BONA NEWS. London /  Ottawa / Canberra, Inggris / Kanada / Australia. – Dunia diplomasi internasional mencatat sejarah baru pada Minggu (21/9), ketika tiga negara besar sekaligus, yakni Inggris, Kanada, dan Australia, secara resmi mengumumkan pengakuan terhadap Negara Palestina. Keputusan ini disampaikan hampir bersamaan oleh para pemimpin ketiga negara menjelang pertemuan tahunan Sidang Umum PBB ke-80 di New York.

Langkah tersebut sontak mengguncang peta politik global, memicu sambutan hangat dari rakyat Palestina dan dunia Arab, tetapi juga menuai kecaman keras dari Israel.

Latar Belakang Keputusan

Keputusan pengakuan Palestina tidak lahir secara tiba-tiba. Konflik Israel–Palestina telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade, dengan isu paling utama menyangkut status Jerusalem, pendudukan wilayah Tepi Barat, blokade Gaza, serta hak kembali para pengungsi Palestina.

Dalam dua tahun terakhir, situasi di Gaza memburuk drastis akibat operasi militer Israel yang disebut “operasi keamanan”, tetapi menurut laporan PBB telah menewaskan puluhan ribu warga sipil. Krisis kemanusiaan, keruntuhan infrastruktur, dan meningkatnya penderitaan rakyat Palestina menjadi sorotan tajam dunia internasional.

Di tengah situasi tersebut, banyak negara menyerukan solusi dua negara sebagai jalan damai. Inggris, Kanada, dan Australia akhirnya memutuskan bahwa pengakuan resmi Palestina dapat memberi momentum baru bagi diplomasi.

Inggris

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyampaikan pernyataan di London sebelum berangkat ke New York.

“Hari ini, Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina. Langkah ini adalah bagian dari upaya membangkitkan kembali harapan perdamaian yang adil dan abadi bagi rakyat Israel maupun Palestina. Kami percaya, solusi dua negara adalah satu-satunya jalan menuju masa depan yang aman dan damai,” kata Starmer, dikutip AP News (21/9/2025).

Kanada

Dari Ottawa, Perdana Menteri Mark Carney menegaskan komitmen Kanada terhadap perdamaian Timur Tengah.

“Pengakuan ini bukan sekadar simbol, melainkan wujud nyata kemitraan kami dalam membangun masa depan yang damai dan bermartabat bagi kedua bangsa. Rakyat Palestina berhak atas sebuah negara, sebagaimana rakyat Israel berhak atas rasa aman,” ujarnya, seperti dilansir Reuters (21/9/2025).

Australia

Sementara itu, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyampaikan bahwa keputusan ini selaras dengan nilai-nilai yang selama ini dijunjung Australia.

“Australia telah lama mendukung solusi dua negara. Dengan pengakuan ini, kami ingin menegaskan bahwa hak rakyat Palestina untuk memiliki negara merdeka adalah bagian dari keadilan internasional. Kami tetap menyerukan agar semua pihak menghentikan kekerasan dan kembali ke meja perundingan,” tegasnya, menurut The Guardian (21/9/2025).

Reaksi Palestina

Presiden Mahmoud Abbas segera menyambut baik keputusan tersebut. Dalam pidato singkat di Ramallah, ia menyebut pengakuan itu sebagai “cahaya harapan” setelah bertahun-tahun penderitaan.

“Kami menyambut dengan penuh rasa hormat keputusan bersejarah Inggris, Kanada, dan Australia. Ini adalah langkah penting menuju perdamaian yang adil dan abadi berdasarkan solusi dua negara. Kami menyerukan negara-negara lain untuk mengikuti jejak ini,” ujar Abbas, dikutip Al Jazeera (21/9/2025).

Pemerintah Palestina menilai pengakuan tersebut bukan hanya simbolik, tetapi juga sinyal kuat bahwa komunitas internasional semakin berpihak pada prinsip keadilan dan hak asasi manusia.

Reaksi Israel

Sebaliknya, Israel menanggapi dengan kemarahan. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengecam keputusan itu dalam konferensi pers di Yerusalem.

“Pengakuan terhadap Negara Palestina di saat serangan teror Hamas masih berlangsung adalah hadiah bagi terorisme. Selama saya menjabat, negara Palestina tidak akan pernah berdiri di sebelah barat Sungai Yordan,” kata Netanyahu, sebagaimana dilansir AP News (21/9/2025).

Israel menilai langkah tiga negara Barat itu hanya akan memperkeruh situasi dan memperlemah upaya negosiasi. Netanyahu juga memanggil pulang duta besar Israel dari London, Ottawa, dan Canberra sebagai bentuk protes diplomatik.

Keputusan Inggris, Kanada, dan Australia mendapat perhatian luas. Sejumlah negara Eropa, termasuk Irlandia, Spanyol, Norwegia, dan Slovenia, sebelumnya telah mengakui Palestina. Kini, langkah tiga negara berpengaruh itu diperkirakan akan mendorong gelombang baru pengakuan internasional.

  • Uni Eropa menyambut hati-hati, dengan menegaskan bahwa solusi dua negara harus dihidupkan kembali.
  • Amerika Serikat, sekutu utama Israel, belum memberikan pengakuan resmi tetapi menyatakan “menghormati keputusan” tiga negara tersebut.
  • Mesir, Qatar, dan Turki memuji langkah itu sebagai langkah progresif untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina.

Implikasi Geopolitik

Pengakuan Palestina oleh Inggris, Kanada, dan Australia memiliki dampak geopolitik yang signifikan.

  1. Tekanan pada Israel
    Israel kini menghadapi isolasi diplomatik yang semakin besar, terutama dari negara-negara Barat yang selama ini menjadi sekutunya.
  2. Momentum bagi Palestina
    Palestina semakin mendapatkan legitimasi internasional, yang dapat memperkuat posisinya di forum global seperti PBB.
  3. Dinamika di PBB
    Pengakuan ini datang menjelang Sidang Umum PBB ke-80. Ada spekulasi bahwa resolusi baru mengenai Palestina akan dibawa ke meja sidang dengan dukungan lebih luas.

Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyampaikan harapan agar langkah ini menjadi awal baru.

“Pengakuan Palestina oleh tiga negara besar merupakan perkembangan yang penting. Saya menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan momentum ini guna menghidupkan kembali proses perdamaian,” katanya, dilaporkan Reuters (21/9/2025).

Sementara itu, organisasi Human Rights Watch dan Amnesty International menyatakan bahwa pengakuan ini sejalan dengan prinsip hak asasi manusia internasional.

Meskipun pengakuan Palestina oleh Inggris, Kanada, dan Australia merupakan capaian besar, tantangan masih membentang:

  • Status Jerusalem masih menjadi isu paling rumit. Israel mengklaim seluruh kota sebagai ibu kota, sementara Palestina menuntut Jerusalem Timur.
  • Permukiman Israel di Tepi Barat terus meluas, bertentangan dengan hukum internasional menurut resolusi PBB.
  • Kekerasan di Gaza belum menunjukkan tanda mereda. Serangan roket, blokade, dan operasi militer masih terus berlangsung.

Pengakuan resmi Negara Palestina oleh Inggris, Kanada, dan Australia menandai titik balik penting dalam diplomasi global. Meski tidak serta merta menghentikan konflik, langkah ini telah membuka babak baru dalam perjuangan panjang rakyat Palestina menuju kemerdekaan.

Seperti kata Presiden Mahmoud Abbas:

“Ini bukan akhir, tetapi awal dari jalan panjang menuju perdamaian yang sejati.”

Dengan sorotan dunia kini tertuju ke Sidang Umum PBB, pertanyaan besar pun mengemuka: apakah gelombang pengakuan ini akan mengubah realitas politik di lapangan, ataukah sekadar menambah catatan panjang simbolisme diplomatik.