BONA NEWS. Riau. — Wakil Presiden Republik Indonesia (RI), Gibran Rakabuming Raka, menyinggung ketidakpastian lokasi kerjanya di tengah wacana pemindahan pusat pemerintahan ke Ibu Kota Nusantara (IKN) dan penugasannya dalam Badan Khusus Papua. Dalam kunjungan kerjanya ke Riau, Senin (28/7/2025), Gibran melontarkan pernyataan yang mengundang perhatian.

“Kemarin nyuruh saya berkantor di Papua, sekarang di IKN. Pindah-pindah terus,” ujar Gibran kepada media, Senin (29/7/2025).

Pernyataan bernada kelakar itu merespons situasi aktual yang dihadapi dirinya sebagai Wapres. Dalam dua bulan terakhir, ia diminta memimpin Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua dan diwacanakan berkantor di Jayapura, sembari dalam waktu bersamaan ditugaskan mempersiapkan pemindahan ke IKN di Kalimantan Timur.

Namun hingga kini, belum ada keputusan resmi mengenai di mana kantor Wakil Presiden akan benar-benar beroperasi. Pernyataan Gibran itu pun memantik diskusi luas soal kejelasan struktur kelembagaan di masa transisi pemerintahan saat ini.

Penunjukan di Papua: Hanya Sekretariat, Bukan Kantor Wapres

Penugasan Gibran di Papua bermula dari penetapannya sebagai Ketua Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua pada awal Juli 2025. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Pasal 68A UU Nomor 2 Tahun 2021 dan bertujuan mempercepat pelaksanaan program Otsus Papua.

Wacana pun berkembang bahwa Gibran akan berkantor di Jayapura. Namun hal itu kemudian diklarifikasi oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Yusril Ihza Mahendra.

“Yang berkantor di Papua adalah sekretariat Badan Khusus, bukan Wakil Presiden. Wapres tetap berkedudukan di Jakarta,” ujar Yusril, Rabu (9/7/2025).

Ia bahkan mengoreksi pernyataan awalnya yang sempat menimbulkan kesan bahwa Gibran akan benar-benar pindah. Menurutnya, kehadiran Wapres di Papua bersifat periodik saat menggelar rapat atau inspeksi, bukan permanen.

Hal yang sama ditegaskan Mendagri Tito Karnavian. Ia menyebut tidak ada rujukan hukum yang mengatur pemindahan kedudukan Wapres ke Papua. Yang diatur dalam UU adalah penugasan sebagai Ketua Badan, bukan sebagai kepala pemerintahan lokal.

IKN Masih Tahap Pembangunan, Belum Jadi Kantor Resmi

Sementara itu, pembangunan Istana Wakil Presiden di IKN Kalimantan Timur masih berlangsung. Berdasarkan laporan Kementerian PUPR, progres pembangunan hingga Mei 2025 mencapai 43 persen.

Kompleks itu dirancang untuk menjadi pusat aktivitas Wapres mulai 2026, namun hingga akhir Juli 2025, belum ada Keputusan Presiden (Keppres) atau peraturan resmi yang menetapkan bahwa Wakil Presiden akan berpindah ke IKN.

Gibran sendiri menyatakan sikap terbuka:

“Kalau diperintah Presiden, saya siap. Mau di IKN, di Papua, atau tetap di Jakarta, saya jalani,” kata Gibran, usai acara di Riau.

Pernyataan tersebut mempertegas bahwa Gibran hanya menunggu keputusan resmi dari Presiden Prabowo Subianto.

Mensesneg Pratikno juga mengonfirmasi bahwa kantor Wakil Presiden secara hukum masih berada di Jakarta dan akan terus demikian hingga seluruh sarana prasarana di IKN selesai dibangun dan ada keputusan formal.

Respons Publik dan Pengamat: Perlu Kepastian, Bukan Wacana

Pernyataan Gibran menuai respons dari berbagai kalangan. Pemerhati kebijakan publik Bobby Apriliano menyebut pernyataan itu sebagai cerminan kebingungan administratif di tengah transisi ibu kota dan pembentukan lembaga baru.

“Gibran menyindir bukan karena menolak tugas, tapi karena arah kebijakan belum pasti. Dalam sistem pemerintahan, ini harus diatur dengan tegas, bukan sekadar opini atau wacana,” ujar Bobby Apriliano, Senin (28/7/2025).

Menurutnya, perpindahan kelembagaan negara seperti kantor Wapres tidak bisa dilakukan secara informal. Harus ada dasar hukum kuat, penataan anggaran, hingga komunikasi publik yang jelas agar tidak menimbulkan kebingungan atau multitafsir.

Jakarta Masih Ibu Kota ?

Secara hukum, Jakarta masih menjadi ibu kota negara. Meski UU IKN (UU No. 3 Tahun 2022) sudah disahkan, status pemindahan ibu kota bersifat bertahap dan belum berlaku penuh.

Kantor Wapres masih secara hukum berada di Jakarta, sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 10 Tahun 1959 tentang Penetapan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota. Tanpa Keppres baru, semua aktivitas Wapres secara administratif masih terpusat di ibu kota lama.

Sindiran Gibran soal “pindah-pindah kantor” sebenarnya mencerminkan realitas transisi kelembagaan di Indonesia hari ini. Di satu sisi, ada semangat membangun Papua dan IKN. Di sisi lain, belum ada kerangka hukum, administratif, dan teknis yang utuh.

Wapres Gibran tetap menyatakan loyalitasnya terhadap Presiden Prabowo Subianto dan kesiapannya menjalankan tugas di mana pun. Namun publik berharap, pemerintah segera menetapkan kepastian hukum mengenai lokasi kerja pejabat tinggi negara demi mencegah kebingungan dan memperkuat kredibilitas negara dalam masa transisi ini.