BONA NEWS. Jakarta, Indonesia.  — Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menyatakan bahwa revisi Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang disahkan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sah secara formil. Putusan ini dibacakan dalam sidang pleno MK di Ponorogo pada Selasa (16/9/2025).

Keputusan MK sekaligus menanggapi uji formil yang diajukan sejumlah pihak yang mempersoalkan prosedur legislasi revisi UU tersebut.

Latar Belakang Revisi UU TNI

Revisi UU TNI termuat dalam UU Nomor 3 Tahun 2025 sebagai perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Perubahan ini disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada 30 Juli 2025, kemudian ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 6 Agustus 2025.

Beberapa isu yang menjadi sorotan dalam revisi ini:

  • Penambahan ruang peran TNI dalam penanganan ancaman non-militer, termasuk operasi keamanan dalam negeri pada kondisi tertentu.
  • Penguatan kewenangan Panglima TNI dalam penempatan prajurit di lembaga pemerintah dan non-militer.

Namun, sejak awal proses pembahasan, revisi UU TNI menuai kritik dari kelompok masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga kajian hukum. Kritik utama terkait prosedur dan transparansi legislasi.

Sejumlah organisasi, antara lain Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dan Imparsial, mengajukan permohonan uji formil ke MK pada 12 Agustus 2025. Mereka menilai:

  1. RUU TNI tidak melalui Prolegnas Prioritas.
  2. Proses legislasi dilakukan mendadak tanpa partisipasi publik yang memadai.
  3. Draft dan naskah akademik tidak dipublikasikan secara terbuka sejak awal.

Fajri Nursyamsi, Deputi Direktur PSHK, menegaskan pada konferensi pers 13 Agustus 2025:

“Revisi UU TNI melanggar tahapan perencanaan dan penyusunan peraturan perundang-undangan. Publik kehilangan kesempatan memberikan masukan yang bermakna.”

Gufron Mabruri, Direktur Imparsial, menyebut bahwa revisi UU TNI tidak mendesak dan diwarnai beberapa usulan yang bermasalah.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Setelah sidang panjang, MK membacakan putusan pada 16 September 2025. Ketua MK menyampaikan bahwa proses legislasi revisi UU TNI telah memenuhi ketentuan formal:

  • RUU TNI masuk kategori kumulatif terbuka.
  • Persetujuan presiden dan DPR dilakukan sesuai mekanisme.
  • Partisipasi publik, meski terbatas, tetap memenuhi syarat formal.

Dengan demikian, permohonan uji formil ditolak seluruhnya.

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan:

“UU TNI sudah bersifat final dan sah secara hukum. Pemerintah siap melaksanakan implementasinya.”

Wakil Ketua DPR, Lodewijk F. Paulus, menegaskan:

“DPR telah bekerja sesuai mekanisme. Putusan MK menegaskan tidak ada pelanggaran formil.”

Meski sah secara formil, kritik masih datang dari masyarakat sipil:

  • Gufron Mabruri (Imparsial): mengkhawatirkan pelebaran peran militer dalam ranah sipil.
  • Bivitri Susanti (STH Indonesia Jentera): menyoroti pentingnya naskah akademik yang transparan dalam legislasi.

Kronologi Singkat

  • 30 Juli 2025 — DPR sahkan revisi UU TNI.
  • 6 Agustus 2025 — Presiden Prabowo Subianto undangkan UU.
  • 12 Agustus 2025 — Permohonan uji formil diajukan ke MK.
  • 13 Agustus 2025 — PSHK dan Imparsial beri pernyataan publik.
  • 16 September 2025 — MK putuskan revisi UU TNI sah.

Putusan MK menegaskan UU TNI sah secara formil, memberikan kepastian hukum bagi pemerintah dan DPR. Namun, substansi UU tetap menuai kritik terkait transparansi, partisipasi publik, dan potensi perluasan peran militer di ranah sipil.

Masa depan implementasi UU TNI akan menentukan apakah peran TNI benar-benar memperkuat pertahanan negara atau menimbulkan risiko politisasi militer dalam urusan sipil.