BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. — Pemerintah Indonesia tengah menimbang langkah strategis baru dalam sektor energi dan perkebunan: pembatasan ekspor minyak sawit mentah (CPO) melalui penerapan Domestic Market Obligation (DMO).
Tujuannya, untuk memastikan ketersediaan bahan baku biodiesel di dalam negeri seiring peningkatan target campuran biodiesel dari B40 menjadi B50 pada tahun depan.
Langkah ini mulai ramai dibahas usai beberapa pejabat kabinet menyampaikan pernyataan publik yang saling menguatkan dalam dua pekan terakhir.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sama-sama menegaskan perlunya penataan ulang ekspor agar Indonesia tidak kekurangan pasokan untuk energi hijau nasional.
Pada Selasa, 14 Oktober 2025, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah harus realistis dalam menghadapi kebutuhan bahan baku biodiesel.
Menurutnya, pilihan kebijakan hanya ada dua: menambah kebun sawit baru atau mengatur ekspor melalui skema DMO.
“Kalau tambah CPO, hukumnya cuma dua: bikin kebun baru, atau sebagian ekspor kita tidak lakukan. Kita berlakukan DMO,” ujar Bahlil di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip dari pernyataannya yang diliput media nasional pada 14 Oktober 2025.
Bahlil menjelaskan, kebijakan DMO bukan bentuk proteksionisme sempit, tetapi strategi untuk menjamin keberlanjutan energi domestik.
Dengan program B50, kebutuhan CPO nasional untuk biodiesel diperkirakan melonjak hampir 30 persen dari tahun sebelumnya. Jika seluruh produksi dibiarkan bebas diekspor, pasokan dalam negeri akan tertekan.
“Kita butuh keseimbangan. Kalau semua untuk ekspor, nanti pabrik biodiesel berhenti. Tapi kalau semua untuk dalam negeri, petani rugi. Jadi, DMO itu kompromi paling rasional,” tambahnya.
Pernyataan Bahlil memperkuat sinyal yang sudah lebih dulu disampaikan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pada 9 Oktober 2025.
Dalam konferensi pers di Istana Negara, Amran mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menghitung ulang volume ekspor CPO yang bisa dikurangi untuk memenuhi kebutuhan domestik.
“Ekspor ini nantinya kita tarik 5,3 juta ton, kemudian dijadikan biofuel, jadikan pengganti solar,” kata Amran dalam jumpa pers, Kamis (9/10/2025).
Ia menilai kebijakan itu akan membantu Indonesia mencapai kemandirian energi sekaligus mengurangi ketergantungan impor bahan bakar fosil.
Menteri Amran menekankan, langkah ini tidak akan diambil secara mendadak, melainkan melalui koordinasi lintas kementerian dan pelaku industri.
“Kita tidak ingin petani sawit tertekan. Jadi semua dihitung matang, dengan mempertimbangkan harga TBS dan margin ekspor,” ujarnya.
Latar Belakang Ekonomi dan Harga CPO
Kebijakan pembatasan ekspor CPO muncul di tengah tren kenaikan harga global.
Data perdagangan dari Bursa Malaysia menunjukkan, harga CPO mencapai RM 4.230 per ton pada pertengahan Oktober 2025 — level tertinggi dalam enam bulan terakhir.
Kenaikan harga ini dipicu oleh turunnya produksi di Malaysia dan meningkatnya permintaan dari India serta Tiongkok.
Kondisi ini mendorong eksportir Indonesia lebih tertarik menjual ke pasar luar negeri, sehingga pasokan dalam negeri menurun.
Menurut data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), total kebutuhan CPO untuk campuran biodiesel B50 pada 2026 bisa mencapai 13 juta kiloliter, naik dari 11 juta kiloliter di 2024.
Kenaikan ini berarti tambahan pasokan sekitar 5 juta ton CPO harus dialokasikan khusus untuk biodiesel, yang sejalan dengan pernyataan Menteri Amran
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, mengingatkan agar kebijakan ini tidak diterapkan secara tergesa-gesa.
“Kami mendukung DMO, tapi harus disertai mekanisme harga yang jelas agar petani tidak dirugikan,” kata Eddy dalam keterangan pers, 15 Oktober 2025.
Eddy menilai pembatasan ekspor bisa menjaga pasokan domestik, tetapi juga bisa menekan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani.
Oleh karena itu, GAPKI mendorong pemerintah menyiapkan formula harga baru yang adil.
Dari sisi produsen biodiesel, Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan, mengatakan bahwa program B50 membutuhkan dukungan jangka panjang.
“Kalau pasokan tidak dijamin, pabrik biodiesel bisa kesulitan. Jadi kami mendukung adanya DMO CPO, asalkan harga tetap stabil,” ujarnya.
Selain aspek ekonomi, kebijakan ini juga terkait komitmen transisi energi hijau Indonesia.
Program biodiesel merupakan bagian dari upaya mengurangi emisi karbon hingga 358 juta ton CO₂ pada 2030.
Menurut catatan Kementerian ESDM, penggunaan biodiesel sejak 2016 telah menekan impor solar hingga lebih dari Rp 100 triliun per tahun.
Namun, sejumlah lembaga lingkungan meminta agar peningkatan konsumsi CPO untuk energi tetap memperhatikan keberlanjutan perkebunan.
Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo, menilai kebijakan DMO harus diiringi dengan moratorium pembukaan lahan baru agar tidak berdampak buruk terhadap hutan.
“Kalau mau DMO, bagus. Tapi jangan sampai dijadikan alasan untuk membuka kebun baru. Fokusnya harus ke produktivitas dan efisiensi,” katanya, 16 Oktober 2025.
Kajian Antar-Kementerian dan Prospek Kebijakan
Hingga 17 Oktober 2025, kebijakan pembatasan ekspor CPO masih dalam tahap kajian lintas kementerian: ESDM, Pertanian, Perdagangan, dan Koordinator Perekonomian.
Pemerintah berencana menyusun peraturan turunan dalam bentuk Perpres atau Permen jika kesepakatan tercapai.
Deputi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud, mengatakan proses koordinasi akan rampung pada akhir November 2025.
“Kita lagi hitung kebutuhan biodiesel tahun depan. Setelah angka pastinya keluar, baru DMO dan ekspor disesuaikan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Dengan pendekatan bertahap, pemerintah ingin menjaga dua sisi: ketahanan energi nasional dan kesejahteraan petani.
Kebijakan DMO CPO bisa menjadi langkah strategis untuk menjaga stabilitas energi jangka panjang. Selama harga minyak dunia tinggi, biodiesel akan tetap menarik secara ekonomi. Tapi kuncinya adalah keseimbangan antara ekspor dan kebutuhan domestik.
engalaman 2022–2023 menunjukkan bahwa pembatasan ekspor minyak goreng tanpa mekanisme pasar justru menimbulkan kekacauan harga.
Pemerintah kali ini harus menghindari kesalahan serupa dengan menetapkan formula DMO yang transparan. Jangan sampai petani menanggung beban. Kalau DMO diterapkan dengan insentif yang tepat, Indonesia justru bisa jadi contoh dunia,
Kebijakan pembatasan ekspor CPO yang tengah dikaji pemerintah pada Oktober 2025 merupakan bagian dari upaya menjaga pasokan bahan baku biodiesel nasional menjelang penerapan program B50 pada 2026. Meski masih dalam tahap pembahasan antar-kementerian, sinyal pemerintah sudah jelas: energi hijau dan kemandirian nasional menjadi prioritas utama.
Pelaku industri, petani, dan pengamat berharap kebijakan final nanti tidak hanya menjaga pasokan energi, tetapi juga memastikan keadilan ekonomi di seluruh rantai pasok sawit.
