BONA NEWS. Sumatera Utara. Medan.  — Provinsi Sumatera Utara tengah menghadapi lonjakan kasus penyakit campak dan rubela secara signifikan sejak awal 2025. Berdasarkan data resmi Dinas Kesehatan Sumut, hingga 10 Juli 2025, sebanyak 1.191 kasus suspek campak telah tercatat, dengan 362 di antaranya terkonfirmasi positif campak dan 10 kasus positif rubela tersebar di 12 kabupaten/kota. Situasi ini menyebabkan pemerintah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) di sejumlah daerah.

12 Daerah KLB Campak di Sumut:

  1. Kota Medan
  2. Kabupaten Deli Serdang
  3. Kabupaten Langkat
  4. Kabupaten Serdang Bedagai
  5. Kota Tebing Tinggi
  6. Kabupaten Labuhanbatu Utara
  7. Kabupaten Simalungun
  8. Kabupaten Batu Bara
  9. Kota Pematangsiantar
  10. Kabupaten Tapanuli Selatan
  11. Kota Binjai
  12. Kabupaten Asahan

Peningkatan kasus ini memunculkan kekhawatiran serius mengingat penyakit campak dan rubela sangat menular dan bisa berdampak fatal, terutama pada anak-anak yang belum mendapat imunisasi lengkap.

Pusat Wabah: Medan dan Deli Serdang Tertinggi

Dari 12 daerah terdampak, Kota Medan mencatat kasus positif campak tertinggi dengan 159 kasus, disusul Kabupaten Deli Serdang sebanyak 101 kasus. Sementara itu, daerah lain seperti Langkat, Serdang Bedagai, dan Tebing Tinggi juga menunjukkan tren peningkatan.

Status KLB diberlakukan setelah kasus positif melampaui ambang epidemiologis nasional dan menunjukkan transmisi lokal yang meluas. Pemerintah daerah melalui dinas kesehatan masing-masing wilayah mulai memperkuat deteksi dini dan penanganan cepat melalui surveilans aktif dan pelacakan kontak erat.

Salah satu penyebab utama merebaknya kasus campak dan rubela adalah rendahnya cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) di kalangan bayi. Data Dinkes Sumut mencatat bahwa hingga akhir Juli 2025, cakupan IDL bayi usia 0–11 bulan hanya mencapai 21,6 persen. Angka ini jauh dari target nasional yang dipatok di atas 50 persen pada semester pertama 2025.

Padahal, imunisasi campak dan rubela (vaksin MR) merupakan bagian dari program imunisasi wajib yang diberikan secara gratis melalui Posyandu, Puskesmas, dan layanan kesehatan lainnya. Rendahnya partisipasi masyarakat menjadi tantangan tersendiri.

Menurut laporan internal Dinas Kesehatan Sumut, sekitar 56 persen dari pasien yang terkonfirmasi campak belum pernah menerima imunisasi MR. Hal ini menunjukkan lemahnya cakupan proteksi populasi terhadap penyakit yang sebenarnya dapat dicegah melalui vaksinasi.

Tanggapan Pemerintah: Program “Lemang” Diluncurkan

Sebagai respons cepat terhadap wabah, Dinas Kesehatan Provinsi Sumut meluncurkan program khusus bertajuk “LEMANG” (Lengkapi Imunisasi Seminggu) mulai pertengahan Juli 2025. Program ini menargetkan peningkatan cakupan imunisasi minimal 8 persen dalam waktu tujuh hari melalui vaksinasi massal di Posyandu, sekolah, dan Puskesmas.

“Program Lemang merupakan upaya percepatan untuk menjangkau anak-anak yang belum sempat diimunisasi, terutama di wilayah-wilayah yang masuk kategori risiko tinggi,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Sumut dalam konferensi pers di Medan, Kamis (17/7/2025).

Selain itu, dinas kesehatan kabupaten/kota juga diminta memperkuat edukasi masyarakat terkait pentingnya imunisasi dan melawan hoaks yang beredar mengenai bahaya vaksin.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan juga telah menginstruksikan pelaksanaan ORI (Outbreak Response Immunization) atau imunisasi tanggap wabah di daerah-daerah KLB. Program ini menyasar anak-anak usia 9 bulan hingga kurang dari 15 tahun yang belum mendapat vaksin MR lengkap.

Di Kota Medan sendiri, kegiatan ORI dilakukan bersamaan dengan program tahunan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang menyasar siswa kelas 1 hingga kelas 5 SD. Vaksin MR diberikan langsung oleh petugas kesehatan bekerja sama dengan pihak sekolah.

“Kami mempercepat vaksinasi MR melalui kerja sama lintas sektor, terutama dengan dinas pendidikan. Petugas kesehatan masuk ke sekolah-sekolah dengan target minimal 95% cakupan,” ungkap Kabid P2P Dinkes Medan dalam keterangannya, Sabtu (26/7/2025).

Hoaks dan Misinformasi Jadi Tantangan

Rendahnya cakupan vaksinasi di Sumut sebagian besar disebabkan oleh keraguan masyarakat terhadap keamanan dan kehalalan vaksin. Masih banyak orang tua yang termakan hoaks, seperti anggapan bahwa vaksin MR mengandung bahan haram atau dapat menimbulkan efek samping berat.

Padahal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan bahwa vaksin MR yang digunakan di Indonesia halal dan aman. Pemerintah dan organisasi masyarakat pun terus berupaya melakukan sosialisasi, termasuk menggandeng tokoh agama dan komunitas lokal untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap program imunisasi.

Apa Itu Campak dan Rubela?

Campak dan rubela adalah infeksi virus yang menular melalui saluran pernapasan. Campak (measles) biasanya diawali dengan demam tinggi, batuk, pilek, mata merah, lalu muncul ruam merah di seluruh tubuh. Bila tidak ditangani dengan baik, campak bisa menimbulkan komplikasi serius seperti radang paru-paru, diare berat, dan bahkan kematian.

Sementara rubela (campak Jerman) sering kali lebih ringan, tetapi berbahaya bagi ibu hamil, karena bisa menyebabkan keguguran atau cacat bawaan pada janin.

Pencegahan terbaik untuk kedua penyakit ini adalah melalui vaksin MR (Measles-Rubella), yang diberikan dua kali: saat anak berusia 9 bulan dan 18 bulan.

Pemerintah mengimbau masyarakat untuk segera memeriksa status imunisasi anak-anak dan mengikuti program imunisasi di fasilitas kesehatan terdekat. Jika terdapat gejala campak seperti demam tinggi dan ruam, masyarakat diminta untuk tidak mengabaikan dan segera membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit.

Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

  • Memastikan anak-anak telah mendapat dua dosis vaksin MR.
  • Menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasi rumah.
  • Menghindari kontak langsung dengan penderita campak/rubela.
  • Mengikuti informasi resmi dari Dinas Kesehatan dan tidak menyebarkan hoaks vaksin.

Wabah campak dan rubela yang kembali merebak di Sumatera Utara menunjukkan pentingnya menjaga imunisasi dasar sebagai perlindungan utama terhadap penyakit menular. Pemerintah telah bergerak cepat dengan meluncurkan program vaksinasi massal seperti Lemang dan ORI, namun keberhasilan program ini sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat.

Dengan cakupan vaksinasi yang masih rendah dan penyebaran penyakit yang cepat, Sumut saat ini berada di persimpangan antara keberhasilan pengendalian atau meluasnya wabah. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, dan warga sangat diperlukan untuk memutus rantai penularan dan melindungi generasi muda dari ancaman penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.