BONA NEWS. Kathmandu, Nepal. – Situasi politik dan sosial di Nepal kian memanas setelah gelombang protes besar-besaran mengguncang ibu kota Kathmandu. Pemerintah Indonesia memastikan sebanyak 18 Warga Negara Indonesia (WNI) berhasil dievakuasi dari Nepal, sementara 134 WNI lain dilaporkan dalam kondisi aman.

Kementerian Luar Negeri RI menegaskan, evakuasi dilakukan menyusul kerusuhan yang dipicu oleh kebijakan pemerintah Nepal yang membatasi akses media sosial. Kebijakan itu memicu kemarahan publik, terutama kalangan muda generasi Z, yang menilai langkah pemerintah sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat.

Unjuk rasa meluas di sejumlah kota besar sejak awal pekan. Ribuan demonstran turun ke jalan menuntut reformasi politik dan mengkritik gaya hidup mewah para elit yang kontras dengan kesulitan rakyat.

“Generasi muda menjadi motor utama protes ini. Mereka menolak ketidakadilan dan berani menyasar simbol kemewahan seperti hotel-hotel berbintang,” tulis laporan Sindonews Internasional (12/9/2025).

Kerusuhan sempat membuat pemerintah Nepal menutup Bandara Internasional Tribhuvan selama dua hari dan memberlakukan jam malam ketat di beberapa wilayah. Kondisi ini menimbulkan kepanikan di kalangan warga asing dan pelancong yang terjebak di Kathmandu.

Kementerian Luar Negeri RI melalui Kedutaan Besar RI di New Delhi (yang juga membawahi Nepal) langsung mengaktifkan tim siaga darurat. Evakuasi pertama dilakukan terhadap 18 WNI yang sedang berada di Kathmandu. Mereka diterbangkan ke Jakarta melalui Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis malam (11/9/2025).

“Keselamatan WNI adalah prioritas utama. Kami terus memantau situasi dan berkoordinasi dengan otoritas setempat,” kata Juru Bicara Kemlu RI dalam keterangan tertulis.

Selain 18 orang tersebut, sekitar 134 WNI lainnya masih berada di Nepal namun dipastikan dalam keadaan aman. Pemerintah membuka hotline khusus untuk keluarga di Indonesia yang ingin mendapatkan informasi terkait kerabat mereka.

Respons Internasional

Nepal bukan hanya menjadi perhatian Indonesia. Sejumlah negara lain seperti India, Amerika Serikat, dan negara-negara Uni Eropa juga mengevakuasi warganya. India bahkan mengerahkan pesawat militer untuk memulangkan ratusan warga dari Kathmandu.

Organisasi internasional menyerukan pemerintah Nepal segera membuka ruang dialog dengan kelompok masyarakat sipil. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan bahwa pembatasan media sosial justru bisa memperburuk situasi dan memicu ketegangan baru.

Nepal, negara berpenduduk sekitar 30 juta jiwa, sudah lama menghadapi instabilitas politik. Sejak berakhirnya monarki pada 2008, sistem demokrasi di negara tersebut berjalan penuh tarik-menarik antar partai politik.

Situasi ekonomi yang rapuh turut memperburuk keadaan. Nepal bergantung besar pada remitansi pekerja migran. Sementara di dalam negeri, ketimpangan sosial kian melebar. Kondisi ini membuat generasi muda frustrasi terhadap pemerintah yang dianggap gagal menyediakan lapangan kerja dan layanan dasar.

“Ketimpangan sosial yang terus melebar menjadi bahan bakar utama protes di Nepal,” ujar pengamat Asia Selatan, Rakesh Thapa, dikutip dari Reuters (12/9/2025).

Gejolak di Nepal juga menjadi perhatian dua kekuatan besar di Asia: India dan China. Kedua negara memiliki kepentingan strategis di Nepal, baik dari sisi keamanan perbatasan maupun jalur ekonomi.

India khawatir instabilitas Nepal akan berdampak pada arus migran ilegal dan keamanan regional. Sementara China memiliki investasi besar melalui proyek Belt and Road Initiative (BRI).

Jika krisis berlarut-larut, analis menilai bisa terjadi perebutan pengaruh antara kedua negara, yang berpotensi memanaskan kembali rivalitas di Asia Selatan.

Bagi Indonesia, krisis Nepal memberi setidaknya dua pelajaran penting. Pertama, perlunya kesiapsiagaan diplomasi dalam melindungi WNI di luar negeri. Kedua, pentingnya memperhatikan aspirasi generasi muda agar tidak terjadi ledakan sosial seperti di Nepal.

“Generasi muda Indonesia juga kritis terhadap isu keadilan sosial. Pemerintah perlu terus membuka ruang partisipasi agar aspirasi mereka tersalurkan secara sehat,” ujar pengamat politik internasional dari UI, Arie Setiawan.

Hingga Jumat (12/9), situasi di Kathmandu relatif membaik setelah bandara dibuka kembali dan jam malam dilonggarkan. Namun, demonstrasi belum sepenuhnya berhenti. Massa masih bertahan di sejumlah titik, menuntut pemerintah mencabut pembatasan media sosial dan melakukan reformasi politik.

Pemerintah Nepal berjanji akan meninjau kembali kebijakan kontroversial tersebut, namun belum ada keputusan resmi. Sementara itu, pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan. Evakuasi tahap lanjutan tengah disiapkan, terutama jika situasi kembali memburuk.