BONA NEWS. Sumatera Utara. — Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, memanggil Direksi Perusahaan Umum Daerah (PUD) Pasar Kota Medan untuk meminta klarifikasi terkait penyewaan lahan eks Pasar Aksara yang menuai kontroversi. Pemanggilan tersebut dilakukan setelah muncul pertanyaan publik dan sorotan dari legislatif mengenai transparansi serta mekanisme penyewaan lahan milik Pemko Medan tersebut.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Balai Kota Medan, Selasa (29/7/2025), Wali Kota Rico Waas menyatakan keprihatinannya atas ketidakjelasan informasi seputar siapa pihak penyewa, berapa nilai kontraknya, dan bagaimana proses administrasi dilakukan. Ia menegaskan bahwa seluruh kebijakan pemanfaatan aset daerah harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tidak boleh merugikan kepentingan publik.
“Saya tidak ingin aset milik rakyat ini disewakan sembarangan tanpa koordinasi yang jelas. Meskipun secara teknis boleh dilakukan tanpa persetujuan kepala daerah jika di bawah lima tahun, tapi bukan berarti bisa semaunya,” kata Rico Waas.
Menurut informasi yang dihimpun, lahan eks Pasar Aksara yang dikelola oleh PUD Pasar Medan itu disewakan kepada pihak ketiga selama lima tahun dengan nilai sewa per tahun sekitar Rp105 juta. Namun, Plt Direktur Utama PUD Pasar Medan, Imam Abdul Hadi, justru mengaku tidak mengetahui secara pasti siapa penyewa lahan tersebut maupun rincian kontraknya.
“Saya akan cek dulu kontraknya. Saya tidak ingat siapa penyewanya,” ujar Imam kepada wartawan usai dipanggil Wali Kota.
Pernyataan tersebut memicu keheranan publik dan mendorong berbagai pihak, termasuk legislatif dan LSM, untuk menuntut evaluasi dan audit atas penyewaan aset publik itu.
Ketua Komisi III DPRD Medan, Salomo Tabah Ronal Pardede, S.E., M.M., juga menyatakan pihaknya akan menelusuri penyewaan lahan eks Pasar Aksara secara serius. Komisi III disebut telah menerima laporan dari masyarakat dan pedagang soal dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan aset pasar.
“Kami akan meminta seluruh dokumen kontrak dan dasar penyewaannya. Aset pemerintah tidak boleh dikelola secara tertutup. Harus jelas siapa penyewa, berapa nilai kontrak, dan manfaatnya untuk daerah,” ujar Salomo Tabah Ronal Pardede kepada wartawan, Rabu (30/7/2025), di Gedung DPRD Medan
Pihak legislatif juga menyoroti minimnya transparansi pengelolaan aset lain yang berada di bawah kewenangan PUD Pasar, termasuk beberapa unit pasar di Petisah dan Marelan. Keluhan soal mahalnya sewa lapak tanpa peningkatan fasilitas juga menjadi catatan penting.
Sementara itu, organisasi masyarakat sipil seperti Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Sumut mendesak Wali Kota Medan untuk membatalkan atau mengevaluasi kontrak sewa lahan eks Pasar Aksara. Mereka menilai PUD Pasar bertindak melampaui kewenangan dan melanggar prinsip keterbukaan informasi publik.
“Ini bukan hanya soal administrasi. Ini soal tanggung jawab terhadap aset publik yang seharusnya dikelola demi kepentingan rakyat, bukan segelintir pihak,” kata Ketua LIRA Sumut dalam pernyataan tertulis yang dilansir Kamis (31/7/2025).
Di sisi lain, tokoh masyarakat Medan, Elfenda Ananda, juga menilai bahwa penyewaan lahan strategis seperti eks Pasar Aksara harus dilakukan melalui mekanisme lelang terbuka dan penilaian (appraisal) yang wajar.
“Kalau kontraknya lima tahun dan nilainya hanya sekitar Rp100 juta per tahun untuk lahan seluas itu, tentu perlu ditinjau ulang. Harus ada audit independen dan keterbukaan,” ujar Elfenda kepada wartawan.
Menanggapi situasi ini, Wali Kota Medan berkomitmen untuk mengevaluasi semua kontrak sewa-menyewa aset publik oleh BUMD, termasuk PUD Pasar. Ia menegaskan bahwa jika ditemukan pelanggaran administratif atau unsur kelalaian, maka pihaknya tidak segan-segan mengambil tindakan tegas terhadap jajaran direksi.
“Saya akan benahi manajemen BUMD kalau tidak becus. Aset ini milik warga Medan, bukan milik pribadi pengelolanya,” tegas Rico Waas.
