BONA NEWS. Sumatera Utara. – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) secara resmi memulai program normalisasi waduk dan saluran air di Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat, sebagai bagian dari strategi besar penanganan banjir tahunan yang telah lama menjadi keluhan masyarakat setempat.
Langkah ini menjadi sorotan karena dianggap sebagai bentuk respons cepat pemerintah terhadap keluhan warga yang selama bertahun-tahun mengalami kerugian akibat luapan air sungai dan waduk yang tidak terkelola dengan baik. Program ini dijalankan melalui koordinasi antara Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang Pemprov Sumut bersama Pemerintah Kabupaten Langkat.
Berdasarkan pantauan di lapangan dan keterangan dari dinas teknis, program ini mencakup kegiatan utama seperti pengerukan sedimen waduk, penguatan tanggul, penggantian pompa air yang sudah rusak, serta penataan ulang saluran air yang selama ini tidak mampu menampung debit air saat musim hujan.
“Banjir di Tanjungpura bukan hanya karena hujan tinggi, tapi karena saluran yang sudah tidak berfungsi optimal. Waduk dangkal, pompa rusak, dan sedimentasi sudah bertahun-tahun tidak disentuh,” ujar seorang petugas lapangan Dinas SDA yang enggan disebut namanya, Jum’at (25/7/2025).
Dengan melakukan pengerukan sedimen hingga kedalaman ideal dan memasang pompa air baru berkapasitas tinggi, diharapkan air hujan dapat mengalir dengan lancar menuju sungai dan tidak lagi meluap ke permukiman warga.
Anggota DPRD Sumut dari Daerah Pemilihan Langkat–Binjai, Ricky Anthony, turut memberi apresiasi atas langkah cepat Gubernur Provinsi Sumatera Utara Sumut dalam mengatasi masalah banjir ini. Ia menyebut, kehadiran negara melalui program ini telah memberikan harapan baru bagi ribuan warga yang selama ini merasa diabaikan.
“Saya mengapresiasi respon cepat Gubernur dalam menangani keluhan masyarakat soal banjir di Tanjungpura. Ini adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam memelihara kenyamanan hidup warga,” ujar Ricky kepada wartawan saat meninjau lokasi pengerukan bersama tim teknis, Jum’at (25/7/2025).
Ia juga menambahkan bahwa program normalisasi seperti ini tidak boleh berhenti di Tanjungpura saja. Menurutnya, banyak daerah di Langkat yang memiliki tantangan serupa namun belum tersentuh, terutama desa-desa pesisir dan wilayah agraris yang sangat tergantung pada sistem irigasi dan drainase.
Warga Menyambut Baik, Tapi Ingin Kepastian
Salah satu warga yang ditemui di Dusun III, Desa Teluk, Kecamatan Tanjungpura, mengaku senang dengan dimulainya pengerjaan tersebut. Sumarni (52), seorang petani sawah, berharap normalisasi ini benar-benar tuntas dan tidak hanya bersifat simbolis.
“Kalau ini berhasil, kami bisa panen dua kali setahun. Selama ini satu kali pun susah. Baru tanam, sudah terendam,” katanya dengan mata berbinar.
Namun, ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak hanya memperbaiki infrastruktur, tapi juga melakukan edukasi dan pengawasan terhadap masyarakat yang kerap membuang sampah ke parit dan saluran air, yang akhirnya memperparah penyumbatan dan banjir.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BPBD Sumut sebelumnya mencatat bahwa Kabupaten Langkat termasuk dalam zona merah rawan banjir musiman, terutama wilayah dataran rendah dan pesisir seperti Tanjungpura, Secanggang, dan Gebang.
Hujan dengan intensitas sedang–tinggi, ditambah sistem drainase yang tidak memadai, menyebabkan air meluap dan menggenangi rumah-rumah warga hingga berhari-hari. Kerugian ekonomi setiap musim hujan mencapai miliaran rupiah, baik dari sektor pertanian, UMKM, maupun perumahan.
Menurut informasi dari Dinas SDA, proyek ini merupakan bagian dari program Sumut Tangguh Air 2025, di mana daerah-daerah dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap banjir menjadi prioritas dalam pemulihan dan penguatan infrastruktur air.
Tanjungpura dipilih sebagai lokasi awal karena jumlah penduduk terdampak cukup besar, lebih dari 13.000 jiwa setiap musim hujan, serta kerusakan infrastruktur drainase yang sudah berlangsung lebih dari satu dekade.
Jika program ini berhasil, maka akan direplikasi ke kecamatan lain seperti Pangkalan Susu, Batang Serangan, hingga Binjai Selatan.
Pemerintah Kabupaten Langkat melalui Dinas PUPR juga dilibatkan dalam pelaksanaan teknis di lapangan. Bupati Langkat melalui Kepala Dinas PUPR menyatakan bahwa koordinasi antara pemerintah daerah dan provinsi berjalan lancar, dengan anggaran bersumber dari APBD Provinsi dan matching fund dari kabupaten.
“Ini sinergi yang sudah lama kita tunggu. Kami pastikan pengawasan di lapangan ketat, tidak ada permainan anggaran, dan hasilnya bisa dirasakan langsung oleh rakyat,” ujar Kepala Dinas PUPR Langkat.
Bobby Nasution dalam pernyataannya menegaskan bahwa program ini adalah bagian dari komitmen Pemprov Sumut dalam mengurangi risiko bencana hidrometeorologi dan meningkatkan ketahanan infrastruktur dasar di seluruh wilayah Sumut.
“Bukan hanya Medan dan kawasan strategis pariwisata yang butuh penataan. Wilayah seperti Langkat ini harus kita lindungi karena rakyat di sana juga punya hak atas rasa aman,” tegas Bobby dalam siaran pers, Jum’at (25/7/2025).
Ia juga meminta agar evaluasi berkala dilakukan untuk memastikan bahwa proyek tidak berhenti hanya pada pengerukan awal, tapi juga mencakup pemeliharaan berkala serta pelibatan warga dalam menjaga kebersihan saluran air.
Tantangan di Lapangan: Sampah dan Legalitas Lahan
Meski proyek telah berjalan, sejumlah tantangan masih membayangi pelaksanaannya. Salah satunya adalah masalah penumpukan sampah di saluran air, terutama di titik-titik padat penduduk. Selain itu, terdapat beberapa lahan yang terdampak pengerukan masih berstatus sengketa atau belum memiliki kepastian hukum, sehingga menghambat perluasan saluran drainase.
Pemprov dan Pemkab sedang menyiapkan solusi sosial berupa sosialisasi dan pendampingan hukum bagi warga yang terdampak langsung, agar program ini tidak menimbulkan konflik horizontal.
Masyarakat Tanjungpura mengaku sangat berharap proyek ini menjadi kado nyata menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada Agustus mendatang. Setelah bertahun-tahun merasa diabaikan, kini mereka melihat secercah harapan bahwa pemerintah hadir dan peduli terhadap persoalan mereka.
“Kami ingin merdeka dari banjir. Kalau program ini benar-benar jalan, itu lebih berarti daripada sekadar upacara bendera,” ucap Mulyadi (38), seorang guru SD yang rumahnya kerap terendam saat musim hujan, saat diwawancarai media, Jum’at (25/7/2025).
Normalisasi waduk di Tanjungpura bukan hanya proyek fisik, tetapi menjadi simbol kehadiran negara dalam menjawab persoalan nyata yang dialami rakyat. Dengan koordinasi antarpemerintah, pengawasan ketat, dan partisipasi warga, Sumatera Utara selangkah lebih maju menuju provinsi yang tangguh menghadapi bencana.
Warga kini menunggu, apakah proyek ini akan benar-benar menuntaskan masalah tahunan atau justru menjadi janji musiman yang kembali tenggelam bersama banjir berikutnya.
