BONA NEWS. Medan, Sumateta Utara. — Siapa yang tidak suka makanan dan minuman manis? Mulai dari teh manis, kue, cokelat, hingga minuman kekinian dengan berbagai topping, gula telah menjadi bagian penting dari gaya hidup modern. Rasanya yang manis membuat banyak orang ketagihan. Namun, di balik kenikmatannya, konsumsi gula berlebihan ternyata menyimpan risiko besar bagi kesehatan.

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa konsumsi gula per kapita masyarakat dunia meningkat drastis dalam 50 tahun terakhir. Di Indonesia sendiri, tren minuman manis instan, kopi kekinian, dan jajanan modern ikut mendorong tingginya asupan gula harian. Ironisnya, sebagian besar masyarakat masih menganggap gula sekadar sumber energi, tanpa memahami dampak jangka panjang yang bisa ditimbulkannya.

Artikel ini akan mengulas secara lengkap bahaya konsumsi gula berlebihan, sumber gula tersembunyi, rekomendasi batas aman, hingga tips praktis untuk menguranginya.

Jenis-jenis Gula

Tidak semua gula sama. Secara garis besar, gula dibagi menjadi dua jenis:

  1. Gula alami
    • Terdapat dalam buah, sayur, dan susu.
    • Mengandung serat, vitamin, dan mineral yang membantu tubuh memetabolisme gula dengan lebih sehat.
    • Contoh: fruktosa pada buah, laktosa pada susu.
  2. Gula tambahan (added sugar)
    • Gula yang ditambahkan ke dalam makanan/minuman saat diproses atau disiapkan.
    • Tidak memiliki nilai gizi selain kalori.
    • Contoh: gula pasir, sirup jagung fruktosa tinggi, glukosa cair, dan pemanis buatan.

Masalah utama bukan pada gula alami, melainkan gula tambahan yang jumlahnya sering tidak disadari oleh konsumen.

Dampak Konsumsi Gula Berlebihan

Mengonsumsi gula dalam jumlah wajar memang memberikan energi cepat. Namun, bila berlebihan, tubuh akan menghadapi sejumlah masalah kesehatan serius:

1. Obesitas

Gula berlebih menambah kalori harian tanpa memberi rasa kenyang yang lama. Hal ini membuat seseorang cenderung makan lebih banyak. Minuman manis seperti soda atau teh kemasan adalah penyumbang terbesar obesitas, terutama pada anak-anak dan remaja.

2. Diabetes Tipe 2

Kadar gula darah yang tinggi dalam jangka panjang memaksa pankreas bekerja ekstra untuk menghasilkan insulin. Lama-kelamaan, tubuh bisa mengalami resistensi insulin yang berujung pada diabetes tipe 2. Penyakit ini bukan hanya mengganggu metabolisme, tetapi juga meningkatkan risiko komplikasi seperti gagal ginjal, stroke, hingga amputasi.

3. Penyakit Jantung

Konsumsi gula tinggi dikaitkan dengan peningkatan kadar trigliserida, tekanan darah, dan peradangan dalam tubuh. Faktor-faktor ini merupakan pemicu utama penyakit kardiovaskular. Sebuah penelitian di Journal of the American Medical Association menemukan bahwa orang yang mendapat lebih dari 25% kalori dari gula tambahan memiliki risiko kematian akibat penyakit jantung dua kali lipat dibanding mereka yang mengonsumsi kurang dari 10%.

4. Karies Gigi

Gula adalah makanan utama bagi bakteri penyebab plak. Saat gula menempel di gigi, bakteri akan memproduksi asam yang merusak enamel. Jika dibiarkan, hal ini memicu gigi berlubang, radang gusi, bahkan kehilangan gigi di usia muda.

5. Gangguan Mental dan Mood

Beberapa studi terbaru menunjukkan hubungan antara konsumsi gula tinggi dengan peningkatan risiko depresi dan gangguan kecemasan. Lonjakan gula darah yang cepat diikuti penurunan drastis (sugar crash) dapat memengaruhi suasana hati, membuat seseorang mudah lelah, murung, dan sulit konsentrasi.

Fakta Ilmiah tentang Gula

  • Penelitian Harvard School of Public Health menyebutkan bahwa minum satu kaleng soda per hari dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 hingga 26%.
  • Riset lain menemukan bahwa orang yang mengonsumsi minuman manis lebih dari dua kali sehari memiliki risiko lebih tinggi terkena serangan jantung dibanding mereka yang jarang meminumnya.
  • WHO melaporkan bahwa konsumsi gula tambahan rata-rata masyarakat global sudah melampaui batas aman, terutama di negara berkembang dengan tren fast food yang semakin meningkat.

WHO merekomendasikan agar gula tambahan tidak lebih dari 10% dari total kalori harian. Bahkan, untuk manfaat kesehatan tambahan, WHO menyarankan agar konsumsi gula dibatasi hingga 5% kalori harian.

Jika dihitung, ini setara dengan:

  • Orang dewasa sehat: sekitar 25–50 gram (5–12 sendok teh) per hari.
  • Anak-anak: sebaiknya lebih sedikit, karena kebutuhan kalori harian lebih rendah.

Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan banyak orang mengonsumsi gula dua hingga tiga kali lipat dari batas aman.

Banyak orang berpikir bahwa mereka jarang makan gula, padahal tanpa sadar mendapatkannya dari sumber tersembunyi, seperti:

  • Minuman teh kemasan dan kopi kekinian.
  • Saus tomat, kecap manis, dan dressing salad.
  • Roti tawar, sereal instan, dan biskuit.
  • Yogurt rasa buah dan minuman energi.
  • Snack ringan dan camilan anak.

Membaca label gizi menjadi langkah penting untuk mengetahui kandungan gula pada produk makanan dan minuman.

Mengurangi gula tidak berarti hidup tanpa rasa manis. Beberapa strategi praktis yang bisa diterapkan:

  1. Kurangi minuman manis kemasan, ganti dengan air putih, infused water, atau teh tanpa gula.
  2. Pilih buah segar daripada jus dalam kemasan atau smoothie dengan tambahan sirup.
  3. Batasi kue, permen, dan camilan manis hanya untuk momen tertentu, bukan setiap hari.
  4. Masak sendiri di rumah, sehingga bisa mengontrol takaran gula.
  5. Perhatikan label nutrisi, waspada dengan istilah lain untuk gula seperti dextrose, sucrose, maltose, corn syrup.
  6. Kurangi bertahap, misalnya bila terbiasa minum teh manis dengan dua sendok gula, kurangi menjadi satu, lalu setengah.

Alternatif Pemanis Sehat

Untuk menekan konsumsi gula tambahan, ada beberapa alternatif pemanis yang lebih sehat, di antaranya:

  • Madu – meski tetap tinggi kalori, mengandung antioksidan.
  • Stevia – pemanis alami nol kalori yang aman untuk penderita diabetes.
  • Kurma atau buah kering – bisa digunakan sebagai pemanis alami dalam kue atau minuman.
  • Gula kelapa (coconut sugar) – memiliki indeks glikemik lebih rendah dibanding gula pasir.

Namun, semua jenis pemanis tetap harus dikonsumsi secara bijak.

Gula memang memberikan kenikmatan sesaat, tetapi konsumsi berlebihan dapat menimbulkan konsekuensi serius, mulai dari obesitas, diabetes, penyakit jantung, hingga gangguan mental. Kesadaran untuk membatasi asupan gula perlu ditanamkan sejak dini, baik melalui pola makan keluarga maupun kebijakan kesehatan masyarakat.

Dengan memahami jenis gula, membaca label nutrisi, serta menerapkan pola hidup sehat, kita bisa menikmati manisnya hidup tanpa harus menanggung pahitnya penyakit. Ingat, mengurangi gula bukan berarti menghilangkan rasa manis, melainkan menjaga keseimbangan untuk kesehatan jangka panjang.