kedua pihak akan menandatangani gencatan senjata dalam waktu dekat. Militer Thailand menyatakan akan terus “melindungi wilayahnya” dan tidak menutup kemungkinan adanya operasi lanjutan.

Konflik ini menjadi ujian besar bagi ASEAN yang selama ini mengedepankan prinsip penyelesaian damai dan non-intervensi. Dunia internasional kini menanti langkah diplomatik berikutnya guna mencegah perluasan perang berskala penuh di Asia Tenggara. (Red)