BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara.  — Kabar dugaan adanya praktik “uang pelicin” dalam proses pengajuan audiensi ke Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas memicu perhatian publik dan kalangan pemerhati kebijakan. Isu ini merebak viral setelah sejumlah warga mengaku dimintai uang oleh oknum yang diduga berada di lingkungan Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Sekretariat Daerah Kota Medan (Setdako) agar permohonan pertemuan dengan Wali Kota bisa dipercepat.

Padahal, secara resmi seluruh kegiatan audiensi antara masyarakat dan pemerintah kota bersifat gratis, sebagaimana diatur dalam mekanisme pelayanan publik Pemko Medan.

Awal Mula Isu Tersebar

Kabar ini pertama kali mencuat viral di media sosial pada awal Oktober 2025. Sejumlah unggahan menyebut adanya permintaan uang oleh pihak tertentu yang mengaku bisa “membantu menjadwalkan” audiensi dengan Wali Kota. Unggahan itu kemudian ramai dibagikan, memunculkan gelombang komentar warga yang pernah atau tengah menunggu jadwal audiensi.

Seorang warga yang enggan disebut namanya mengaku sempat diminta uang oleh seseorang yang mengaku dari lingkaran Prokopim.

“Jumlahnya tidak besar, tapi saya merasa aneh karena selama ini audiensi kan resmi, harusnya tidak bayar,” ujarnya, Kamis, 9 Oktober 2025, di Medan.

Menanggapi isu ini, Irsal Fikri, pengurus DPC PPP Kota Medan, mendesak agar Wali Kota Medan, Rico Waas segera mengambil langkah tegas.

“Kalau benar ada yang meminta uang untuk audiensi, itu pelanggaran berat. Audiensi adalah hak publik, bukan barang dagangan,” ujar Irsal Fikri pada Jumat, 10 Oktober 2025 di Medan.

Ia menilai, jika dibiarkan, hal ini akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap reformasi birokrasi yang sedang dijalankan Pemko Medan.

“Wali Kota harus memberi contoh dengan menindak cepat, bukan diam,” tegasnya.

Dalam laporan sejumlah media lokal, nama M. Fitrah Josa Ritonga, Plt. Kepala Bagian Prokopim Setdako Medan, disebut mengetahui jalannya proses audiensi di Balai Kota. Namun, hingga Jumat, 10 Oktober 2025, Fitrah Josa Ritonga belum memberikan klarifikasi publik.

Beberapa wartawan mengaku sudah mencoba menghubungi yang bersangkutan melalui telepon dan pesan singkat, tetapi belum mendapat jawaban.

Salah satu staf internal Pemko Medan menegaskan bahwa tidak ada biaya resmi dalam proses audiensi.

“Kalau ada yang bermain di luar mekanisme, itu pelanggaran. Kami siap kalau ada pemeriksaan dari Inspektorat,” ujarnya.

Hingga berita ini ditulis, Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, belum mengeluarkan pernyataan terbuka mengenai isu ini. Akun resmi dan situs web Pemko Medan masih menampilkan kegiatan rutin kepala daerah seperti kunjungan kerja dan penerimaan tamu audiensi, tanpa menyinggung kabar dugaan pungutan.

Aktivis Lembaga Pemantau Pelayanan Publik (LP3) Medan, Hendra Sembiring, menilai bahwa sikap diam justru memperbesar spekulasi.

“Kalau tidak ada masalah, sampaikan terbuka. Tapi kalau ada oknum yang bermain, jangan dibiarkan. Diam terlalu lama justru berbahaya,” ujar Hendra, Jumat, 10 Oktober 2025.

Di tengah ramainya sorotan publik, muncul pula tanggapan dari Bobby Apriliano, Pemerhati Sosial dan Kebijakan Publik, yang menilai bahwa peristiwa ini bisa jadi pertanda ada masalah serius dalam mekanisme akses publik terhadap pejabat daerah.

“Pantas saja akhir-akhir ini ketika saya ingin bertemu Pak Rico Waas di kantor atau di rumah dinas selalu dihadang dengan berbagai alasan,” tegas Bobby Apriliano, Jumat, 10 Oktober 2025, di Medan.

Bobby Apriliano menilai, hambatan seperti itu menunjukkan bahwa akses komunikasi antara masyarakat dan kepala daerah belum berjalan sebagaimana mestinya.

“Kalau pejabat publik sulit diakses tanpa alasan yang jelas, lalu muncul isu uang pelicin, masyarakat tentu akan menilai ada yang tidak wajar,” tambahnya.

Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dan keterbukaan Pemko Medan dalam menangani isu ini.

“Jangan menunggu isu membesar dulu baru bertindak. Publik butuh penjelasan resmi,” ujarnya.

Isu ini merupakan cerminan bahwa masih ada celah dalam sistem komunikasi antara masyarakat dan pemerintah.

“Kalau benar terjadi, itu bukan cuma pelanggaran etika, tapi sinyal bahwa birokrasi kita masih rentan disusupi praktik informal,” ujar Bobby Apriliano.

Ia menegaskan, audiensi seharusnya menjadi sarana partisipasi publik, bukan ruang transaksional.

 “Pemerintah harus memastikan akses warga terhadap kepala daerah tidak bergantung pada uang atau kedekatan,” lanjutnya.

Menurut Bobby, isu ini harus dijadikan momentum bagi Rico Waas untuk memperbaiki sistem birokrasi, terutama pada unit pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

“Medan punya potensi besar menjadi kota dengan tata kelola modern, tapi semua akan runtuh kalau kepercayaan publik hilang,” katanya menambahkan.

Sementara itu, Dr. Rahmat Lubis, S.H., M.Hum, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara (USU), menjelaskan bahwa tindakan meminta imbalan di luar prosedur resmi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat berdasarkan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

“Kalau terbukti, itu bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi juga tindak pidana korupsi dalam bentuk pungutan liar,” tegas Dr. Rahmat Lubis, Jumat, 10 Oktober 2025.

Ia menilai bahwa kepala daerah berkewajiban memastikan seluruh jajarannya bekerja berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

“Langkah terbaik adalah membentuk tim pemeriksa independen dan melibatkan Inspektorat,” katanya.

Warga Kota Medan memberikan beragam tanggapan terhadap isu ini. Sebagian warga menyatakan kecewa dan menganggap isu tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan di lingkungan Pemko. Namun, sebagian lainnya masih berharap kabar itu tidak benar.

Rita Lubis, aktivis lingkungan dari Medan Barat, menilai bahwa kabar ini bukan hal baru.

“Sudah lama terdengar kalau mau ketemu pejabat harus lewat ‘jalur tertentu’. Tapi tidak pernah ada yang berani buka bukti,” ujarnya.

Sampai Jumat Malam, 10 Oktober 2025, belum ada tanda bahwa aparat penegak hukum seperti Polrestabes Medan, Kejaksaan Negeri Medan, atau Ombudsman RI Perwakilan Sumut membuka penyelidikan resmi.

Namun, beberapa organisasi masyarakat sipil mendesak agar Inspektorat Kota Medan segera memeriksa seluruh alur prosedur audiensi guna memastikan tidak ada celah penyimpangan.

“Pemeriksaan internal sangat penting agar isu tidak terus bergulir liar,” ujar Hendra Sembiring.

Sejumlah pengamat dan akademisi menyarankan agar Pemko Medan segera melakukan langkah konkret berikut:

  1. Membuka klarifikasi resmi dari Wali Kota kepada publik.
  2. Melakukan audit internal terhadap mekanisme audiensi di lingkup Prokopim.
  3. Menyediakan kanal pengaduan daring yang menjamin kerahasiaan pelapor.
  4. Memberikan sanksi disiplin bagi oknum yang terbukti melanggar.
  5. Melibatkan Ombudsman RI untuk memastikan transparansi pemeriksaan.

Menurut Bobby Apriliano, langkah-langkah itu akan menjadi bukti nyata jika Wali Kota Medan serius menjaga integritas pemerintahannya.

“Integritas tidak dibangun dari pidato, tapi dari tindakan cepat ketika ada tuduhan seperti ini,” tegas Bobby Apriliano.