BONA NEWS. Sumatera Utara. — Situasi memanas di Universitas Tjut Nyak Dhien (UTND), Medan, setelah gedung rektorat kampus tersebut disegel oleh sekelompok orang pada Kamis, 24 Juli 2025. Pihak kampus menilai penyegelan itu dilakukan secara sepihak, tanpa dasar hukum, dan merupakan bentuk intimidasi. Universitas langsung melaporkan peristiwa tersebut ke Polda Sumatera Utara pada Jumat, 25 Juli 2025.
Penyegelan dilakukan oleh dua individu yang mengaku sebagai ahli waris lahan kampus, yakni Cut Fitri Yulia dan Tengku Septian Melza Putra, dengan membawa serta sekitar 50 orang yang oleh pihak kampus disebut berperilaku seperti preman. Mereka menggembok pintu gerbang rektorat, merantai pagar, serta memaksa staf universitas keluar dari ruangan menggunakan TOA, sirine, dan ancaman verbal.
Pada Jumat siang, 25 Juli 2025, Yayasan APIPSU selaku badan pengelola UTND melaporkan peristiwa tersebut ke Polda Sumut dengan nomor laporan STTLP/B/1186/VII/2025/SPKT/POLDA SUMUT. Pelaporan disertai dugaan pelanggaran terhadap Pasal 335 KUHP (perbuatan tidak menyenangkan) dan Pasal 167 KUHP (memasuki pekarangan tanpa izin).
“Kami tidak bisa membiarkan tindakan semena-mena ini. Ada staf yang ketakutan, pelayanan akademik terganggu, bahkan mahasiswa tak bisa masuk kampus. Ini kampus, bukan lahan sengketa pribadi,” ujar Munawar Sadzali, SH, kuasa hukum Yayasan APIPSU, saat konferensi pers di Medan, Jumat, 25 Juli 2025.
Menanggapi laporan tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Purwanto menyampaikan bahwa pihaknya akan menyelidiki kasus itu secara profesional.
“Benar, kami telah menerima laporan dari pihak Yayasan. Penyegelan atau klaim atas tanah harus melalui jalur hukum. Tidak bisa dengan intimidasi,” katanya kepada wartawan di Mapolda Sumut, Sabtu, 26 Juli 2025.
Sengketa Lama, Hukum Sudah Final
Kasus klaim ahli waris terhadap tanah UTND sebenarnya bukan isu baru. Namun, berdasarkan data hukum, Yayasan APIPSU telah memenangkan perkara tersebut melalui tiga putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap:
- PN Medan Nomor 256/Pdt.G/2003/PN.Mdn
- Pengadilan Tinggi Medan Nomor 288/PDT/2004/PT-MDN
- Mahkamah Agung RI Nomor 1425 K/Pdt/2005
“Semua sudah selesai secara hukum. Kami memiliki sertifikat resmi atas nama Yayasan. Jika ada pihak merasa dirugikan, seharusnya menggugat di pengadilan, bukan melakukan aksi sepihak,” tegas Dr. Asril Arianto, SH, anggota tim hukum Yayasan APIPSU, dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu, 26 Juli 2025.
Mahasiswa Melawan Aksi Sepihak
Aksi sepihak itu memicu kemarahan mahasiswa UTND. Pada Sabtu pagi, 26 Juli 2025, ratusan mahasiswa berkumpul di halaman kampus dan merobohkan plank penyegelan serta membuka kembali rantai dan gembok yang dipasang di pintu rektorat.
“Kami menolak segala bentuk intimidasi terhadap kampus ini. Kami di sini untuk belajar, bukan jadi korban konflik pihak luar,” kata Dafa Lubis, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UTND, saat orasi mahasiswa di depan gedung rektorat.
Menurut Dafa, mahasiswa tidak ingin terseret konflik lahan, namun merasa harus bersikap karena tindakan itu telah mengganggu perkuliahan dan administrasi kampus.
Rektorat Tegaskan Komitmen Hukum
Rektor UTND, Prof. Dr. M. Yusuf Hasibuan, menyesalkan insiden tersebut dan berkomitmen untuk menempuh jalur hukum hingga tuntas.
“Kami akan mengambil semua langkah hukum. Ini adalah pelanggaran terhadap institusi pendidikan. Penyegelan tanpa dasar hukum adalah bentuk kekerasan sipil,” ujarnya saat ditemui di Fakultas Ekonomi, Sabtu, 26 Juli 2025.
Ia juga memastikan bahwa aktivitas administrasi kampus telah dialihkan sementara ke lokasi lain agar pelayanan terhadap mahasiswa tetap berjalan.
Kampus Siapkan Gugatan Perdata
Selain laporan pidana, Yayasan APIPSU juga menyiapkan gugatan perdata terhadap pelaku penyegelan. Kuasa hukum Denni Satria Pradifta, SH menyebutkan bahwa kerugian moril dan materiil yang ditimbulkan cukup besar.
“Bukan hanya soal rusaknya gembok atau terganggunya kuliah, tapi juga soal reputasi kampus yang tercoreng akibat tindakan liar ini,” jelasnya, Sabtu, 26 Juli 2025, usai rapat internal bersama tim hukum.
Kasus penyegelan gedung rektorat Universitas Tjut Nyak Dhien menjadi peringatan penting akan perlunya supremasi hukum dalam menyelesaikan sengketa. Di tengah perjuangan kampus mendidik generasi bangsa, tindakan di luar jalur hukum bukan hanya mengganggu aktivitas akademik, tetapi juga mengancam ketertiban sipil.
Polda Sumut kini diharapkan bertindak tegas, adil, dan cepat menyelesaikan perkara ini. Sementara itu, UTND tetap membuka pintu bagi penyelesaian melalui hukum, bukan kekerasan.
