BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. – Menjelang peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2025 yang jatuh pada Rabu, 24 September 2025, ribuan petani di seluruh Indonesia bersiap menggelar aksi serentak. Organisasi petani seperti Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan bahwa aksi ini akan menjadi pengingat bagi pemerintah bahwa agenda reforma agraria sejati belum juga tuntas.
Mobilisasi massa sudah berlangsung sejak Minggu (21/9) hingga Senin (22/9). Berbagai organisasi tani menggelar konsolidasi, konferensi pers, hingga seruan aksi di Jakarta dan daerah. Aksi puncak diperkirakan akan melibatkan sekitar 25 ribu orang di berbagai kota besar.
Hari Tani Nasional ditetapkan pada tanggal 24 September untuk memperingati lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960. Undang-undang tersebut menjadi tonggak penting perjuangan rakyat tani, dengan misi utama menghapuskan ketimpangan penguasaan tanah dan memberikan akses adil bagi petani.
Meski demikian, lebih dari enam dekade berlalu, semangat UUPA masih jauh dari realisasi. Mayoritas petani di Indonesia tetap hidup dalam kondisi rentan karena keterbatasan lahan, lemahnya perlindungan hukum, serta ancaman konflik agraria.
Fakta Ketimpangan Agraria di Indonesia
Data terbaru dari KPA menunjukkan bahwa selama 10 tahun terakhir, konflik agraria meluas hingga mencakup 7,4 juta hektar lahan. Konflik itu berdampak pada 1,8 juta keluarga yang kehilangan akses tanah dan mata pencaharian.
Selain itu, indeks ketimpangan agraria Indonesia berada di angka 0,68, salah satu yang tertinggi di Asia. Angka ini mencerminkan bahwa distribusi lahan sangat timpang: sekitar 75% lahan dikuasai oleh 1% penduduk, sementara sebagian besar petani hanya memiliki lahan sempit atau bahkan tidak memiliki tanah sama sekali.
Menurut pernyataan resmi SPI dan KPA, aksi HTN 2025 akan digelar serentak pada Rabu, 24 September. Sekitar 12 ribu petani diperkirakan turun ke Jakarta, sementara sisanya tersebar di daerah-daerah seperti Aceh, Medan, Palembang, Jambi, Lampung, Semarang, Blitar, Jember, Makassar, Palu, Kupang, Manado, dan NTT.
Sejak 21–22 September, berbagai daerah mulai melakukan mobilisasi massa. Di Jakarta, kelompok tani sudah mulai berdatangan. Di daerah lain, aksi pendahuluan dilakukan berupa deklarasi, diskusi publik, dan long march tingkat lokal.
Pesan utama mereka jelas: “Laksanakan Reforma Agraria Sejati, Wujudkan Kedaulatan Pangan Rakyat!”
Sembilan Tuntutan Perbaikan dari KPA
KPA menyampaikan sembilan tuntutan pokok, yang dirumuskan sebagai perbaikan atas 24 masalah agraria struktural. Beberapa di antaranya:
- Penyelesaian konflik agraria lintas sektor, termasuk perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan infrastruktur.
- Redistribusi tanah kepada petani kecil, buruh tani, dan masyarakat adat.
- Penghentian kriminalisasi petani dan aktivis agraria.
- Evaluasi izin usaha perkebunan, tambang, dan kehutanan yang merampas tanah rakyat.
- Penguatan kelembagaan reforma agraria di tingkat pusat dan daerah.
- Penetapan tanah terlantar dan konsesi bermasalah sebagai objek TORA (Tanah Objek Reforma Agraria).
- Perlindungan hukum bagi petani penggarap.
- Keterlibatan masyarakat sipil dalam proses reforma agraria.
- Penegakan kembali prinsip dasar UUPA 1960.
Delapan Tuntutan SPI
SPI menambahkan delapan tuntutan strategis yang dianggap mendesak untuk segera dijalankan:
- Menyelesaikan konflik agraria yang terus berlarut.
- Menjadikan tanah perkebunan dan kehutanan bermasalah sebagai objek TORA.
- Merevisi Perpres No. 62/2023 tentang Percepatan Reforma Agraria.
- Mencabut Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai pro-investasi dan merugikan petani.
- Membentuk Dewan Nasional Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani.
- Merevisi UU Kehutanan, UU Pangan, dan UU Koperasi agar selaras dengan reforma agraria sejati.
- Menghentikan praktik alih fungsi lahan pertanian produktif.
- Menjamin keberlanjutan reforma agraria sebagai agenda nasional.
Purwoto ASri Petani dari Indramayu menyatakan bahwa status tanah garapan mereka tidak pernah jelas, meski sudah puluhan tahun dikelola.
“Kami dianggap pendatang di tanah sendiri, sementara perusahaan justru dilindungi,” ungkapnya kepada wartawan, Minggu (21/9/2025).
Sementara itu, Ismaini petani dari Sumatera Utara mengeluhkan kriminalisasi.
“Banyak kawan kami ditangkap saat mempertahankan tanah. Aparat lebih berpihak pada korporasi daripada rakyat,” ujarnya, Minggu (21/9/2025).
Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN menegaskan komitmen untuk melanjutkan program Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Reforma agraria juga tercantum dalam agenda prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Namun, banyak aktivis menilai langkah konkret pemerintah belum terlihat. GTRA dianggap masih bersifat administratif, belum menyentuh akar ketimpangan agraria.
Mengapa Reforma Agraria Mendesak?
Reforma agraria penting untuk:
- Mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi.
- Menjamin kedaulatan pangan.
- Memberdayakan petani desa.
- Mengurangi konflik sosial.
Tanpa distribusi tanah yang adil, petani sulit meningkatkan produksi pangan, dan Indonesia akan semakin bergantung pada impor.
Tantangan Pelaksanaan
- Tumpang tindih regulasi antar-uu sektoral.
- Dominasi korporasi dalam penguasaan tanah.
- Kriminalisasi petani oleh aparat.
- Data agraria tidak sinkron antar kementerian.
- Kurangnya keberpihakan politik pada petani kecil.
Hari Tani Nasional 2025 menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali amanat UUPA 1960: Tanah untuk rakyat, demi kemakmuran bersama.
Dengan aksi yang masih direncanakan dan akan memuncak pada Rabu, 24 September 2025, para petani berharap pemerintah benar-benar menjalankan reforma agraria sejati, bukan hanya sebatas janji.
