BONA NEWS. Medan, Sumatrra Utara. – Persidangan kasus dugaan suap proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara kembali menyita perhatian publik. Dalam sidang yang digelar pada Rabu, 24 September 2025, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan meminta agar Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dihadirkan sebagai saksi.

Permintaan hakim ini langsung ditanggapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Melalui Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, lembaga antirasuah tersebut menyatakan siap menindaklanjuti permintaan majelis hakim.

“Kalau memang dibutuhkan, saksi akan langsung dihadirkan di persidangan. Tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan tambahan di Jakarta,” ujarnya di Jakarta, Kamis (25/9/2025).

Menurut Asep, KPK menghormati setiap permintaan majelis hakim, terlebih jika hal itu dinilai penting untuk mengungkap kebenaran materiil. “Kami menunggu laporan resmi dari jaksa penuntut umum. Setelah itu akan kami bawa ke pimpinan KPK untuk diputuskan,” tambahnya.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula dari dugaan suap proyek pembangunan jalan Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan Sipiongot–Hutaimbaru di Kabupaten Padang Lawas Utara, dengan nilai proyek sekitar Rp 165 miliar.

Penyidikan KPK mengungkap bahwa proyek tersebut didanai lewat pergeseran anggaran beberapa dinas, yang kemudian dimasukkan ke dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Sumut. Menurut fakta persidangan, Pergub terkait anggaran pembangunan infrastruktur ini sempat mengalami revisi hingga enam kali.

Sejumlah kontraktor mengaku diminta “setoran” berkisar antara 10–15 persen dari nilai kontrak agar bisa memenangkan tender. Dugaan praktik setoran inilah yang menyeret sejumlah pejabat Dinas PUPR Sumut ke meja hijau.

Sidang yang berlangsung Rabu, 24 September 2025 menghadirkan sejumlah saksi dari pihak kontraktor dan pejabat dinas. Dalam keterangan mereka, terungkap bahwa proyek jalan di Padang Lawas Utara tidak masuk dalam APBD murni, melainkan diselipkan melalui mekanisme Pergub yang mengalami revisi berulang.

Majelis hakim yang diketuai Khamozaro Waruwu menilai perlu adanya penjelasan langsung dari Gubernur Sumatera Utara.

“Jika mekanisme pergeseran anggaran tidak berjalan sebagaimana mestinya, tanggung jawab tertinggi ada pada gubernur sebagai kepala daerah,” ucapnya di ruang sidang Tipikor Medan, Rabu (24/9/2025).

Hakim juga meminta agar Effendy Pohan, yang saat itu menjabat sebagai Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut, turut dipanggil. Kehadiran Effendy dianggap penting karena ia mengetahui proses perubahan Pergub dan alur persetujuannya.

KPK memastikan akan menindaklanjuti permintaan hakim tersebut.

“Kami terbuka. Kalau majelis hakim meminta, tentu kami pertimbangkan serius. Prinsipnya, siapa pun yang dianggap relevan dapat dipanggil sebagai saksi, termasuk seorang gubernur,” kata Asep Guntur Rahayu.

Sehari setelah sidang, Kamis malam, 25 September 2025, Budi Prasetyo, juru bicara KPK, menegaskan pihaknya belum bisa memastikan kapan surat panggilan untuk Bobby Nasution akan diterbitkan.

“Kami masih menunggu laporan resmi jaksa. Setelah itu akan diputuskan secara kelembagaan,” jelasnya.

Sebagai gubernur, Bobby Nasution memiliki kewenangan strategis dalam menetapkan prioritas pembangunan. Namun pelaksanaan teknis berada di tangan dinas.

Karena itu, hakim ingin mendengar langsung sejauh mana Bobby Nasution  mengetahui, menyetujui, atau bahkan mengendalikan pergeseran anggaran yang kemudian digunakan untuk proyek jalan tersebut. Keterangan Bobby dinilai akan membantu memperjelas apakah Pergub yang diubah berkali-kali itu sah secara prosedural atau justru menyimpang.

Permintaan hakim ini segera memicu reaksi beragam. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) antikorupsi di Medan menyambut baik langkah hakim.

“Ini ujian integritas. Kalau memang tidak terlibat, kehadiran Bobby akan meluruskan isu. Kalau ada kejanggalan, biarkan fakta persidangan yang membuktikan,” ujar seorang aktivis yanv tak mau disebut namanya, Jum’at (26/9/2025).

Ia juga menegaskan bahwa pemanggilan saksi tidak sama dengan penetapan tersangka.

“Justru ini kesempatan bagi gubernur untuk memberikan klarifikasi secara langsung. Jangan buru-buru mengaitkan dengan tuduhan,” katanya.

Dinamika Politik

Kasus ini tidak bisa dilepaskan dari dimensi politik. Bobby Nasution bukan hanya gubernur, tetapi juga menantu Presiden Joko Widodo. Posisinya membuat setiap perkembangan hukum yang menyebut namanya menjadi sorotan nasional.

Pengamat politik dari Jakarta menilai, pemanggilan Bobby ke persidangan bisa berdampak ganda.

“Kalau ia terbukti tidak terkait, justru bisa memperkuat citra politiknya sebagai pemimpin yang transparan. Tapi kalau sebaliknya, tentu konsekuensinya berat, baik secara hukum maupun politik,” jelasnya.

Kasus ini menambah daftar panjang korupsi sektor infrastruktur daerah. Proyek jalan kerap menjadi objek korupsi karena nilai anggarannya besar dan pengawasannya lemah.

KPK menegaskan tidak boleh berhenti di level pejabat teknis. “Kalau memang ada bukti, siapapun harus dimintai keterangan. Tidak ada yang kebal hukum,” kata Asep Guntur Rahayu.

Masyarakat kini menunggu apakah KPK benar-benar menghadirkan Bobby di persidangan. Publik menaruh harapan besar agar kasus ini tidak berhenti pada pejabat bawahan saja.

“Ini momentum. Kalau Bobby hadir, masyarakat akan melihat bahwa hukum memang tegak lurus,” kata Topet, seorang mahasiswa aktivis di Medan, Jum’at (26/9/2025).

Sidang kasus dugaan suap proyek jalan Dinas PUPR Sumut masih akan berlanjut. Permintaan majelis hakim agar Bobby Nasution dihadirkan sebagai saksi menjadi babak penting dalam perjalanan perkara ini.

KPK, melalui Asep Guntur Rahayu dan Budi Prasetyo, memastikan permintaan itu sedang diproses dan akan diputuskan sesuai mekanisme hukum. Kehadiran Bobby diyakini akan membuka tabir persoalan, sekaligus menjadi bukti bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia tidak pandang bulu.

Publik kini menunggu: apakah komitmen itu benar-benar diwujudkan, atau berhenti sebagai janji di atas kertas.