BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. – Isu hoaks dan disinformasi terus menjadi perhatian serius di Indonesia. Menjawab tantangan itu, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) bekerja sama dengan BBC Media Action menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menggagas Peta Jalan Penanganan Mis-Disinformasi di Indonesia” di Hotel Grand Mercure, Kota Medan, Kamis (18/9/2025).
Kegiatan ini bertujuan menyusun peta jalan nasional dalam menghadapi misinformasi, disinformasi, hingga manipulasi informasi asing (Foreign Information Manipulation and Interference / FIMI). Medan dipilih sebagai lokasi strategis karena dianggap sebagai salah satu barometer nasional dalam melihat arus informasi, baik berita maupun hiburan.
Ketua Bidang Media Digital dan Penyiaran Mastel, Neil R. Tobing, menegaskan bahwa regulasi memang penting, tetapi tidak bisa menjadi satu-satunya solusi.
“Regulasi itu perlu, namun yang lebih mendesak adalah meningkatkan literasi media dan digital masyarakat. Tanpa kemampuan memilah informasi, masyarakat akan tetap mudah terpapar hoaks,” ujarnya.
Data Kementerian Kominfo menunjukkan, sepanjang 2023 tercatat 11.357 konten disinformasi yang beredar di Indonesia. Isu yang paling dominan terkait politik, kesehatan, dan SARA. Kondisi ini menjadi peringatan bahwa penanganan hoaks bukan hanya urusan hukum, melainkan juga pendidikan publik.
FGD di Medan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, akademisi, media, hingga perwakilan masyarakat sipil. Mastel dan BBC menilai keterlibatan daerah di luar Jawa sangat penting agar peta jalan yang disusun lebih inklusif dan sesuai dengan keragaman tantangan informasi di Indonesia.
“Suara dari masyarakat Medan dan Sumatera Utara akan menjadi bahan pertimbangan penting dalam menyusun kebijakan nasional. Ini bukan hanya proyek pusat, tetapi agenda bersama seluruh daerah,” tambah Neil.
Dilain Tempat, Bobby Apriliano: Literasi Harus Jadi Gerakan Sosial
Pemerhati sosial dan kebijakan publik, Bobby Apriliano menilai bahwa langkah penyusunan peta jalan penanganan hoaks di Indonesia merupakan upaya penting, namun harus dilihat secara lebih menyeluruh.
“Hoaks bukan hanya soal informasi yang salah, tapi juga soal lemahnya daya kritis masyarakat. Karena itu literasi digital harus diposisikan sebagai gerakan sosial, bukan sekadar program teknis pemerintah,” tegas Bobby Apriliano, Kamis (18/9/2025).
Menurutnya, Medan bisa menjadi laboratorium penting karena keberagaman warganya menjadikan kota ini rawan isu disinformasi, terutama saat momentum politik dan sosial.
“Kalau peta jalan ini ingin berhasil, harus melibatkan masyarakat sipil, tokoh lokal, komunitas, hingga lembaga pendidikan. Dengan begitu, penanganan hoaks bukan lagi reaktif, tapi preventif,” tambah Bobby Apriliano.
Dalam diskusi tersebut, peserta sepakat bahwa kebijakan publik ke depan harus bersifat preventif, inklusif, dan berorientasi pada ketahanan informasi nasional. Mastel menargetkan peta jalan ini dapat rampung tahun ini, lalu diajukan menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun mendatang.
Dengan adanya peta jalan tersebut, diharapkan Indonesia memiliki strategi yang lebih komprehensif untuk melawan arus hoaks yang semakin masif, sekaligus memperkuat daya kritis masyarakat di era digital.
