BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara .– Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) melakukan langkah hukum besar dengan menggeledah enam lokasi di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Kamis (28/8/2025). Penggeledahan ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam penjualan aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I melalui kerja sama operasional dengan PT Nusa Dua Propertindo (NDP) dan PT Ciputra Land.
Tindakan tegas ini dilakukan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan indikasi perbuatan melawan hukum dalam alih fungsi lahan eks-Hak Guna Usaha (HGU) menjadi kawasan perumahan komersial. Kejati Sumut kemudian turun tangan untuk memperdalam penyidikan dengan target menelusuri bukti-bukti transaksi, perjanjian, dan dokumen pemasaran properti.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumut, Mochamad Jefry, memimpin langsung tim gabungan Pidsus dalam penggeledahan yang melibatkan puluhan penyidik. Enam titik yang disasar antara lain:
- Kantor PT Nusa Dua Propertindo (NDP) di Jalan Medan–Tanjung Morawa Km 55 beserta gudang arsip.
- Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, yang diduga menyimpan dokumen terkait perubahan status tanah dari HGU ke Hak Guna Bangunan (HGB).
- Kantor Direksi, Komisaris, dan Manajer PTPN I Regional I di Jalan Raya Medan–Tanjung Morawa Km 16, Deli Serdang.
- Kantor PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR) di Tanjung Morawa.
- Kantor PT DMKR Helvetia, Medan.
- Kantor PT DMKR Desa Sampali, Deli Serdang.
Dalam keterangannya, Mochamad Jefry menyebut penggeledahan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Geledah Kepala Kejati Sumut Nomor 08/L.2/Fd.2/08/2025 tertanggal 26 Agustus 2025 serta Surat Penetapan Izin Geledah Pengadilan Negeri Medan Nomor 5/Pen.Pid.Sus-TPK-GLD/2025/PN Mdn tertanggal 27 Agustus 2025.
“Penggeledahan ini merupakan rangkaian penyidikan tindak pidana korupsi terkait penjualan aset PTPN I. Kami mencari dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan peralihan aset dan pelaksanaan kerja sama operasional,” ujar Aspidsus Mochamad Jefry di sela kegiatan penggeledahan, Kamis (28/8/2025).
Dugaan Pelanggaran: 20 Persen Lahan Negara Hilang
Kasus ini berawal dari kerja sama operasional PTPN I dengan PT NDP yang menggandeng PT Ciputra Land dalam pembangunan kawasan perumahan modern, termasuk proyek Citraland di Medan Helvetia, Sampali, dan Tanjung Morawa.
Namun, dalam praktiknya ditemukan dugaan pelanggaran serius. PT NDP diduga tidak menyerahkan 20 persen lahan kepada negara sebagaimana diamanatkan Pasal 165 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 saat peralihan status tanah dari HGU ke HGB.
Penyidik menilai, kelalaian tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara yang signifikan, mengingat nilai tanah di lokasi tersebut mencapai triliunan rupiah karena telah dialihfungsikan menjadi kawasan hunian premium.
“Ada kewajiban hukum yang seharusnya dipenuhi, yakni penyerahan 20 persen lahan kepada negara. Fakta di lapangan menunjukkan kewajiban itu tidak dilaksanakan. Inilah yang sedang kami dalami,” kata Jefry.
Dugaan korupsi ini semakin menguat setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengeluarkan hasil audit atas pengelolaan proyek Kota Deli Megapolitan (KDM) oleh PTPN II, yang kini dilebur menjadi PTPN I Regional I, untuk periode 2021 hingga semester I 2023.
BPK menemukan sejumlah kejanggalan, antara lain:
- Tidak adanya Rencana Kerja Tahunan (RKT) sebagaimana diwajibkan dalam master cooperation agreement (MCA).
- Mitra usaha, dalam hal ini PT DMKR, tidak menyampaikan laporan berkala sebagai dasar perhitungan pendapatan.
- PTPN I tidak memiliki kendali penuh terhadap aset yang seharusnya menjadi sumber pemasukan BUMN.
Temuan BPK inilah yang kemudian menjadi dasar bagi Kejagung dan Kejati Sumut memperdalam proses hukum.
Sebelum penggeledahan berlangsung, pada 14 Agustus 2025, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam sejumlah organisasi menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejati Sumut. Mereka menuntut kejaksaan mengusut dugaan korupsi proyek infrastruktur di PTPN I Regional I senilai sekitar Rp17 miliar.
Aksi ini mencerminkan tingginya perhatian publik terhadap pengelolaan aset perkebunan di Sumut, terutama karena lahan PTPN memiliki sejarah panjang sebagai aset negara yang semestinya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Menurut Aspidsus Mochamad Jefry, tim penyidik saat ini masih melakukan penyitaan terhadap berbagai dokumen hasil penggeledahan. Dokumen-dokumen tersebut akan dianalisis untuk memastikan alur transaksi dan tanggung jawab para pihak yang terlibat.
“Penyidikan belum sampai pada penetapan tersangka. Fokus kami saat ini adalah mengamankan bukti-bukti berupa dokumen kerja sama, dokumen penjualan, arsip pertanahan, serta dokumen pemasaran perumahan. Semua ini akan menjadi dasar untuk langkah selanjutnya,” jelas Jefry.
Ia menambahkan, penghitungan kerugian negara juga akan dilakukan dengan melibatkan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kasus dugaan korupsi penjualan aset PTPN I ini menjadi sorotan nasional karena menyangkut aset negara dengan nilai sangat besar. Jika benar terjadi pelanggaran kewajiban penyerahan lahan kepada negara, maka kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah.
Selain itu, kasus ini juga menyangkut kredibilitas BUMN perkebunan dalam mengelola aset. PTPN selama ini diharapkan menjadi salah satu motor penggerak ekonomi Sumatera Utara. Penyimpangan dalam pengelolaan aset berpotensi merugikan keuangan negara sekaligus meruntuhkan kepercayaan publik.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pejabat PTPN I maupun pihak PT NDP dan PT Ciputra Land yang memberikan pernyataan resmi terkait penggeledahan tersebut. Tim redaksi masih berupaya menghubungi pihak terkait untuk memperoleh klarifikasi.
Sementara itu, pihak Kejati Sumut menegaskan bahwa penyidikan akan dilakukan secara transparan dan profesional. “Kami bekerja berdasarkan hukum. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Semua pihak yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum pasti akan dimintai pertanggungjawaban,” tegas Jefry.
Penggeledahan yang dilakukan Kejati Sumut pada 28 Agustus 2025 menandai langkah maju dalam pengusutan dugaan korupsi aset PTPN I. Dengan dasar hukum yang jelas dan bukti awal yang kuat, penyidik berkomitmen menuntaskan perkara yang berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Kasus ini juga menjadi momentum penting untuk memastikan bahwa aset negara, khususnya lahan eks-PTPN, tidak lagi dikelola secara serampangan atau disalahgunakan untuk kepentingan kelompok tertentu. Transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan kepada kepentingan publik harus menjadi pilar utama dalam pengelolaan kekayaan negara.
