BONA NEWS. Jakarta, Indonesia.  — Pemerintah Indonesia secara resmi menyatakan sikapnya terhadap perjanjian pertahanan yang baru saja ditandatangani antara Australia dan Papua Nugini (PNG), yang dikenal sebagai Pukpuk Treaty. Melalui Kementerian Luar Negeri, Indonesia meminta agar kerja sama pertahanan tersebut tetap menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah Republik Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan oleh Vahd Nabyl, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, pada Kamis, 9 Oktober 2025. Dalam pernyataannya di Jakarta, Vahd menegaskan bahwa Indonesia menghormati hak setiap negara untuk memperkuat sistem pertahanannya, namun menekankan agar semua bentuk kerja sama pertahanan di kawasan dilakukan dengan cara yang berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas regional.

“Indonesia menghormati hak setiap negara untuk memperkuat sistem pertahanannya,” ujar Vahd Nabyl dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Oktober 2025. “Namun, kerja sama seperti itu harus berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas kawasan serta menghindari eskalasi persaingan geopolitik.”

Ia menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia memperhatikan dengan saksama perkembangan kerja sama pertahanan antara Australia dan Papua Nugini tersebut. Vahd juga menegaskan, Indonesia menjalin hubungan baik dan komunikasi yang kuat dengan Pemerintah PNG untuk menjaga keamanan serta ketertiban di sepanjang wilayah perbatasan.

“Indonesia memiliki kerja sama kuat, komunikasi, dan koordinasi dengan Papua Nugini untuk menjaga stabilitas di kawasan perbatasan. Kami berharap kerja sama pertahanan yang dilakukan kedua negara itu tetap menjunjung tinggi prinsip saling menghormati kedaulatan,” lanjut Vahd.

Menurutnya, Papua Nugini selama ini konsisten menyatakan penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia. Karena itu, Jakarta percaya bahwa kerja sama pertahanan Australia–PNG tidak akan diarahkan terhadap pihak mana pun, termasuk Indonesia.

Perjanjian pertahanan antara Australia dan Papua Nugini, atau Pukpuk Treaty, ditandatangani di Canberra pada Senin, 6 Oktober 2025 oleh Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Perdana Menteri Papua Nugini James Marape. Nama “Pukpuk” diambil dari kata dalam bahasa Tok Pisin yang berarti “buaya”, simbol kekuatan dan ketahanan dalam budaya PNG.

Dalam penandatanganan yang berlangsung di Gedung Parlemen Canberra, Albanese menyebut bahwa perjanjian ini menjadi “hari bersejarah” bagi kedua negara. Ia menegaskan bahwa Pukpuk Treaty merupakan perjanjian aliansi pertahanan formal pertama Australia dalam lebih dari tujuh dekade terakhir.

“Hari ini adalah momen bersejarah. Australia dan Papua Nugini adalah tetangga, sahabat, dan mitra yang memiliki masa depan bersama,” kata Anthony Albanese dalam konferensi pers di Canberra, Senin, 6 Oktober 2025. “Perjanjian ini dibangun atas dasar saling percaya dan penghormatan terhadap kedaulatan setiap negara di kawasan.”

Perjanjian ini mencakup komitmen kedua negara untuk bekerja sama dalam menghadapi ancaman bersama, melalui pelatihan militer, modernisasi institusi pertahanan PNG, pertukaran intelijen, hingga peningkatan interoperabilitas pasukan. Australia juga berkomitmen membantu meningkatkan kapasitas angkatan bersenjata Papua Nugini, termasuk dalam bidang logistik dan teknologi pertahanan.

Sementara itu, Perdana Menteri PNG James Marape menekankan bahwa kerja sama ini tidak didasari oleh geopolitik, melainkan karena kebutuhan keamanan dan sejarah panjang hubungan kedua negara.

“Perjanjian ini bukan karena geopolitik, tetapi karena geografi, sejarah, dan realitas kawasan yang kami bagi bersama,” ujar Marape dalam kesempatan yang sama. “Kami membangun satu pagar besar yang melindungi dua rumah — satu besar dan satu kecil — tetapi masing-masing tetap memiliki ruangnya sendiri.”

Marape juga menegaskan bahwa perjanjian ini tidak mengikat Australia untuk turut campur dalam konflik di perbatasan Indonesia–PNG. Menurutnya, keterlibatan Australia akan tetap berdasarkan proses hukum dan konstitusi masing-masing negara.

Indonesia menjadi salah satu pihak yang paling berkepentingan dengan perjanjian ini karena berbagi garis perbatasan darat sepanjang lebih dari 800 kilometer dengan Papua Nugini di Pulau Papua. Kawasan ini selama bertahun-tahun menjadi perhatian karena adanya aktivitas lintas batas yang tidak resmi, termasuk penyelundupan dan potensi pergerakan kelompok separatis.

Jakarta menilai bahwa setiap perubahan dalam struktur keamanan Papua Nugini berpotensi memengaruhi dinamika keamanan nasional Indonesia, terutama di wilayah Papua. Pemerintah Indonesia ingin memastikan bahwa kerja sama Australia–PNG tidak disalahartikan sebagai bentuk keterlibatan militer asing dalam urusan domestik Indonesia.

Vahd Nabyl menegaskan bahwa Indonesia akan terus berkomunikasi dengan pemerintah PNG agar transparansi kerja sama pertahanan ini terjaga.

“Kami percaya Papua Nugini akan tetap memegang komitmen untuk tidak melibatkan pihak ketiga dalam urusan kedaulatan negara lain. Prinsip saling menghormati dan transparansi akan menjadi dasar dalam menjaga hubungan baik di kawasan,” tegasnya.

Selain itu, Indonesia menekankan pentingnya agar kerja sama pertahanan antarnegara dilakukan sesuai prinsip hukum internasional. Setiap bentuk kerja sama militer harus terbuka, tidak mengarah pada eskalasi, serta mendukung perdamaian regional.

Perspektif Australia dan Papua Nugini

Sikap Australia

Dalam pernyataannya, Perdana Menteri Anthony Albanese menyebut bahwa Pukpuk Treaty merupakan aliansi pertahanan yang bersifat mutual, bukan dominatif. Australia dan Papua Nugini akan bekerja sama jika salah satu pihak menghadapi ancaman, namun keputusan untuk bertindak tetap bergantung pada proses konstitusional masing-masing negara.

Albanese juga menegaskan bahwa perjanjian ini tidak dimaksudkan untuk mengubah keseimbangan kekuatan di kawasan, melainkan untuk memperkuat stabilitas dan kapasitas pertahanan PNG agar mampu menghadapi tantangan internalnya sendiri.

“Australia tidak memaksakan agenda apa pun. Kami hanya ingin membantu memperkuat kapasitas pertahanan Papua Nugini sebagai tetangga terdekat kami,” ujar Albanese.

Ia juga menyatakan bahwa perjanjian ini memperkuat pesan bahwa keamanan di Pasifik harus berbasis pada kerja sama antarnegara yang berdaulat, bukan kompetisi kekuatan besar dunia.

Sikap Papua Nugini

Sementara itu, Perdana Menteri James Marape berulang kali menegaskan bahwa Pukpuk Treaty bukan langkah yang diarahkan terhadap Indonesia. Ia menyatakan bahwa PNG menghormati sepenuhnya kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia.

“Kami tidak akan pernah mengizinkan wilayah kami digunakan untuk mengancam tetangga kami, terutama Indonesia,” ujar Marape dalam konferensi pers, Rabu, 8 Oktober 2025. “Kerja sama kami dengan Australia sepenuhnya untuk memperkuat pertahanan internal dan stabilitas kawasan.”

Pernyataan tersebut disambut positif oleh Jakarta, yang menganggap komitmen Marape sebagai jaminan penting untuk mencegah kesalahpahaman di tingkat diplomatik.

Analisis dan Implikasi bagi Kawasan

Perjanjian pertahanan Australia–Papua Nugini ini dinilai akan menjadi tonggak baru dalam arsitektur keamanan Pasifik Selatan. Namun, bagi Indonesia, perjanjian tersebut juga membawa tantangan tersendiri.

1. Tantangan Perbatasan dan Isu Papua

Perbatasan antara Indonesia dan PNG adalah salah satu wilayah paling sensitif di kawasan. Dalam beberapa tahun terakhir, konflik di Papua dan aktivitas lintas batas kerap menimbulkan kekhawatiran di kedua negara. Jika perjanjian pertahanan Australia–PNG tidak dijalankan secara transparan, Indonesia khawatir bisa timbul persepsi bahwa kerja sama itu menimbulkan campur tangan terhadap urusan dalam negeri Indonesia.

2. Dinamika Geopolitik

Kawasan Pasifik kini menjadi arena kompetisi antara kekuatan besar dunia seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Australia. Dengan adanya perjanjian baru ini, Australia memperluas jangkauan pertahanannya di Pasifik Selatan. Indonesia, yang selama ini menganut politik luar negeri bebas aktif, harus cermat menjaga keseimbangannya agar tidak terjebak dalam rivalitas geopolitik.

3. Peluang Kerja Sama Trilateral

Meski terdapat kekhawatiran, ada pula peluang positif. Perjanjian ini dapat menjadi pintu bagi kerja sama trilateral Indonesia–Australia–Papua Nugini dalam bidang keamanan perbatasan, patroli laut, dan penanggulangan kejahatan lintas negara. Jika dikelola dengan baik, sinergi ini bisa memperkuat stabilitas di kawasan timur Indonesia.

4. Pentingnya Transparansi dan Diplomasi

Indonesia diharapkan terus memainkan peran aktif melalui diplomasi, baik bilateral maupun multilateral, untuk memastikan kerja sama pertahanan antarnegara di kawasan Pasifik tetap transparan dan sejalan dengan prinsip hukum internasional. Penguatan diplomasi pertahanan juga diperlukan untuk mencegah potensi salah tafsir terhadap keberadaan militer asing di sekitar wilayah perbatasan.

Penegasan Indonesia

Dalam penutup pernyataannya, Vahd Nabyl kembali menegaskan bahwa Indonesia tidak menentang kerja sama pertahanan negara lain, selama tetap menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua pihak.

“Kami berharap kerja sama Australia dan Papua Nugini dapat berkontribusi positif terhadap keamanan regional dan tidak diarahkan terhadap pihak mana pun,” kata Vahd. “Indonesia akan terus memantau pelaksanaannya dan menjaga komunikasi diplomatik dengan kedua negara.”

Ia juga menambahkan bahwa stabilitas di kawasan Pasifik dan Asia Tenggara merupakan kepentingan bersama yang harus dijaga melalui dialog dan kerja sama, bukan melalui kompetisi kekuatan.

Pernyataan resmi Pemerintah Indonesia menunjukkan sikap waspada sekaligus konstruktif terhadap perkembangan geopolitik di kawasan Pasifik. Jakarta tidak menentang kerja sama pertahanan antara Australia dan Papua Nugini, tetapi menekankan prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan stabilitas kawasan.

Bagi Indonesia, hubungan dengan PNG bukan hanya soal diplomasi, tetapi juga menyangkut keamanan wilayah timur yang strategis. Melalui pendekatan diplomatik yang hati-hati, Indonesia berupaya memastikan bahwa Pukpuk Treaty menjadi sarana memperkuat perdamaian, bukan sumber ketegangan baru.

Dengan langkah diplomatik yang terukur, koordinasi intensif dengan PNG, dan keterlibatan aktif dalam forum regional, Indonesia diharapkan dapat menjaga keseimbangan hubungan dengan kedua negara tetangganya sekaligus melindungi kepentingan nasional di kawasan perbatasan.