BONA NEWS. Israel. Yerussalem. — Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, kembali memantik kontroversi global usai memimpin ibadah Yahudi secara terbuka di kompleks Masjid Al-Aqsa pada Minggu pagi, 3 Agustus 2025. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap status quo internasional yang telah lama diberlakukan di situs suci tersebut, dan langsung memicu gelombang kecaman dari berbagai negara dan organisasi dunia.

Dalam video yang tersebar di media sosial dan dikonfirmasi oleh sejumlah media internasional, Ben-Gvir terlihat memimpin sekelompok Yahudi ultra-nasionalis berdoa di area Al-Aqsa — yang oleh umat Yahudi dikenal sebagai Temple Mount. Aksi ini dilakukan bertepatan dengan peringatan Tisha B’Av, hari berkabung Yahudi untuk mengenang kehancuran dua Bait Suci, yang mempertegas dimensi simbolis dari langkah Ben-Gvir.

Pelanggaran terhadap Status Quo

Kompleks Al-Aqsa adalah situs suci bagi umat Islam dan dikelola oleh otoritas Waqf Islam di bawah pengawasan Yordania, berdasarkan perjanjian damai Israel-Yordania tahun 1994. Berdasarkan status quo, umat Yahudi diizinkan mengunjungi situs tersebut, namun tidak diperbolehkan berdoa di dalamnya.

Langkah Ben-Gvir pada 3 Agustus 2025 itu secara nyata melanggar konsensus tersebut. Ia bahkan mengeluarkan pernyataan publik pada hari yang sama, menyatakan:

“Itu adalah hak saya sebagai seorang Yahudi, dan sebagai Menteri Israel, untuk berdoa di tempat paling suci dalam Yudaisme.”
(Itamar Ben-Gvir, Minggu, 3 Agustus 2025)

Pernyataan ini disampaikan tak lama setelah ia meninggalkan kompleks, dalam siaran video yang dibagikan ke media dan saluran partai sayap kanan Otzma Yehudit.

Kecaman Internasional: 3–4 Agustus 2025

Respon dunia tak butuh waktu lama. Pada Minggu malam, 3 Agustus 2025, Kementerian Luar Negeri Yordania melalui juru bicara resminya menyebut kunjungan tersebut sebagai:

“Pelanggaran serius terhadap status quo dan bentuk provokasi terang-terangan terhadap umat Islam.”

Arab Saudi, dalam pernyataan resminya pada Senin, 4 Agustus 2025, menyebut tindakan itu sebagai:

“Eskalasi berbahaya yang dapat memicu ketegangan besar di kawasan. Komunitas internasional harus bertindak tegas untuk menghentikan pelanggaran terhadap situs suci Islam.”

Pernyataan serupa datang dari Uni Emirat Arab, Mesir, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Pada hari yang sama, Senin, 4 Agustus 2025, PBB melalui Kantor Koordinator Khusus untuk Proses Perdamaian Timur Tengah menyampaikan keprihatinannya:

“Tindakan oleh pejabat tinggi Israel di Al-Aqsa merupakan pelanggaran status quo yang telah disepakati secara internasional dan berpotensi memicu kekerasan horizontal di Yerusalem dan sekitarnya.”

Sementara itu, Uni Eropa, melalui Delegasi UE untuk Palestina, menyatakan:

“Kami sangat prihatin atas meningkatnya upaya mengubah status keagamaan di Yerusalem Timur dan menyerukan kepada Israel untuk mematuhi komitmen internasionalnya.”
(UE, 4 Agustus 2025)

Netanyahu Jaga Jarak

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tidak mengomentari langsung aksi Ben-Gvir. Namun pada 4 Agustus 2025, kantor PM mengeluarkan pernyataan singkat:

“Pemerintah tetap berkomitmen menjaga status quo keagamaan di tempat-tempat suci di Yerusalem.”

Pernyataan ini ditafsirkan sebagai upaya Netanyahu menjaga keseimbangan politik antara tekanan internasional dan tuntutan sayap kanan dalam koalisi pemerintahannya.

Ketegangan Tambahan di Tengah Perang Gaza

Kunjungan Ben-Gvir ke Al-Aqsa terjadi bersamaan dengan laporan tragedi kemanusiaan baru di Jalur Gaza. Pada 3 Agustus 2025, sedikitnya 33 warga Palestina dilaporkan tewas saat mengantre bantuan pangan di area yang diblokade oleh militer Israel. Laporan ini semakin memicu kemarahan dunia Arab dan internasional, serta memperburuk citra Israel di tengah konflik yang masih berlangsung.

Protes pecah di berbagai kota seperti Amman, Rabat, Istanbul, dan Jakarta, diikuti dengan pemanggilan duta besar Israel oleh beberapa negara Muslim.

Sejarah Panjang Ketegangan

Kompleks Masjid Al-Aqsa merupakan situs suci ketiga dalam Islam setelah Mekkah dan Madinah. Tempat ini juga dianggap paling suci dalam Yudaisme, karena diyakini sebagai lokasi Bait Suci pertama dan kedua yang hancur pada 586 SM dan 70 M.

Sejak Perang Enam Hari 1967, Israel menguasai wilayah tersebut, namun pengelolaan situs tetap diserahkan kepada Yordania. Ketegangan seputar akses dan ibadah di kompleks ini sudah lama menjadi pemicu kekerasan, termasuk meletusnya Intifada Kedua pada tahun 2000, yang diawali dengan kunjungan Ariel Sharon ke situs yang sama.

Itamar Ben-Gvir, yang dikenal sebagai tokoh ultra-nasionalis, telah beberapa kali mengunjungi Al-Aqsa sejak menjadi menteri. Namun kunjungan pada 3 Agustus 2025 ini menjadi yang paling kontroversial karena ia secara terbuka memimpin ibadah Yahudi di lokasi tersebut.

Langkah Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memimpin doa Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa pada 3 Agustus 2025 telah memicu kecaman luas dari dunia internasional, termasuk PBB, Yordania, Arab Saudi, dan Uni Eropa. Tindakan ini dipandang sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap status quo dan berpotensi memperburuk situasi keamanan di kawasan.

Masyarakat internasional menyerukan agar Israel menghormati kesepakatan yang telah ada dan menghindari tindakan sepihak yang dapat memicu konflik keagamaan dan politik lebih luas.