BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. — Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali menjadi sorotan publik setelah Muktamar X yang digelar pada 27–29 September 2025 di Ancol, Jakarta. Muktamar ini menghasilkan dua kubu yang saling mengklaim sebagai kepengurusan sah PPP periode 2025–2030: kubu Muhammad Mardiono dan kubu Agus Suparmanto.
Kericuhan sempat mewarnai jalannya muktamar. Beberapa kader mengalami luka-luka akibat bentrokan fisik, menandakan ketegangan yang tinggi di tubuh partai yang telah berusia lebih dari 50 tahun ini.
Pada 1 Oktober 2025, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, menandatangani Surat Keputusan (SK) yang mengesahkan kepengurusan PPP di bawah kepemimpinan Muhammad Mardiono sebagai Plt Ketua Umum.
Keputusan ini diambil setelah Kemenkumham melakukan verifikasi administratif dan menyatakan bahwa kepengurusan tersebut sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang sah.
Sejumlah DPW, termasuk DPW Papua Raya, menyatakan dukungan terhadap kepengurusan Mardiono, menilai SK ini menjadi titik terang untuk konsolidasi internal partai.
Mahkamah Partai Tegaskan Agus Suparmanto Sah
Meski pemerintah telah mengesahkan kubu Mardiono, Mahkamah Partai PPP menegaskan bahwa Agus Suparmanto adalah Ketua Umum yang sah berdasarkan hasil Muktamar X.
Mahkamah Partai menilai proses pemilihan Agus telah melalui mekanisme partai yang sah, sesuai AD/ART PPP, dan menegaskan tidak ada dualisme kepemimpinan.
Hal ini memunculkan situasi unik: secara administratif pemerintah mengakui Mardiono, sementara Mahkamah Partai mengakui Agus.
Kubu Agus Suparmanto menilai pengesahan pemerintah tidak sejalan dengan keputusan Muktamar X. Namun, mereka tetap membuka peluang rekonsiliasi demi menjaga soliditas partai.
Beberapa DPW yang awalnya mendukung Agus juga mulai menunggu langkah-langkah konsolidasi dari kubu Mardiono agar perpecahan tidak berkepanjangan.
Konflik Internal di DPW PPP Sumatera Selatan
Sebelum Muktamar X, PPP sempat menghadapi konflik internal di DPW Sumatera Selatan (Sumsel).
Pada Mei 2024, DPP PPP mengambil alih kepemimpinan DPW Sumsel setelah 13 DPC se-Sumsel menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua DPW, Agus Sutikno. Pengambilalihan ini menunjukkan bahwa konflik internal bukan hal baru bagi PPP dan menjadi salah satu faktor yang memicu polemik nasional.
Menurunnya Elektabilitas PPP
Polemik kepengurusan berpotensi memengaruhi citra dan stabilitas partai menjelang Pemilu 2029. Konflik internal yang berkepanjangan bisa mengganggu konsolidasi partai, mengurangi kepercayaan kader, dan memengaruhi elektabilitas.
Bagi PPP, penting untuk menyelesaikan konflik ini dengan cepat. Jika tidak, partai bisa kehilangan momentum dalam persiapan Pemilu dan Pilkada mendatang.
Siapa yang Sah?
Berdasarkan fakta hukum dan mekanisme internal PPP:
- Muhammad Mardiono → Sah secara administratif menurut Kemenkumham (Plt Ketua Umum).
- Agus Suparmanto → Sah secara partai menurut Mahkamah Partai PPP (Ketua Umum versi Muktamar X).
Dengan kata lain, keduanya memiliki klaim sah, tetapi dari perspektif yang berbeda: pemerintah vs mekanisme partai.
Kisruh kepengurusan PPP 2025 antara kubu Mardiono dan Agus Suparmanto menunjukkan tantangan internal partai yang serius.
- Pemerintah tetap netral dan hanya mengesahkan secara administratif.
- Mahkamah Partai menegaskan legitimasi kepemimpinan Agus.
- PPP perlu menyelesaikan konflik ini demi soliditas internal dan persiapan Pemilu 2029.
Netizen, pengamat politik, dan kader partai kini menunggu langkah konsolidasi berikutnya. Apakah kubu Mardiono dan Agus Suparmanto bisa berdamai, atau perpecahan ini akan berlanjut? Hanya waktu yang bisa menjawab.
