BONA NEWS. Jakarta. — Indonesia kembali mencatat rekor buruk dalam isu lingkungan. Data WALHI menunjukkan peningkatan kerusakan lingkungan secara signifikan sepanjang semester pertama 2025.
Studi yang dilansir Rabu pagi (30/7/2025) menyebut warga Indonesia rata-rata mengonsumsi 15 gram mikroplastik per bulan. Serpihan ini ditemukan dalam air minum, garam, dan makanan laut.
“Ini darurat kesehatan. Tapi negara diam,” tegas Mukri Friatna, Kepala Kampanye WALHI Nasional, saat dihubungi jurnalis pukul 10.00 WIB, Rabu (30/7/2025).
Deforestasi Melonjak
Dari laporan WALHI per 29 Juli 2025, lebih dari 500.000 hektare hutan hilang akibat proyek food estate, tambang, dan jalan industri. Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan WALHI, menyebut wilayah Papua dan Kalimantan paling parah.
“Pemerintah pakai dalih pangan untuk hancurkan hutan,” ujar Uli, Rabu siang (30/7/2025), dalam konferensi pers daring pukul 14.00 WIB.
Data Kementerian LHK per 25 Juli 2025 menyebut lebih dari 90% sungai perkotaan tercemar berat. Aktivitas industri dan rumah tangga jadi penyumbang utama. Polusi udara meningkat di 12 kota besar akibat pembakaran sampah terbuka.
Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif WALHI, menyampaikan bahwa korporasi perusak lingkungan masih bebas beroperasi. Banyak hanya dijatuhi sanksi administratif.
“Warga ditangkap, perusahaan dilindungi. Ini ketidakadilan,” kata Zenzi saat dihubungi jurmalis, Rabu (30/7/2025), pukul 11.45 WIB.
Respons Pemerintah
Pemerintah menyatakan bahwa krisis lingkungan, terutama polusi plastik dan mikroplastik, sedang ditangani secara bertahap lintas sektor.
Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup, Rabu (30/7) menyebut polusi plastik sebagai “krisis yang mengancam ekosistem dan kesehatan.” Pemerintah, kata dia, mendorong aksi kolaboratif nasional dan penyusunan baku mutu mikroplastik.
Sementara itu, Deputi Kemenko PMK, Diaz Hendropriyono menyatakan bahwa pemerintah menargetkan 100 persen pengelolaan sampah nasional pada tahun 2029, dengan capaian 51,21% di 2025.
Program rehabilitasi 10.000 hektare mangrove hingga 2041 juga telah dimulai tahun ini, dengan penanaman awal di Kalimantan Selatan sejak Juli 2025.
Di sektor tambang, pemerintah mencabut izin empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Presiden Prabowo menginstruksikan pengawasan ketat terhadap perusahaan yang masih beroperasi dan menekankan pentingnya restorasi ekologis kawasan terdampak.
Di tengah tekanan perubahan iklim dan degradasi lingkungan, kritik terhadap lemahnya penegakan hukum dan minimnya upaya transformatif terus menguat. Meski pemerintah mengklaim sedang bekerja melalui berbagai target nasional, masyarakat sipil menuntut tindakan nyata dan segera.
