BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. – Lampu neon berkelip, musik menghentak, dan riuh tawa pengunjung malam itu seolah menggambarkan wajah hiburan malam di pusat kota Medan. Namun di balik pintu kedap suara sebuah ruang karaoke, cerita lain terungkap: kisah tentang ekstasi, peredaran narkotika, dan sepasang suami-istri yang kini diburu polisi.
Mereka adalah Ardinal alias Doni (43) dan Herina Manurung (40), pemilik Dragon KTV. Dari balik bisnis hiburan yang tampak legal, keduanya diduga menjadi otak jaringan distribusi ekstasi. Status mereka kini resmi Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Sumut.
Awal Terbongkarnya Jaringan
Tanggal 23 Mei 2025 menjadi titik balik. Malam itu, polisi melakukan operasi penyamaran di ruang 206 Dragon KTV. Dua nama ditangkap: Ridho Gunawan alias Ridho dan Zulham alias Zul. Dari tangan Ridho, petugas menyita delapan butir ekstasi yang baru saja berpindah tangan.
Namun, kejutan lebih besar menunggu. Dari pengembangan kasus, ditemukan 697 butir ekstasi dengan berbagai merek di loker milik Ridho. Jumlah yang fantastis untuk sebuah operasi hiburan malam, cukup untuk mengungkap bahwa jaringan ini bergerak lebih terorganisir dari yang dibayangkan.
Dalam interogasi, benang merah mengarah pada Ardinal dan Herina. Kedua nama ini disebut-sebut bukan hanya pemasok, tapi juga pengendali alur distribusi. Dari masuknya barang, perputaran penjualan, hingga pengaturan keuntungan—semuanya diduga berada di bawah kendali pasangan tersebut.
Polisi lalu bertindak cepat. 2 September 2025, Polda Sumut resmi menetapkan keduanya sebagai DPO, dengan surat bernomor DPO/16/VIII/RES.4.2/2025 untuk Ardinal dan DPO/17/VIII/RES.4.2/2025 untuk Herina.
“Pasangan ini adalah pengendali. Kami imbau agar segera menyerahkan diri,” tegas Kombes Jean Calvijn Simanjuntak, Direktur Reserse Narkoba Polda Sumut, Kamis (4/9/2025).
Informasi terakhir menyebut pasangan ini berdomisili di Jalan Jermal VII, Medan Denai. Namun, hingga kini keberadaan mereka masih misterius. Jejaknya seakan hilang di balik gemerlap kota, meninggalkan pertanyaan besar: sejauh mana jaringan ini beroperasi, dan siapa saja yang sebenarnya terlibat?
Kasus Dragon KTV bukan sekadar soal narkotika. Ia memperlihatkan bagaimana bisnis hiburan malam bisa menjadi tirai bagi aktivitas ilegal yang rapi tersamarkan. Bagi pengunjung, Dragon KTV hanyalah tempat bernyanyi dan melepas penat. Tapi bagi aparat, tempat itu kini menjadi simbol bagaimana narkoba menyusup dalam denyut kehidupan kota.
Publik menanti akhir dari perburuan ini. Apakah Ardinal dan Herina akan segera tertangkap? Ataukah kisah ini akan melebar, membuka nama-nama lain yang ikut bermain di balik layar?
Satu hal yang pasti: gemerlap lampu Dragon KTV kini redup, digantikan sorotan publik terhadap pasangan buronan yang “hilang” di balik gemerlap hiburan malam Medan.
