BONA NEWS. Sumatera Utara. — Polemik anggaran Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara memasuki babak baru menyusul terbitnya Peraturan Gubernur Sumatera Utara (Pergub) Nomor 25 Tahun 2025. Peraturan ini merupakan perubahan keenam atas Pergub Nomor 37 Tahun 2024 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Ditetapkan pada 20 Mei 2025 dan ditandatangani langsung oleh Gubernur Muhammad Bobby Afif Nasution, regulasi ini menjadi sorotan tajam karena muncul di tengah penyidikan kasus korupsi besar-besaran oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan Kadis PUPR, Topan Ginting, serta pengusaha rekanan proyek jalan.
APBD Sumut Tahun Anggaran 2025 sebelumnya telah disepakati bersama DPRD Sumut pada September 2024 dan mulai berlaku awal Januari. Namun hanya dalam lima bulan, Pemerintah Provinsi Sumut tercatat telah mengeluarkan Pergub berbeda untuk mengubah penjabaran anggaran.
Rinciannya sebagai berikut:
- Pergub No. 6/2025 (Perubahan I – Februari)
- Pergub No. 16/2025 (Perubahan III – Maret)
- Pergub No. 24/2025 (Perubahan V – April)
- Pergub No. 25/2025 (Perubahan VI – Mei)
Perubahan yang terlalu sering dalam waktu singkat ini menimbulkan tanda tanya besar, terutama karena tidak seluruh revisi dibahas bersama DPRD dalam rapat Badan Anggaran. Bahkan, sejumlah proyek bernilai ratusan miliar rupiah, seperti dua ruas jalan Sipiongot–Batas Labusel dan Hutaimbaru–Sipiongot, muncul dalam penjabaran anggaran tanpa pernah tercantum dalam dokumen KUA-PPAS maupun APBD murni.
Landasan Hukum Dipertanyakan
Menurut sumber resmi dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Provinsi Sumut, Pergub No. 25/2025 diterbitkan oleh Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) atas nama Gubernur. Meski legalitasnya sesuai prosedur administratif, sejumlah pihak mempertanyakan subtansi perubahan yang tertuang dalam pergub tersebut.
LSM seperti LIPPSU dan LP3SU menuding adanya “Tim Asistensi Tak Resmi” yang terlibat menyusun dan menggeser anggaran tanpa melibatkan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) secara sah. Proses ini dinilai tidak transparan dan sarat kepentingan tertentu.
“Kalau sudah enam kali berubah, di mana letak konsistensi perencanaan anggaran kita? Ini APBD atau simulasi keuangan proyek pribadi?” sindir seorang pengamat kebijakan anggaran dari Medan, Jum’at (1/8/2025)).
Terkait Kasus Suap Proyek Jalan
Terbitnya Pergub Nomor 25/2025 juga berdekatan dengan momen yang disorot publik: OTT KPK pada 27 Juni 2025 terhadap Topan Ginting dan sejumlah pejabat PUPR. KPK menduga proyek jalan senilai total Rp231,8 miliar yang dikerjakan tahun ini justru tidak berasal dari perencanaan awal, melainkan muncul melalui perubahan-perubahan anggaran belakangan, salah satunya melalui Pergub-Perubahan.
Dalam pemeriksaan terbaru, KPK mendalami dugaan bahwa sejumlah perubahan pos anggaran untuk proyek jalan dilakukan tanpa dasar perencanaan resmi. Pihak KPK juga telah menyita uang tunai Rp2,8 miliar dari rumah Kadis PUPR dan menelusuri dugaan aliran suap senilai hingga Rp46 miliar dari proyek-proyek yang “diatur” pemenang tendernya.
DPRD: Diberitahu Tapi Tak Pernah Dibahas
Ketua DPRD Sumut, Erni Sitorus, dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa DPRD hanya “diberitahu” mengenai adanya pergeseran anggaran. Namun pembahasan teknis dan persetujuan tidak pernah dilakukan secara resmi dalam forum Banggar (Badan Anggaran).
“Kami tidak dilibatkan secara utuh dalam proses perubahan itu. Padahal, seharusnya setiap perubahan struktur APBD dibahas bersama,” kata seorang anggota DPRD dari Komisi C, 24 Juli 2025 lalu.
Evaluasi Kementerian dan Desakan Transparansi
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan Umum turut memberi perhatian atas situasi ini. Evaluasi tengah dilakukan terhadap sejumlah regulasi yang menjadi dasar pelaksanaan proyek, termasuk perubahan-perubahan yang dilakukan melalui Pergub.
Publik dan kelompok sipil mendesak agar Pemprov membuka secara lengkap isi setiap Pergub perubahan, termasuk No. 25/2025, ke hadapan DPRD dan masyarakat. Transparansi ini dianggap penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap tata kelola anggaran di Sumut.
Dengan terbitnya Pergub Nomor 25 Tahun 2025 sebagai revisi keenam APBD dalam waktu kurang dari enam bulan, wajar jika publik bertanya: “Siapa yang sebenarnya mengatur anggaran Sumut?” Apakah semua revisi berdasarkan kebutuhan riil, atau ada agenda tersembunyi di balik gelontoran anggaran infrastruktur?
Polemik ini tampaknya belum akan reda dalam waktu dekat. Masyarakat kini menanti hasil penyidikan KPK dan langkah korektif dari pemerintah pusat untuk memastikan APBD tidak lagi menjadi alat permainan kuasa, tetapi benar-benar mencerminkan kebutuhan rakyat.
