BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. — Pemerintah Kota (Pemko) Medan kembali menegaskan komitmennya dalam menyelesaikan persoalan lahan di Kawasan Industri Medan (KIM), khususnya pada kavling 7 dan 8 di Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli. Persoalan yang sudah berlarut sejak lama ini ditangani dengan langkah koordinatif, melibatkan lintas lembaga, serta mengedepankan pendekatan humanis kepada warga yang masih bertahan di lokasi.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kota Medan, M. Sofyan, menekankan hal ini dalam rapat koordinasi yang digelar di Balai Kota Medan pada 28 Agustus 2025. Menurutnya, Pemko Medan tidak ingin persoalan sengketa lahan tersebut menimbulkan gesekan sosial yang berlarut-larut.
“Kita ingin semua pihak menempuh jalan penyelesaian secara persuasif dan humanis. Jangan sampai ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi demi kepentingan pribadi. Camat dan lurah harus turun langsung untuk memastikan situasi tetap kondusif,” ujar Sofyan.
Sejak tahun 2023, Pemko Medan bersama PT Kawasan Industri Medan (Persero) sudah melakukan serangkaian sosialisasi kepada masyarakat yang bermukim di lahan tersebut. Sebagian warga telah meninggalkan lokasi secara sukarela setelah menerima sosialisasi, namun masih ada sejumlah warga yang memilih bertahan.
Pemko menegaskan, pendekatan yang dilakukan tidak boleh bersifat memaksa. “Kita harus terus mengedepankan komunikasi. Jangan ada tindakan represif. Jika ada warga yang masih keberatan, kita fasilitasi dialog,” tambah Sofyan.
Langkah ini sejalan dengan arahan Wali Kota Medan Rico Waas, yang sejak awal menekankan bahwa penyelesaian sengketa lahan harus memperhatikan aspek sosial dan kemanusiaan. Pemko tidak ingin penyelesaian masalah lahan justru menimbulkan luka sosial baru di tengah masyarakat.
Langkah koordinatif Pemko Medan juga tercermin dari keterlibatan legislatif. Pada 15 Juli 2025, Komisi IV DPRD Kota Medan melakukan kunjungan lapangan dan menggelar rapat dengan warga Lorong Jaya, pihak PT KIM, serta perangkat wilayah seperti camat, lurah, Danramil, Satpol PP, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman, dan pertanahan.
Dalam rapat itu, DPRD menggali kronologi kepemilikan lahan, penjelasan proses pemagaran yang dilakukan PT KIM, serta perkembangan gugatan hukum yang masih berlangsung. Ketua Komisi IV DPRD Kota Medan menegaskan, lembaganya berperan sebagai fasilitator agar komunikasi antara warga, Pemko, dan PT KIM tidak terputus.
Status Hukum: Gugatan MHAD Ditolak, Belum Final
Sengketa lahan KIM juga bergulir di ranah hukum. Masyarakat Hukum Adat Deli (MHAD) pernah mengajukan gugatan terhadap PT KIM di Pengadilan Negeri Medan. Namun pada 25 Maret 2025, majelis hakim memutuskan gugatan tersebut dengan status niet ontvankelijk verklaard (NO), atau tidak dapat diterima.
Keputusan itu bukan berarti perkara selesai, sebab MHAD masih memiliki hak untuk mengajukan gugatan kembali. Status ini membuat kondisi lahan belum inkracht (berkekuatan hukum tetap).
Meski demikian, PT KIM telah memasang spanduk kepemilikan di lahan tersebut setelah putusan PN Medan. Langkah itu menuai keberatan dari MHAD, yang menilai tindakan tersebut terlalu dini dan berpotensi memicu keresahan warga.
“Keputusan PN Medan belum final. Masih ada ruang hukum yang bisa ditempuh. Kami minta PT KIM menahan diri,” ungkap salah satu perwakilan MHAD saat menyampaikan sikapnya di Medan pada April 2025.
Dalam situasi yang kompleks itu, Pemko Medan berupaya menjadi penengah. Pemerintah kota menilai bahwa langkah hukum tetap harus dihormati, namun aspek sosial di lapangan juga tidak boleh diabaikan. Karena itu, koordinasi dilakukan lintas sektor: mulai dari kecamatan, kelurahan, aparat TNI/Polri, hingga DPRD Kota Medan.
Sofyan menegaskan bahwa Pemko berkomitmen menjaga kondusivitas wilayah. “Medan harus tetap damai. Jangan ada konflik horizontal. Kita akan terus jembatani komunikasi antara masyarakat, PT KIM, dan pihak-pihak terkait,” katanya.
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian lahan sudah dipagari oleh PT KIM. Sejumlah keluarga telah memilih pindah setelah mendapat pemahaman dari pihak pemerintah. Namun masih ada warga yang bertahan dengan alasan belum ada kejelasan ganti rugi dan masih menunggu proses hukum.
Situasi ini membuat aparat wilayah seperti camat dan lurah harus ekstra hati-hati. Mereka diminta melakukan pendekatan dari rumah ke rumah, memberi pemahaman secara langsung, serta melibatkan tokoh masyarakat dan agama agar penyelesaian bisa lebih diterima.
“Pendekatan personal jauh lebih efektif dibandingkan perintah dari atas. Kalau warga merasa didengar, mereka lebih mudah menerima penjelasan,” ujar Camat Medan Deli dalam salah satu pertemuan internal pada Juli lalu.
Pemko Medan berencana membentuk tim koordinatif yang melibatkan unsur pemerintah kota, DPRD, aparat hukum, serta perwakilan warga dan PT KIM. Tim ini bertugas merumuskan langkah-langkah teknis, mulai dari penyelesaian administratif hingga penanganan sosial bagi warga terdampak.
Selain itu, Pemko juga akan menggandeng lembaga mediasi independen untuk menjembatani komunikasi. Harapannya, penyelesaian sengketa tidak lagi berlarut-larut dan ada kepastian baik bagi PT KIM sebagai pengelola kawasan industri maupun bagi masyarakat yang selama ini bermukim di area tersebut.
Sebagai informasi, Kawasan Industri Medan (KIM) adalah salah satu kawasan industri terbesar di Sumatera Utara. Keberadaan lahan yang terkelola baik sangat penting untuk mendukung investasi, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Namun di sisi lain, keberadaan masyarakat yang sudah lama bermukim di lahan tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena itu, Pemko Medan menekankan perlunya keseimbangan antara kepastian hukum bagi investor dan perlindungan sosial bagi masyarakat.
Penyelesaian sengketa lahan KIM menunjukkan bahwa masalah pertanahan bukan sekadar soal hukum kepemilikan, tetapi juga menyangkut aspek sosial, ekonomi, dan kemanusiaan. Pemko Medan berusaha memainkan peran sebagai penengah, dengan menekankan pendekatan humanis dan koordinatif lintas sektor.
Langkah persuasif yang ditempuh sejak 2023 mulai menunjukkan hasil, meski masih ada warga yang bertahan. Dengan adanya dukungan DPRD, keterlibatan aparat wilayah, serta proses hukum yang tetap berjalan, Pemko optimistis persoalan ini dapat dituntaskan secara damai.
“Medan harus tetap kondusif. Kita ingin ada kepastian bagi semua pihak tanpa harus menimbulkan konflik,” tutup M. Sofyan dalam rapat 28 Agustus 2025.
