BONA NEWS. Jakarta.  — Rumah Tahanan (Rutan) milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengalami kelebihan kapasitas. Lonjakan jumlah tahanan dalam beberapa pekan terakhir membuat dua rutan KPK—yang masing-masing berada di Gedung Merah Putih cabang K4 dan Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi cabang C1—tak lagi mampu menampung sesuai kapasitas ideal.

Berdasarkan data resmi, kapasitas maksimum kedua rutan KPK hanya 51 orang. Namun, hingga akhir Agustus 2025 jumlah tahanan mencapai 57 orang. Dengan demikian, terdapat kelebihan sekitar enam tahanan. Situasi ini membuat KPK harus mencari langkah cepat agar hak-hak tahanan tetap terpenuhi dan standar penahanan tetap terjaga.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, pada 28 Agustus 2025 menjelaskan bahwa lembaganya memutuskan untuk memanfaatkan ruang isolasi sebagai alternatif penempatan tahanan baru. “Rutan KPK sudah penuh, sehingga sementara waktu beberapa tahanan ditempatkan di ruang isolasi. Namun, kami pastikan semua hak dasar mereka tetap terpenuhi,” ujarnya, Kamis (28/8/2025).

Langkah darurat ini dilakukan agar proses penegakan hukum tidak terganggu meskipun fasilitas yang tersedia terbatas. Menurut Tessa, KPK juga tengah mengkaji opsi penitipan tahanan ke lembaga lain sebagai bagian dari solusi jangka pendek. “Kami tentu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain jika ada kebutuhan penitipan tahanan,” imbuhnya.

Faktor Penyebab: Lonjakan OTT dan Penindakan Kasus

Kondisi kelebihan kapasitas ini bukan datang tanpa sebab. Dalam beberapa bulan terakhir, KPK meningkatkan intensitas operasi tangkap tangan (OTT) di berbagai daerah. OTT terhadap pejabat daerah, kepala lembaga, hingga pejabat kementerian menambah jumlah tersangka yang harus dititipkan di rutan.

Menurut laporan BeritaSatu (29/8/2025), mayoritas tahanan yang mengisi rutan KPK berasal dari kasus korupsi proyek infrastruktur dan suap jabatan. Situasi ini mempertegas tantangan lembaga antirasuah dalam mengelola fasilitas penahanan yang terbatas, di tengah meningkatnya ekspektasi publik terhadap kinerja penindakan.

Sejak awal berdiri, rutan KPK memang dikenal tidak memiliki daya tampung besar. Berbeda dengan rumah tahanan di bawah Kementerian Hukum dan HAM yang dapat menampung ratusan orang, rutan KPK dirancang untuk menampung puluhan tahanan saja.

Hal ini ditegaskan oleh Kepala Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih, Slamet Hidayat, bahwa kapasitas yang tersedia memang tidak sebanding dengan kebutuhan saat ini. “Kapasitas ideal hanya 51 orang. Kalau sudah lebih dari itu, maka fungsi ruang menjadi terbatas, sehingga harus ada langkah darurat,” ujarnya saat dikonfirmasi media, Jum’at (29/8/2025).

Untuk mengatasi situasi penuh ini, KPK menjajaki kerjasama penitipan tahanan dengan aparat penegak hukum lain. Hal ini memungkinkan tersangka kasus korupsi ditahan sementara di rutan milik kepolisian atau lembaga lain, sembari menunggu penyelesaian proses hukum.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan, “Jika dalam waktu dekat jumlah tahanan terus bertambah, penitipan ke rutan lembaga lain adalah pilihan yang realistis. Yang terpenting, hak-hak dasar mereka tetap terpenuhi,” ucapnya.

Meski berada di ruang isolasi, KPK memastikan tidak ada hak tahanan yang dikurangi. Para tahanan tetap diberikan akses kesehatan, kunjungan keluarga sesuai prosedur, dan fasilitas dasar lain.

Menurut Slamet Hidayat, standar penahanan di KPK tetap mengikuti regulasi yang berlaku. “Meskipun kapasitas penuh, kami tetap menjamin hak-hak tahanan. Tidak boleh ada perlakuan diskriminatif,” katanya.

KPK juga menegaskan bahwa ruang isolasi hanya dijadikan tempat tambahan sementara, bukan sebagai bentuk hukuman. “Ini murni karena kondisi penuh. Bukan sanksi, bukan pula pembatasan. Semuanya tetap dalam kerangka aturan yang berlaku,” tambah Slamet.

Kondisi penuh ini sempat menimbulkan kekhawatiran publik bahwa kinerja penindakan KPK bisa terganggu. Namun, KPK menegaskan bahwa proses pemberantasan korupsi tidak akan berhenti hanya karena keterbatasan rutan.

“Pemberantasan korupsi tetap berjalan. Kondisi rutan penuh tidak akan menghambat penindakan,” tegas Tessa Mahardhika.

Pernyataan tersebut sekaligus menjawab keraguan bahwa kondisi fisik fasilitas bisa memperlambat upaya hukum. Sebab, menurut KPK, penahanan hanyalah satu aspek dari keseluruhan proses hukum yang lebih besar.

Kondisi ini kembali memunculkan perdebatan soal perlunya KPK memperluas kapasitas rumah tahanan atau bahkan membangun rutan baru. Sejumlah pengamat hukum menilai bahwa peningkatan kapasitas sudah mendesak, mengingat tren kasus korupsi tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan.

Pengamat hukum Universitas Indonesia, Dr. Andi Prasetyo, pada Jum’at 29 Agustus 2025 menyatakan bahwa KPK harus mempertimbangkan pembangunan fasilitas rutan tambahan. “Kelebihan kapasitas ini bukan sekadar soal teknis. Ini menyangkut kredibilitas lembaga. Kalau tahanan dititipkan ke lembaga lain, ada risiko koordinasi dan keamanan,” ujarnya.

Menurut Andi, solusi jangka pendek seperti penitipan memang diperlukan, tetapi tanpa rencana jangka panjang masalah serupa akan terus terulang.

Publik menyoroti kondisi ini sebagai cerminan betapa seriusnya masalah korupsi di Indonesia. Banyak pihak menilai bahwa semakin banyaknya tahanan korupsi menunjukkan keseriusan KPK dalam menindak pelaku. Namun, di sisi lain, kondisi penuh juga menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan infrastruktur.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil meminta KPK agar transparan dalam menyampaikan data jumlah tahanan. Transparansi dianggap penting agar publik memahami tantangan nyata yang dihadapi lembaga antirasuah.

Situasi over kapasitas rutan KPK pada akhir Agustus 2025 menunjukkan bahwa penindakan korupsi tidak bisa dilepaskan dari kesiapan infrastruktur penahanan. Dengan kapasitas ideal hanya 51 orang, KPK kini harus menampung 57 tahanan, sehingga enam orang ditempatkan di ruang isolasi.

Meski demikian, KPK menegaskan bahwa hak-hak dasar tahanan tetap terjamin dan pemberantasan korupsi tetap berjalan. Koordinasi dengan aparat penegak hukum lain untuk penitipan tahanan menjadi opsi realistis jangka pendek, sementara wacana pembangunan rutan baru dinilai sebagai solusi jangka panjang.

Seperti disampaikan Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, pada 28 Agustus 2025, “Kondisi penuh ini tidak akan menghambat penindakan. KPK tetap berkomitmen menjalankan tugasnya memberantas korupsi.”