BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. – Dana Moneter Internasional (IMF) resmi meluncurkan laporan World Economic Outlook (WEO) Oktober 2025 hari ini, menyoroti proyeksi pertumbuhan ekonomi global, risiko, dan tantangan yang dihadapi negara maju maupun berkembang, termasuk Indonesia. Peluncuran ini dilakukan bersamaan dengan rangkaian pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia, yang menekankan pentingnya kebijakan adaptif di tengah ketidakpastian global.

Menurut laporan terbaru, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,2 persen pada 2025, naik sedikit dari prakiraan sebelumnya 3,0 persen yang dipublikasikan pada WEO Juli 2025. Untuk 2026, pertumbuhan global diperkirakan stabil di angka 3,1 persen.

Kenaikan proyeksi ini sebagian besar didorong oleh:

  1. Penurunan dampak tarif perdagangan internasional yang lebih ringan dari perkiraan awal.
  2. Respons adaptif sektor swasta di berbagai negara maju, termasuk Eropa dan Amerika Utara.
  3. Stimulus fiskal dan moneter selektif yang mendukung pertumbuhan di kawasan Eropa dan Asia.

Namun, IMF juga menekankan adanya ketidakpastian yang signifikan. Risiko utama termasuk eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, ketidakstabilan geopolitik, serta gangguan pasar keuangan global.

Laporan WEO Oktober 2025 menunjukkan bahwa pertumbuhan di negara maju tetap moderate dibanding pasar berkembang. Beberapa negara Eropa mengalami revisi naik dalam proyeksi pertumbuhan mereka, tetapi kenaikan ini relatif terbatas.

Sementara itu, negara berkembang menghadapi risiko guncangan eksternal yang lebih besar, meskipun beberapa negara menunjukkan daya tahan yang lebih tinggi berkat kebijakan fiskal dan moneter yang prudent, institusi yang kuat, dan pasar keuangan yang lebih dalam.

IMF menyoroti pentingnya reformasi struktural di negara berkembang agar bisa menahan tekanan eksternal dan menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka menengah.

Inflasi dan Stabilitas Harga

IMF memperkirakan tekanan inflasi global mulai melandai, seiring dengan menurunnya harga energi dan komoditas tertentu. Namun, risiko kenaikan inflasi tetap ada di negara yang bergantung pada impor energi atau mengalami volatilitas mata uang tinggi.

Bagi negara maju, inflasi diperkirakan tetap terkendali, tetapi negara berkembang perlu waspada terhadap fluktuasi harga pangan dan energi, yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan stabilitas sosial.

Indonesia termasuk dalam kelompok negara berkembang yang proyeksi ekonominya cukup moderat. IMF memperkirakan pertumbuhan PDB riil Indonesia 2025 sebesar 4,7 persen, sedikit turun dari perkiraan sebelumnya 5,1 persen. Untuk 2026, pertumbuhan diproyeksikan tetap stabil di angka 4,7 persen.

Penurunan proyeksi ini mencerminkan:

  • Ketidakpastian global akibat tarif perdagangan, perlambatan ekonomi di negara mitra dagang utama, dan dinamika geopolitik.
  • Tekanan eksternal yang memengaruhi perdagangan, investasi, dan arus modal.
  • Defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang diperkirakan melebar hingga 1,5 persen dari PDB.

Sementara itu, inflasi domestik diperkirakan melandai ke sekitar 1,7 persen, dengan catatan bahwa harga energi dan komoditas masih berpotensi mempengaruhi angka ini.

IMF menekankan bahwa kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati, stabilitas politik, dan reformasi struktural sangat penting untuk menjaga pertumbuhan dan daya tahan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.

Risiko Global dan Skenario Perdagangan

Laporan WEO terbaru juga menyoroti beberapa risiko global yang perlu diperhatikan:

  1. Perang dagang AS–China: Eskalasi tarif atau hambatan perdagangan tambahan dapat mempengaruhi rantai pasok global, investasi, dan pertumbuhan negara berkembang.
  2. Ketidakstabilan geopolitik: Konflik regional atau krisis energi bisa memicu volatilitas pasar finansial dan harga komoditas.
  3. Gangguan pasar keuangan: Kenaikan suku bunga mendadak atau ketidakseimbangan keuangan dapat memicu tekanan likuiditas di negara berkembang.

IMF menyarankan negara-negara untuk mengadopsi kebijakan adaptif dan menjaga institusi moneter serta fiskal yang kuat. Kebijakan yang fleksibel dapat membantu meredam guncangan eksternal dan memastikan stabilitas pertumbuhan jangka menengah.

Selain proyeksi ekonomi, WEO Oktober 2025 menekankan pentingnya reformasi struktural di negara berkembang, termasuk:

  • Peningkatan kualitas infrastruktur.
  • Reformasi birokrasi dan pemerintahan yang lebih efisien.
  • Penguatan pasar keuangan domestik untuk meningkatkan ketahanan terhadap guncangan eksternal.
  • Investasi dalam inovasi dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas.

Bagi Indonesia, reformasi ini bisa mendukung pertumbuhan jangka panjang, menurunkan ketergantungan pada ekspor komoditas, dan memperkuat daya saing global.

Peluncuran World Economic Outlook Oktober 2025 oleh IMF memberikan gambaran pertumbuhan global yang moderat namun masih penuh ketidakpastian. Sementara negara maju relatif stabil, negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi risiko dari kondisi eksternal dan volatilitas pasar.

Bagi Indonesia, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tetap 4,7 persen pada 2025 dan 2026, dengan inflasi terkendali di sekitar 1,7 persen. Namun, tekanan dari ketidakpastian global dan defisit transaksi berjalan menjadi tantangan yang perlu diwaspadai.

IMF menekankan bahwa kebijakan fiskal dan moneter yang prudent, stabilitas politik, serta reformasi struktural menjadi kunci agar Indonesia dapat menjaga daya tahan ekonomi dan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.

Secara keseluruhan, laporan ini menegaskan bahwa adaptasi kebijakan dan perencanaan strategis adalah kunci bagi negara-negara untuk menghadapi ketidakpastian global yang terus berkembang.