BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. – Pemerintah Indonesia menunjukkan sikap tegas terhadap pelanggaran tata kelola tambang dengan menyegel 148 hektar lahan milik PT Weda Bay Nickel (WBN) di Halmahera Tengah, Maluku Utara. Penyegelan dilakukan setelah ditemukan bahwa perusahaan tersebut beroperasi di kawasan hutan tanpa memiliki izin pemanfaatan kehutanan yang sah.

Langkah serupa juga menyasar 172,8 hektar lahan tambang PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) di Sulawesi Tenggara. Total, lebih dari 320 hektar area tambang kini berada di bawah status penyitaan negara.

Kepala Satuan Tugas Penertiban Lahan Nasional mengatakan, tindakan ini diambil sebagai bagian dari konsistensi pemerintah menata ulang tata kelola sumber daya alam.

“Tidak ada perusahaan yang kebal hukum. Mau besar atau kecil, semua wajib patuh pada regulasi. Jika tidak memiliki izin kawasan hutan, maka kegiatan pertambangan dianggap ilegal,” tegasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/9).

Menurutnya, penyitaan bukan hanya tindakan hukum, melainkan pesan simbolis bahwa pemerintah serius mencegah kerusakan lingkungan.

Weda Bay Nickel: Raksasa Nikel yang Tersandung

PT Weda Bay Nickel selama ini dikenal sebagai salah satu pemain terbesar di industri nikel Indonesia. Beroperasi di Halmahera, perusahaan ini menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menopang ambisi Indonesia menjadi pusat industri baterai kendaraan listrik dunia.

Produksi WBN berkontribusi besar dalam pasokan nikel olahan yang menjadi bahan baku stainless steel dan baterai kendaraan listrik. Kehadiran WBN bahkan disebut-sebut menjadikan Maluku Utara sebagai salah satu lumbung nikel terbesar dunia.

Namun, penyegelan lahan membuktikan bahwa status strategis perusahaan tidak menjamin kebebasan dari aturan.

Pengamat pertambangan dari Universitas Gadjah Mada, Hendra Wibowo, menilai langkah pemerintah bisa menimbulkan guncangan jangka pendek, namun bermanfaat jangka panjang.

“Dari sisi produksi, penyegelan bisa menahan laju suplai nikel dalam waktu singkat. Tapi secara reputasi, ini penting untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara yang abai pada aturan lingkungan,” ujarnya kepada Jurnalis, Jum’at (12/9/2025).

Ia menambahkan, konsistensi penegakan aturan akan memberi kepastian hukum bagi investor yang serius dan taat aturan, sekaligus menyingkirkan pemain yang hanya mengejar keuntungan cepat.

Kabar penyegelan lahan WBN membuat industri nikel terkejut. Beberapa asosiasi tambang menyebut kebijakan itu bisa mengganggu target produksi jangka pendek. Namun, ada juga pihak yang mendukung langkah pemerintah.

“Lebih baik kita kehilangan sebagian produksi sementara, daripada terus merusak lingkungan dan menuai konflik dengan masyarakat lokal,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Tambang Hijau Indonesia.

Hingga berita ini diturunkan, manajemen PT Weda Bay Nickel belum memberikan pernyataan resmi. Namun sumber internal menyebut perusahaan tengah menyiapkan klarifikasi sekaligus opsi hukum untuk menghadapi penyitaan tersebut.

Aktivis lingkungan menyambut baik langkah penyegelan ini. Mereka menilai pemerintah akhirnya mulai bertindak tegas setelah bertahun-tahun dikecam karena ekspansi tambang nikel yang merusak ekosistem hutan dan laut.

“Kasus Weda Bay menunjukkan bahwa bahkan perusahaan besar pun bisa melanggar aturan. Ini harus jadi momentum untuk mengevaluasi seluruh izin tambang di Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Jaringan Advokasi Lingkungan Maluku Utara, Jum’at (12/9/2025).

Menurutnya, kerusakan hutan di Halmahera akibat tambang nikel sudah berdampak nyata pada kualitas air, hilangnya lahan pangan masyarakat adat, hingga meningkatnya risiko banjir.

Indonesia kini menjadi produsen nikel terbesar dunia. Nikel adalah komoditas vital dalam transisi energi global karena menjadi bahan utama baterai kendaraan listrik. Namun, gencarnya produksi nikel juga menimbulkan sorotan internasional terkait isu keberlanjutan.

Dengan langkah penyegelan ini, pemerintah berpotensi memperkuat posisi tawar di pasar global. Investor internasional, terutama dari Eropa dan Amerika, mulai menuntut bahan baku yang bersertifikasi hijau.

“Kalau Indonesia bisa membuktikan tambang-tambangnya dikelola dengan taat hukum dan berkelanjutan, maka posisi kita akan semakin kuat dalam rantai pasok global,” kata ekonom energi dari CSIS, Aria Putra.

Kasus Weda Bay Nickel menjadi peringatan bagi seluruh perusahaan tambang di Indonesia. Pemerintah tidak lagi hanya menyasar tambang rakyat atau perusahaan kecil, tetapi juga perusahaan multinasional besar.

Beberapa kalangan menilai, ini merupakan “uji coba” komitmen pemerintah dalam mengawasi industri nikel. Jika konsisten, langkah ini bisa mengubah wajah sektor pertambangan Indonesia yang selama ini identik dengan konflik, pelanggaran izin, dan kerusakan lingkungan.

Penyitaan lahan 148 hektar Weda Bay Nickel bukan sekadar tindakan hukum, melainkan penegasan bahwa negara hadir untuk mengatur dan menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan.

Indonesia tengah berdiri di persimpangan: di satu sisi ingin menjadi raksasa industri baterai dunia, di sisi lain harus menjaga keberlanjutan lingkungan dan hak masyarakat lokal.

Kasus ini bisa menjadi titik balik: apakah industri nikel Indonesia akan melangkah ke arah yang lebih bersih dan berkelanjutan, atau justru terjerumus dalam pusaran eksploitasi yang hanya menguntungkan segelintir pihak.