BONA NEWS. Beijing, Tiongkok. – Presiden Republik Indonesia (RI)  Prabowo Subianto akhirnya menunaikan undangan resmi Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk menghadiri perayaan 80 Tahun Kemenangan Perlawanan Rakyat Tiongkok di Beijing. Walaupun kunjungan itu hanya berlangsung singkat, kurang dari delapan jam, momen tersebut menyedot perhatian publik karena terjadi di tengah situasi politik domestik Indonesia yang memanas.

Kehadiran Presiden Prabowo di Beijing, meskipun hanya sebentar, dinilai sarat makna diplomatik. Indonesia menunjukkan bahwa meski dilanda gejolak di dalam negeri, pemerintah tetap menjaga komitmen internasionalnya, khususnya dengan Tiongkok sebagai salah satu mitra strategis utama.

Pesawat kepresidenan mendarat di Bandara Internasional Beijing pada pagi hari. Dari bandara, Presiden langsung menuju lokasi parade militer memperingati kemenangan Tiongkok atas pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II. Acara tersebut merupakan salah satu perayaan paling penting dalam kalender politik Beijing, dan hanya segelintir kepala negara yang mendapat undangan resmi untuk duduk di barisan kehormatan.

Presiden RI ditempatkan di kursi utama bersama Presiden Xi Jinping serta beberapa pemimpin negara sahabat. Posisi ini dipandang sebagai simbol penghormatan terhadap Indonesia. Seusai acara, Presiden RI menggelar pertemuan bilateral dengan Xi Jinping dan Vladimir Putin. Pembicaraan berfokus pada kelanjutan kerja sama investasi, energi, hingga pertahanan.

Tak lama berselang, Presiden RI kembali ke bandara untuk pulang ke Jakarta. Total kunjungan hanya memakan waktu kurang dari delapan jam, menjadikannya salah satu lawatan diplomatik terpendek yang pernah dilakukan seorang Presiden Indonesia.

Kunjungan ini sebenarnya sempat dibatalkan pada 31 Agustus 2025. Saat itu, Indonesia diguncang gelombang protes besar yang menuntut transparansi pemerintahan dan penanganan isu ekonomi. Kondisi yang tidak stabil membuat agenda ke Beijing ditunda.

Pemerintah Tiongkok kala itu menyatakan memahami keputusan Indonesia. Namun, dalam perkembangannya, tekanan diplomatik untuk tetap hadir cukup kuat. Beijing menganggap kehadiran langsung Presiden RI penting, baik dari sisi simbolik maupun strategis.

Akhirnya, setelah situasi relatif terkendali, Prabowo memutuskan tetap berangkat, meski dengan waktu sangat terbatas. Langkah ini menunjukkan bahwa diplomasi tingkat tinggi tidak bisa diabaikan di tengah tekanan politik domestik.

Kehadiran Presiden RI di Beijing dinilai sebagai sinyal bahwa Indonesia masih memprioritaskan hubungannya dengan Tiongkok. Para analis menilai, duduknya Prabowo di kursi utama bersama Xi Jinping menandakan posisi strategis Indonesia di mata Beijing.

“Simbol itu penting. Meski hanya sebentar, undangan kehormatan menunjukkan bahwa Indonesia dipandang sebagai mitra kunci,” ujar seorang pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia.

Selain itu, pertemuan dengan Vladimir Putin di sela acara juga menambah dimensi geopolitik. Dalam konteks global, Tiongkok dan Rusia tengah memperkuat aliansi mereka, dan kehadiran Indonesia membuka peluang bagi kerja sama trilateral, terutama di bidang energi dan investasi infrastruktur.

Bagi pemerintah Indonesia, kunjungan ini adalah ujian kepemimpinan. Presiden Prabowo harus menyeimbangkan kebutuhan untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri dengan kepentingan diplomasi luar negeri.

Keputusan untuk berangkat ke Beijing, meski hanya sebentar, mencerminkan strategi diplomasi yang fleksibel. Dengan hadir, Prabowo menghindari kesan bahwa Indonesia mengabaikan undangan penting dari salah satu mitra terbesar. Namun, dengan kembali di hari yang sama, ia tetap memberi sinyal bahwa fokus utamanya adalah menyelesaikan persoalan dalam negeri.

Tiongkok merupakan salah satu investor terbesar di Indonesia, khususnya di sektor infrastruktur, energi, dan teknologi. Dalam pertemuan bilateral, isu-isu terkait investasi berkelanjutan menjadi pembahasan utama.

Menurut sumber diplomatik, Beijing menegaskan komitmennya untuk tetap melanjutkan proyek-proyek besar di Indonesia, termasuk kerja sama dalam pengembangan energi terbarukan dan infrastruktur transportasi. Indonesia di sisi lain berharap adanya tambahan investasi untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang tengah melambat akibat gejolak politik.

Pertemuan singkat itu juga disebut membuka pintu bagi kerja sama baru di bidang pertahanan dan keamanan, meski pemerintah belum merinci secara detail.

Meski secara diplomatik langkah ini dianggap strategis, tidak sedikit kritik muncul di dalam negeri. Beberapa kalangan menilai Presiden seharusnya lebih fokus menangani situasi politik dan ekonomi yang sedang bergolak.

Namun, pendukung pemerintah berargumen bahwa kehadiran di Beijing justru penting untuk menjaga stabilitas eksternal. “Diplomasi tidak bisa berhenti hanya karena ada gejolak. Justru dengan hubungan internasional yang kuat, kita bisa mendapatkan dukungan untuk menghadapi tantangan dalam negeri,” ujar seorang anggota DPR dari koalisi pemerintah