BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. – Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja turun ke jalan di Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (28/8/2025). Aksi besar-besaran ini semula direncanakan berlangsung di tiga titik utama, yakni Kantor Gubernur Sumatera Utara, Gedung DPRD Sumut, dan Markas Polda Sumut. Namun, setelah melalui koordinasi dengan aparat kepolisian serta pertimbangan teknis lapangan, massa akhirnya memusatkan konsentrasi demonstrasi mereka di depan Gedung DPRD Sumatera Utara di Jalan Imam Bonjol, Medan.
Langkah penyatuan lokasi ini dianggap sebagai strategi efektif untuk menjaga fokus tuntutan, sekaligus mengurangi potensi gesekan akibat pemecahan konsentrasi massa di banyak titik. Meski begitu, suasana aksi tetap berlangsung dengan meriah, penuh semangat, dan relatif kondusif. Ribuan buruh yang tergabung dalam berbagai federasi membawa spanduk, bendera serikat, dan pengeras suara untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Sejak pagi, sekitar pukul 10.30 WIB, massa buruh sudah mulai berkumpul di kawasan Istana Maimun, salah satu ikon kota Medan. Dari titik ini, mereka kemudian melakukan long march menuju Gedung DPRD Sumut. Jalanan dipenuhi dengan iring-iringan massa yang meneriakkan yel-yel perjuangan buruh, seperti “Tolak Outsourcing, Naikkan Upah, dan Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan!”.
Sesampainya di Jalan Imam Bonjol sekitar pukul 11.00 WIB, barisan buruh langsung menggelar aksi di depan gedung parlemen daerah itu. Aparat kepolisian yang berjaga telah menutup sebagian ruas jalan dan melakukan rekayasa lalu lintas agar demonstrasi tidak menimbulkan kemacetan parah di pusat kota.
Situasi aksi berlangsung cukup damai. Tidak tampak adanya insiden besar atau bentrokan. Polisi dan petugas Satpol PP menjaga perbatasan agar massa tidak masuk ke halaman kantor DPRD, sementara perwakilan serikat buruh bernegosiasi untuk dapat bertemu dengan anggota dewan.
Aksi buruh kali ini bukan sekadar ritual tahunan menjelang pembahasan upah minimum, melainkan juga bentuk konsolidasi gerakan pekerja dalam menghadapi persoalan yang mereka anggap semakin kompleks.
Ada beberapa poin utama yang menjadi sorotan dalam aksi di Medan:
- Penghapusan Sistem Outsourcing (HOSTUM – Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah)
Buruh menilai sistem outsourcing membuat pekerja tidak memiliki kepastian kerja, upah yang layak, maupun jaminan sosial yang memadai. Mereka mendesak pemerintah segera merevisi regulasi ketenagakerjaan agar buruh tidak lagi terjebak dalam pola kerja kontrak yang eksploitatif. - Kenaikan UMP dan UMK Sumut sebesar 10,5% untuk 2026
Tuntutan ini didasarkan pada inflasi, kenaikan harga kebutuhan pokok, serta tingginya biaya hidup di Medan dan sekitarnya. Para buruh menilai kenaikan upah minimum yang berlaku saat ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. - Program Perumahan Murah dan Layak bagi Buruh
Banyak buruh yang hingga kini belum memiliki hunian layak. Mereka mendesak pemerintah daerah menggulirkan program subsidi rumah khusus pekerja dengan bunga ringan dan cicilan terjangkau. - Stop PHK Massal dan Formalisasi Satgas PHK
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak dalam dua tahun terakhir membuat keresahan mendalam. Buruh meminta pemerintah membentuk satgas khusus untuk mengawasi dan mencegah PHK sepihak yang merugikan pekerja. - Reformasi Pajak Perburuhan
Tuntutan lain yang cukup detail adalah reformasi pajak, antara lain menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta per bulan, menghapus pajak atas pesangon, THR, dan JHT, serta menghilangkan diskriminasi pajak bagi pekerja perempuan menikah. - Dorongan Legislasi Baru
Buruh juga mendorong DPR RI dan pemerintah pusat segera mengesahkan RUU Ketenagakerjaan di luar skema Omnibus Law, RUU Perampasan Aset, serta revisi sistem Pemilu 2029 yang lebih berpihak pada rakyat pekerja.
Orasi demi orasi dilontarkan para pimpinan serikat di atas mobil komando. Mereka mengkritik tajam kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang dianggap lebih berpihak pada kepentingan pengusaha daripada pekerja.
Seorang orator dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut bahwa DPR dan kementerian ketenagakerjaan selama ini “lebih sibuk melayani elite politik ketimbang memperjuangkan nasib buruh.” Pernyataan tersebut disambut riuh teriakan massa yang kompak meneriakkan slogan “Hidup Buruh!”.
Selain itu, beberapa perwakilan buruh sempat menyinggung kinerja anggota DPRD Sumut. Menurut mereka, dewan daerah harus lebih aktif menyampaikan aspirasi ke pusat, bukan sekadar menerima keluhan tanpa tindak lanjut nyata.
Setelah berlangsung sekitar dua jam, sejumlah anggota DPRD Sumut menemui massa aksi di halaman gedung. Salah satunya adalah Abdul Rahim Siregar, anggota DPRD yang membidangi ketenagakerjaan.
Dalam pernyataannya, Abdul Rahim mengaku akan menampung semua aspirasi buruh dan membawanya ke rapat internal DPRD serta berkoordinasi dengan Gubernur Sumut Bobby Nasution. “Kami memahami keresahan saudara-saudara buruh. Tuntutan ini akan kami bawa dan sampaikan ke tingkat lebih tinggi,” ujarnya.
Meski begitu, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya meredakan kekecewaan massa. Sejumlah orator menegaskan bahwa buruh akan terus mengawal janji DPRD hingga ada realisasi nyata, khususnya dalam hal kenaikan upah dan penghentian praktik outsourcing.
Aksi unjuk rasa ini berdampak langsung pada arus lalu lintas di sekitar Jalan Imam Bonjol, Lapangan Benteng, dan Jalan Kapten Maulana Lubis. Polisi menutup sebagian ruas jalan dan mengalihkan kendaraan ke jalur alternatif. Kendati sempat menimbulkan kemacetan, situasi secara umum terkendali berkat pengaturan petugas di lapangan.
Selain itu, aksi buruh di Medan juga menjadi sorotan publik lantaran berlangsung serentak dengan demonstrasi buruh di berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar. Aksi serentak ini menegaskan bahwa isu ketenagakerjaan bukanlah persoalan lokal semata, melainkan bagian dari pergerakan nasional.
Demo buruh di Medan hari ini menambah daftar panjang aksi serupa yang hampir setiap tahun terjadi. Pertanyaannya, mengapa aksi ini seakan tidak pernah selesai?
Pertama, struktur ketenagakerjaan di Indonesia masih sangat timpang. Sistem outsourcing dan kontrak jangka pendek membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja. Kedua, regulasi upah minimum sering dianggap tidak realistis dibandingkan kebutuhan hidup riil pekerja. Ketiga, lemahnya perlindungan sosial, termasuk akses terhadap rumah layak dan jaminan kesejahteraan keluarga, semakin memperburuk situasi.
Selain itu, ketidakpuasan terhadap representasi politik turut memicu gerakan buruh mengambil jalan demonstrasi. Banyak pekerja merasa suara mereka tidak tersalurkan dalam proses legislasi, sehingga aksi massa dianggap sebagai satu-satunya cara untuk didengar.
Aksi demonstrasi buruh di Medan, yang awalnya direncanakan di tiga titik namun akhirnya difokuskan di depan Gedung DPRD Sumut, mencerminkan betapa kuatnya keresahan kelas pekerja terhadap kebijakan ketenagakerjaan saat ini. Dengan tuntutan mulai dari penghapusan outsourcing, kenaikan upah, perumahan murah, hingga reformasi pajak dan legislasi baru, buruh mengirim pesan jelas bahwa kesejahteraan pekerja harus menjadi prioritas pemerintah.
Meski aksi hari ini berlangsung damai dan mendapat respons dari DPRD, buruh menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti di sini. Jika tuntutan tidak diakomodasi, gelombang aksi serupa dipastikan akan terus bergulir di masa mendatang.
Di tengah situasi ekonomi yang menekan dan biaya hidup yang kian melambung, suara buruh Medan menjadi cermin bagi pemerintah bahwa kesejahteraan pekerja bukan sekadar angka dalam laporan statistik, melainkan hak dasar yang harus dipenuhi.
