BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. — Publik Medan khususnya jurnalis diguncang kabar duka. Seorang wartawan media online, Nico Saragih, ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di Jalan PWS, Kecamatan Medan Petisah, Jum’at (6/9/2025)). Luka di kepala dan tangan menimbulkan tanda tanya besar. Meski ada keterangan bahwa ia terjatuh, keluarga menyebut luka-luka tersebut tidak wajar. Namun sayangnya, autopsi ditolak pihak keluarga, sehingga kebenaran ilmiah penyebab kematian tertutup.
Kasus ini bukan sekadar tragedi pribadi. Ia adalah alarm keras bagi dunia pers di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara. Wartawan adalah mata dan telinga publik. Ketika seorang jurnalis meninggal dalam kondisi misterius, hal itu bukan hanya menyangkut keluarga korban, tetapi juga menyangkut hak masyarakat atas informasi yang benar dan transparan.
Kematian Nico harus dipandang serius. Polisi memang sudah memeriksa saksi dan rekaman CCTV, tetapi tanpa autopsi, proses penyelidikan rawan kehilangan bukti penting. Aparat penegak hukum harus memastikan kasus ini diusut secara transparan dan independen, bukan sekadar formalitas.
Konstitusi dan Undang-Undang Pers telah jelas menegaskan bahwa jurnalis dilindungi dalam menjalankan tugasnya. Lebih jauh, PBB melalui resolusi Dewan HAM menyatakan bahwa negara wajib melindungi wartawan dari segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan ancaman.
Ibunda korban, pada 6 September 2025, menyatakan kecurigaannya terhadap kematian anaknya.
“Banyak luka di kepala, tangan, dan kaki Nico. Kalau hanya jatuh di kamar mandi, tidak mungkin separah itu,” ucapnya dengan suara bergetar.
Sementara itu, LBH Medan menegaskan perlunya penyelidikan yang transparan.
“Kematian seorang jurnalis tidak boleh dianggap sepele. Polisi wajib mengusut secara tuntas dan terbuka. Kekerasan terhadap pers adalah pelanggaran serius terhadap demokrasi,” ujar Direktur LBH Medan, Minggu (7/9/2025).
Dari pihak kepolisian, Kapolsek Medan Baru pada 6 September 2025 menyampaikan perkembangan penyelidikan.
“Kami sudah memeriksa empat orang saksi, termasuk pacar korban dan pemilik kos, serta mengamankan rekaman CCTV. Penyelidikan masih berlanjut,” jelasnya.
Meninggalnya seorang wartawan bukan sekadar berita kriminal. Ia adalah tamparan terhadap demokrasi. Pers adalah pilar keempat negara, penyeimbang kekuasaan. Jika jurnalis tidak aman, siapa yang akan mengawasi pemerintah? Siapa yang akan menyuarakan kepentingan rakyat kecil?
Masyarakat sipil, organisasi pers, hingga pemerintah pusat harus bersatu. Kasus Nico harus jadi momentum untuk memperkuat perlindungan jurnalis. Jangan ada lagi jurnalis yang tumbang tanpa kepastian hukum, tanpa keadilan, tanpa kebenaran.
Kematian Nico Saragih adalah duka yang mendalam, tapi jangan sampai ia hanya dikenang sebagai berita sesaat. Ia harus menjadi titik balik: bahwa wartawan di negeri ini berhak bekerja dengan aman, dilindungi, dan dihargai.
Kita berhutang pada Nico dan seluruh jurnalis yang telah mempertaruhkan hidup demi kebenaran: agar suara pers tetap hidup, agar demokrasi tidak redup.
