BONA NEWS. Jakarta.  – Diplomasi Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya: Arya Daru Pangayunan (39), diplomat fungsional muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), yang ditemukan meninggal secara misterius di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Dengan kepala dan wajah terlilit lakban, kamar terkunci dari dalam, dan tanpa barang hilang, kematiannya menyisakan lebih banyak tanda tanya daripada jawaban.

Pada Minggu malam, 7 Juli 2025, Arya sempat melakukan panggilan video dengan istrinya, Meta Ayu Puspitantri, saat menunggu taksi di depan Grand Indonesia. Ia diketahui baru selesai berbelanja pakaian untuk tugas diplomatik ke Helsinki. Sekitar pukul 21.43 WIB, CCTV merekam Arya naik ke rooftop Gedung Kemlu lantai 12, membawa tas belanja dan ransel. Sekitar pukul 23.09 WIB, ia turun tanpa membawa tas tersebut.

Kemudian, pukul 23.25 WIB, Arya terlihat membuang plastik hitam di lorong kos, lalu masuk ke kamar dalam kondisi tidak membawa barang apa pun. Itu menjadi rekaman terakhir yang memperlihatkan Arya masih hidup.

Keesokan paginya, pada 8 Juli 2025 pukul 08.30 WIB, penjaga kos membuka paksa kamar Arya setelah sang istri berkali-kali menghubungi sejak tengah malam. Arya ditemukan sudah tidak bernyawa, kepala dibungkus plastik dan dililit lakban, wajah tertutup kain gelap, dan tubuh terbaring kaku di ranjang. Tidak ada tanda-tanda kekerasan dari luar, tidak ada kerusakan pada pintu atau jendela, serta tidak ada barang hilang dari kamar.

Peran Istri dan Rekonstruksi Digital

Meta Ayu, istri Arya yang saat itu berada di Yogyakarta bersama dua anak mereka, menghubungi penjaga kos pada pukul 22.40, 00.48, dan 05.27 WIB karena cemas suaminya tidak bisa dihubungi. Atas dorongannya, penjaga kos akhirnya membuka kamar Arya pada pagi harinya.

Meta juga termasuk salah satu dari lima saksi utama yang diperiksa Polda Metro Jaya. Selain itu, tim penyidik berhasil mengakses percakapan WhatsApp dan email Arya yang telah disinkronisasi di perangkat lain, meskipun ponsel Arya tidak ditemukan di lokasi.

Penyelidikan dan Temuan Polisi

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa sejauh ini sudah ada 15 saksi diperiksa dan 20 titik CCTV telah dianalisis. Tidak ditemukan sidik jari atau DNA orang lain di kamar Arya. Kepala korban dibungkus plastik dan lakban kuning, dan kamar dalam keadaan terkunci dari dalam.

Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, menyebut bahwa hasil autopsi saat ini masih dalam tahap sinkronisasi dengan alat bukti lain. Dugaan sementara tidak mengarah pada pembunuhan oleh pihak ketiga.

Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, mengatakan Arya dikenal sebagai diplomat berdedikasi tinggi, aktif dalam misi kemanusiaan seperti evakuasi WNI dari zona konflik. Kementerian Luar Negeri menyatakan duka mendalam dan menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan kepada kepolisian.

Arya merupakan suami dari Meta Ayu Puspitantri, seorang penikmat seni dan putri dari Guru Besar FEB UGM, Prof. Basu Swastha Dharmmesta. Mereka dikaruniai dua anak, yang masing-masing duduk di jenjang SMP dan SD. Meta dikenal aktif di media sosial dan YouTube, berbagi kisah kehidupan sederhana sebagai istri diplomat.

Kompolnas juga mengisyaratkan bahwa ada kemungkinan motif bersifat pribadi yang sangat sensitif dan hanya diketahui keluarga inti. Namun hal ini belum dikonfirmasi secara resmi.

Dengan minimnya tanda kekerasan dan kuatnya unsur privasi dalam motif, spekulasi berkembang bahwa Arya mungkin mengalami tekanan psikologis berat. Namun, polisi belum mengategorikan kematiannya sebagai bunuh diri, kecelakaan, atau pembunuhan.

Publik kini menunggu hasil autopsi lengkap dan analisis forensik untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Hingga hari ini, misteri kematian Arya Daru Pangayunan masih menjadi teka-teki besar di balik dinding diplomasi Indonesia.