BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. — Pernahkah kita membayangkan meja makan tanpa nasi, sayur, atau buah-buahan segar? Hampir mustahil. Pertanian adalah denyut nadi kehidupan. Dari tanah lahirlah bahan pangan yang menjaga tubuh kita tetap sehat, dari sawah mengalir rezeki bagi jutaan keluarga petani, dan dari perkebunan tercipta devisa negara yang menopang perekonomian.
Indonesia, dengan tanah yang subur dan iklim tropis, sejak lama dikenal sebagai negeri agraris. Namun, meski potensi besar itu ada, sektor pertanian kita masih menghadapi tantangan yang tak sederhana.
Di banyak desa, pemandangan sawah hijau masih menjadi bagian dari keseharian. Petani bekerja sejak subuh, menanam padi, sayuran, hingga palawija. Komoditas perkebunan seperti kopi, kakao, karet, dan kelapa sawit pun ikut memberi kontribusi besar terhadap ekonomi nasional.
Berdasarkan data terbaru per 2 Oktober 2025, produksi padi nasional diperkirakan mencapai 3.961.133 ton, sementara jagung sekitar 1.861.567 ton. Luas panen padi pada Agustus 2025 tercatat 1,11 juta hektare, dengan produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 5,63 juta ton.
Selain itu, nilai tukar petani (NTP) terus meningkat. Pada Agustus 2025, NTP tercatat 123,57, naik 0,76% dari bulan sebelumnya, dan September 2025 meningkat menjadi 124,36, naik 0,63%. Ini menandakan pendapatan petani sedikit meningkat dan kondisi ekonomi sektor pertanian membaik.
Tak hanya untuk kebutuhan domestik, sektor pertanian juga menjadi penggerak ekspor. Pada periode Januari–Agustus 2025, ekspor hasil pertanian Indonesia mencapai USD 23,56 miliar, meningkat 14,54% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun di balik itu, kenyataannya tak semua berjalan mulus. Banyak petani masih mengandalkan cara tradisional dengan alat seadanya, sehingga hasil panen kurang maksimal. Harga jual produk pertanian pun sering tidak stabil.
Ada beberapa masalah utama yang membuat sektor pertanian belum optimal:
- Alih Fungsi Lahan
Setiap tahun, lahan pertanian produktif berubah menjadi kawasan industri, perumahan, atau infrastruktur. Akibatnya, sawah makin menyempit sementara jumlah penduduk terus bertambah. - Perubahan Iklim
Hujan yang datang tidak menentu, musim kemarau yang lebih panjang, dan banjir yang kerap melanda membuat hasil panen sulit diprediksi. Banyak petani rugi karena tanaman gagal panen. - Regenerasi Petani
Anak muda lebih tertarik bekerja di sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan. Data BPS menunjukkan, sebagian besar petani masih berpendidikan rendah, dengan hanya ±1,64% yang tamat perguruan tinggi. - Ketergantungan pada Pupuk dan Pestisida Kimia
Penggunaan berlebihan membuat tanah menjadi keras, kualitas hasil menurun, dan berdampak buruk pada lingkungan. - Harga Tidak Stabil
Harga beras kualitas premium di penggilingan Agustus 2025 tercatat Rp13.838 per kg, naik 2,32% dari bulan sebelumnya. Saat panen raya harga bisa turun drastis, namun saat musim paceklik bisa melonjak, membuat pendapatan petani tak menentu.
Inovasi dan Solusi Modern
Di tengah tantangan, muncul harapan dari berbagai inovasi di dunia pertanian. Beberapa di antaranya:
- Pertanian Modern dengan Teknologi
Kini sudah ada petani yang menggunakan drone untuk menyemprotkan pupuk atau pestisida, sehingga lebih cepat dan hemat biaya. Sensor tanah dan sistem irigasi otomatis juga mulai diperkenalkan. - Pertanian Organik
Tren hidup sehat membuat permintaan produk organik meningkat. Banyak petani beralih ke metode tanpa bahan kimia berbahaya, meski butuh waktu lebih lama, tapi hasilnya lebih ramah lingkungan. - Smart Farming
Pemanfaatan Internet of Things (IoT) memungkinkan petani memantau kondisi lahan lewat ponsel. Mulai dari kelembaban tanah, suhu udara, hingga kebutuhan air tanaman bisa diatur secara digital. - Urban Farming
Di kota-kota besar, masyarakat mulai mengenal hidroponik, vertikultur, dan aquaponik. Meski lahannya sempit, hasilnya bisa membantu kebutuhan pangan rumah tangga.
Regenerasi petani adalah kunci. Tanpa anak muda, pertanian akan ditinggalkan. Perlahan banyak generasi milenial mulai melirik bidang ini. Ada yang membangun startup pertanian, menghubungkan petani dengan konsumen lewat aplikasi, hingga memasarkan produk lokal secara online.
Petani muda juga lebih adaptif dengan teknologi. Mereka berani mencoba metode baru, memanfaatkan media sosial untuk promosi, bahkan mengembangkan produk olahan pertanian bernilai tambah. Dengan begitu, pertanian tak lagi dipandang sebagai pekerjaan “kuno”, melainkan profesi modern yang bisa menghasilkan keuntungan besar.
Pertanian Indonesia punya potensi luar biasa. Jika dikelola dengan bijak, bukan hanya kebutuhan pangan dalam negeri yang terpenuhi, tetapi juga bisa menjadi lumbung pangan dunia. Kuncinya adalah kolaborasi: pemerintah mendukung dengan regulasi dan akses modal, petani berinovasi, akademisi memberi riset dan teknologi, sementara masyarakat memberi apresiasi dengan memilih produk lokal.
Lebih dari itu, pertanian bukan hanya urusan ekonomi, tapi juga keberlanjutan hidup. Dari sawah hingga meja makan, dari kebun hingga pasar, pertanian adalah rantai panjang yang menentukan kualitas hidup manusia. Menjaga pertanian berarti menjaga masa depan kita sendiri.
Di tengah berbagai persoalan, pertanian tetap menjadi harapan. Meski modernisasi terus berjalan, pangan tetap lahir dari tanah, air, dan keringat petani. Dengan produksi padi dan jagung yang terus meningkat, ekspor pertanian yang naik 14,5%, dan NTP yang membaik, jelas bahwa sektor ini masih memiliki peran vital. Sudah saatnya kita semua memberi perhatian lebih pada sektor ini—karena tanpa pertanian, tidak akan ada kehidupan yang berkelanjutan.
