BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. 

Indonesia, negeri kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, menyimpan kekayaan yang tak ternilai: kuliner. Dari Sabang hingga Merauke, kuliner Nusantara bukan sekadar soal rasa, tetapi cerminan sejarah, budaya, dan identitas bangsa. Setiap hidangan menceritakan cerita lokal, filosofi hidup, serta kearifan tradisional yang diwariskan turun-temurun.

“Kuliner Nusantara adalah bagian dari DNA bangsa. Setiap hidangan tradisional punya cerita, filosofi, dan makna yang lebih luas daripada sekadar makanan,” kata Dr. Anita Wulandari, pakar budaya kuliner dari Universitas Gadjah Mada, saat diwawancarai pada 18 Oktober 2025 di Yogyakarta.

Sejarah dan Kekayaan Rempah

Keberagaman kuliner Indonesia erat kaitannya dengan sejarah perdagangan rempah. Sumatera, Maluku, dan Jawa menjadi pusat rempah dunia sejak abad ke-16, menarik pedagang dari berbagai negara. Dampaknya, kuliner lokal menjadi kaya akan rempah dan bumbu kompleks.

Contohnya, Rendang Minangkabau, yang membutuhkan proses memasak hingga 8–12 jam agar daging benar-benar empuk dan bumbu meresap. Menurut Kementerian Pariwisata Indonesia (2025), rendang termasuk 10 makanan tradisional yang paling dicari wisatawan mancanegara. Rendang bukan sekadar masakan; ia simbol kesabaran, kerja keras, dan kebersamaan.

Di Jawa, hidangan seperti gudeg Yogyakarta dan nasi liwet Solo menunjukkan filosofi keseimbangan: rasa manis dan gurih yang berpadu, mencerminkan nilai kesederhanaan dan harmoni dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Kuliner sebagai Identitas Daerah

Setiap provinsi memiliki kuliner khas yang menjadi bagian dari identitas lokal. Misalnya:

  • Papeda dari Papua: makanan sagu yang melambangkan kehidupan masyarakat pesisir dan hutan.
  • Sate Madura: menampilkan kesederhanaan tapi kaya rasa.
  • Pempek Palembang: hasil perpaduan budaya lokal dan pengaruh Tionghoa.

Menurut data Kemendikbudristek (2025), ada lebih dari 5.000 jenis kuliner tradisional yang tercatat secara resmi, mencerminkan keberagaman budaya dan etnis di seluruh Indonesia.

“Melalui kuliner, anak muda bisa belajar sejarah dan budaya. Makan bukan hanya soal mengenyangkan perut, tapi juga mengenal akar budaya,” ujar Chef Rudi Santoso, pemilik restoran tradisional di Jakarta.

Peran Kuliner dalam Diplomasi Budaya

Kuliner Nusantara juga menjadi alat diplomasi budaya. Festival kuliner, pameran, dan promosi internasional memperkenalkan Indonesia ke dunia. CNN pada 2011 pernah menobatkan rendang sebagai salah satu makanan terenak di dunia, membuka mata dunia terhadap kekayaan kuliner Indonesia.

Data Kementerian Pariwisata 2025 menunjukkan bahwa promosi kuliner tradisional meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 15% dibanding 2024. Kuliner bukan sekadar konsumsi, tapi juga sarana untuk mengenalkan budaya, sejarah, dan nilai lokal.

Tantangan di Era Modern

Globalisasi membawa tantangan. Makanan cepat saji dan tren kuliner internasional kerap menggeser makanan tradisional, terutama di kota besar. Namun, ini juga mendorong inovasi: banyak chef muda mengembangkan fusion cuisine, memadukan teknik modern dengan resep tradisional.

Contoh: rendang wagyu, nasi liwet gourmet, atau soto dengan sentuhan rasa internasional. Menurut Dr. Anita Wulandari, “Inovasi kuliner yang menghormati resep tradisional justru memperkuat identitas, bukan menghilangkannya. Dunia modern dan tradisi bisa berjalan berdampingan.”

Edukasi dan Pelestarian Kuliner

Salah satu tantangan terbesar adalah generasi muda yang kurang tertarik mempelajari resep tradisional. Untuk itu, edukasi kuliner sejak dini sangat penting. Sekolah, komunitas kuliner, dan media massa memiliki peran penting mengenalkan resep, filosofi, dan sejarah di balik setiap hidangan.

Selain itu, pemerintah mendorong sertifikasi kuliner tradisional sebagai bagian dari Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Hal ini memastikan resep asli tetap terjaga, sementara generasi mendatang dapat menikmati dan menghargai kekayaan kuliner Nusantara.

Kuliner Nusantara dan Pariwisata

Kuliner juga menjadi daya tarik wisata. Kota-kota seperti Yogyakarta, Bandung, dan Bali tidak hanya terkenal dengan destinasi alam dan budaya, tetapi juga kuliner tradisional yang menggugah selera. Menurut survei BPS 2025, sekitar 60% wisatawan memilih destinasi wisata kuliner sebagai salah satu pertimbangan utama perjalanan mereka di Indonesia.

Festival kuliner tahunan, seperti Jakarta Culinary Festival dan Festival Pesona Kuliner Nusantara, menjadi platform edukasi sekaligus promosi. Makanan bukan sekadar hidangan, tetapi media storytelling budaya dan sejarah.

Kuliner Nusantara lebih dari sekadar cita rasa. Ia adalah identitas bangsa, cermin sejarah, dan medium budaya yang hidup. Dari Sabang sampai Merauke, setiap hidangan menceritakan filosofi, nilai, dan cerita masyarakatnya. Menikmati kuliner tradisional adalah merayakan keberagaman, melestarikan budaya, dan memperkenalkan Indonesia ke dunia.

Dalam menjaga dan mempromosikan kuliner, bangsa Indonesia tidak hanya mempertahankan rasa, tetapi juga melestarikan identitas untuk generasi mendatang. Kuliner Nusantara adalah bukti bahwa kekayaan Indonesia bukan hanya dari alam dan budaya, tetapi juga dari rasa dan cerita yang diwariskan turun-temurun.