BONA NEWS. Malaysia.  – Ribuan warga Malaysia memadati kawasan Dataran Merdeka, Kuala Lumpur, dalam aksi besar-besaran bertajuk “Himpunan Turun Anwar” pada Sabtu, 26 Juli 2025. Mereka menuntut Perdana Menteri Anwar Ibrahim mundur dari jabatannya, menyusul ketidakpuasan atas kondisi ekonomi yang memburuk dan janji reformasi yang dinilai gagal ditepati.

Massa mulai berdatangan sejak pagi dari berbagai penjuru ibu kota. Mereka berpakaian hitam, membawa spanduk dan poster bertuliskan “Turun Anwar” sambil meneriakkan yel-yel protes. Titik kumpul tersebar di kawasan Masjid Negara, Kampung Baru, Pasar Seni, dan Kompleks Sogo, sebelum bergerak menuju Dataran Merdeka.

Menurut estimasi pihak kepolisian, jumlah demonstran mencapai sekitar 15.000 orang, sementara sejumlah media internasional seperti Reuters memperkirakan angka mencapai lebih dari 18.000 orang.

Aksi ini dipicu oleh meningkatnya beban biaya hidup masyarakat Malaysia. Kenaikan pajak barang dan jasa (SST), tarif listrik untuk pengguna besar, serta penghapusan subsidi beberapa komoditas pokok dinilai memperburuk keadaan rakyat kecil.

“Subsidi dihapus, harga LPG naik, tarif listrik melonjak, sementara gaji tetap segitu-segitu saja. Anwar bilang mau reformasi, tapi yang terasa justru makin menekan rakyat,” ujar Mohd Farid, seorang peserta aksi dari Selangor, kepada wartawan.

Kelompok penyelenggara aksi, yang terdiri dari koalisi partai oposisi seperti Perikatan Nasional (PN), Partai Islam Se‑Malaysia (PAS), serta jaringan masyarakat sipil, menyebut bahwa kebijakan Anwar telah “melenceng dari semangat reformasi” yang dulu ia perjuangkan.

Mahathir Turun ke Jalan, Desak Anwar Mundur

Salah satu yang paling menyita perhatian dalam aksi ini adalah kehadiran Tun Dr Mahathir Mohamad, mantan perdana menteri Malaysia yang kini telah berusia 100 tahun. Dalam orasinya, Mahathir secara tegas menyatakan bahwa Anwar harus segera mundur tanpa harus menunggu pemilu atau mosi tidak percaya.

“Anwar tidak layak memimpin Malaysia. Ia hanya mengurus kepentingan politiknya sendiri dan lupa akan janji kepada rakyat. Jangan tunggu parlimen, mundur sekarang,” tegas Mahathir disambut riuh massa.

Mahathir menyebut pemerintah saat ini sarat dengan konflik kepentingan dan dugaan nepotisme, termasuk pelantikan kerabat dalam posisi strategis serta intervensi terhadap sistem peradilan.

Sekitar 2.000 personel keamanan dikerahkan untuk mengamankan jalannya demonstrasi. Kepolisian mengapresiasi massa yang melakukan aksi secara tertib dan damai.

“Aksi sejauh ini berjalan lancar. Tidak ada insiden besar yang dilaporkan. Kami tetap siaga penuh,” kata Komisaris Polisi Kuala Lumpur, Mohd Shuhaily Mohd Zain, dalam keterangan kepada media.

Pihak penyelenggara juga menekankan bahwa aksi ini adalah bagian dari hak konstitusional warga untuk menyampaikan pendapat, dan mengimbau peserta tetap damai.

Anwar Ibrahim Menolak Mundur

Menanggapi desakan mundur yang semakin keras, Perdana Menteri Anwar Ibrahim menyatakan tidak akan lengser kecuali melalui mekanisme parlemen yang sah, seperti mosi tidak percaya.

“Selama saya tidak melakukan kesalahan dan rakyat belum menyatakan ketidakpercayaan lewat parlemen, saya akan tetap jalankan amanah. Saya tidak akan tunduk pada tekanan jalanan,” kata Anwar dalam konferensi pers di Putrajaya, Jumat (25/7), dikutip dari Reuters.

Anwar menegaskan bahwa seluruh program dan kebijakan fiskal pemerintah sudah melalui proses transparan dan tender terbuka. Ia juga membantah telah mengintervensi pengadilan atau menunjuk pejabat secara semena-mena.

Di tengah tekanan publik, pemerintah mengumumkan sejumlah langkah untuk meredam gejolak. Pada 23 Juli 2025, Anwar Ibrahim meluncurkan paket bantuan:

  • Bantuan tunai 100 ringgit kepada setiap warga Malaysia berusia 18 tahun ke atas, disalurkan mulai 31 Agustus.
  • Penurunan harga bahan bakar RON95 dari 2,05 ringgit menjadi 1,99 ringgit/liter.
  • Subsidi BBM tetap diberikan hanya kepada warga negara, sementara warga asing harus membeli BBM dengan harga pasar.
  • Alokasi bantuan sosial ditingkatkan menjadi 15 miliar ringgit untuk tahun 2025.

Namun, kebijakan ini dinilai terlambat oleh sebagian pengamat dan tidak cukup untuk menenangkan kemarahan rakyat.

“Ini seperti menyiram api dengan setetes air. Masalahnya jauh lebih dalam dari sekadar harga bensin,” ujar Prof. Ahmad Faizal, pengamat kebijakan publik dari Universiti Malaya.

Menjelang aksi, pemerintah mengeluarkan imbauan agar pegawai negeri sipil tidak ikut serta dalam demonstrasi. Namun, kelompok advokasi seperti Lawyers for Liberty (LFL) menyebut imbauan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan hak kebebasan berekspresi.

“Pegawai negeri tetaplah warga negara yang memiliki hak untuk menyampaikan pendapat secara damai,” kata Eric Paulsen, pendiri LFL, dikutip dari Al Jazeera.

Aksi Himpunan Turun Anwar menunjukkan tekanan yang kian kuat terhadap pemerintahan Anwar Ibrahim. Meski berlangsung damai dan tanpa kekerasan, gelombang protes ini menyampaikan pesan tegas dari rakyat: perubahan yang dijanjikan harus segera diwujudkan, atau kepercayaan publik akan semakin terkikis.