BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. – Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara, Mulyono, akhirnya mengakui menerima uang dari Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG), Akhirun Piliang, terkait proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. Pengakuan ini disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (22/10/2025), setelah sebelumnya Mulyono membantah tuduhan penerimaan suap.
Kasus ini bermula dari laporan dugaan korupsi proyek pembangunan jalan yang dikerjakan oleh PT DNG di beberapa kabupaten dan kota di Sumut pada tahun 2024. PT DNG merupakan perusahaan yang selama beberapa tahun terakhir kerap memenangkan tender proyek pemerintah provinsi. Dugaan suap terkuak setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya aliran dana dari perusahaan tersebut ke pejabat PUPR Sumut.
Dalam persidangan, Bendahara PT DNG, Mariam, membeberkan catatan internal perusahaan yang menunjukkan adanya transfer dana sebesar Rp2,38 miliar kepada Mulyono pada 2024. Mulyono mengakui menerima uang tersebut, meski ia menyebut jumlahnya berbeda, yakni sekitar Rp200 juta, yang diterimanya melalui Kepala UPTD Gunungtua PUPR Sumut, Rasuli.
Majelis hakim menanyakan alasan perbedaan jumlah, dan Mulyono menjelaskan bahwa sebagian besar dana digunakan melalui pihak ketiga dan tidak langsung diterima secara tunai. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan lanjutan dari hakim terkait mekanisme aliran dana dan keterlibatan pejabat lainnya dalam proyek tersebut.
Pejabat Lain yang Terlibat
Kasus ini tidak hanya menyeret Mulyono. Beberapa pejabat PUPR lainnya disebut menerima uang dari PT DNG, antara lain:
- Elpi Yanti Harahap, mantan Kepala Dinas PUPR Mandailing Natal, disebut menerima Rp7,27 miliar.
- Ahmad Juni, mantan Kepala Dinas PUPR Padangsidimpuan, menerima Rp1,27 miliar.
KPK menilai temuan ini menunjukkan pola yang lebih luas dalam praktik pemberian dan penerimaan suap terkait proyek pemerintah di Sumut. Penyidik menekankan pentingnya pemeriksaan menyeluruh terhadap pejabat yang terlibat, termasuk kemungkinan memperluas kasus ke saksi-saksi yang terkait dengan aliran dana.
Proyek pembangunan jalan yang menjadi pusat kasus ini termasuk jalan strategis penghubung beberapa kabupaten di Sumut. Dana proyek berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut 2024, dan nilai kontraknya mencapai ratusan miliar rupiah.
Sumber dari KPK menyebutkan, alokasi dana untuk proyek ini memang telah ditentukan melalui mekanisme lelang, namun praktik penunjukan pemenang kontrak dan penyaluran dana tambahan menimbulkan celah bagi praktik korupsi. Pihak berwenang juga menyoroti lemahnya mekanisme pengawasan internal di dinas terkait, yang memungkinkan terjadinya aliran dana secara tidak transparan.
Akibat kasus ini, beberapa proyek jalan yang semestinya selesai pada akhir 2024 mengalami keterlambatan. Beberapa warga dan tokoh masyarakat mengaku kecewa karena kualitas proyek tidak sesuai standar, sementara sebagian dana digunakan untuk kepentingan pribadi pejabat.
Kasus dugaan suap ini mendapat perhatian luas dari masyarakat Sumut dan media nasional. Banyak pihak menyoroti integritas pejabat publik dan menuntut agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Beberapa organisasi masyarakat sipil menilai kasus ini sebagai contoh bagaimana korupsi dapat menghambat pembangunan dan merugikan masyarakat. Aktivis anti-korupsi menyebut perlunya audit menyeluruh terhadap semua proyek yang dikerjakan PT DNG, serta peninjauan kembali mekanisme tender di dinas terkait.
Sementara itu, masyarakat lokal mengungkapkan keprihatinan terhadap keterlambatan proyek yang berdampak langsung pada mobilitas dan perekonomian daerah.
“Jalan yang seharusnya bisa meningkatkan aksesibilitas malah jadi sumber masalah karena dana proyek tidak digunakan sesuai peruntukan,” ujar seorang tokoh masyarakat di Kabupaten Gunungtua.
Sidang perkara ini dijadwalkan berlanjut pada Rabu, 24 Oktober 2025, dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan saksi yang meringankan. Majelis hakim menegaskan bahwa bukti transfer dana dan pengakuan Mulyono menjadi dasar kuat dalam penentuan vonis.
KPK menegaskan akan menindaklanjuti setiap keterangan dan bukti tambahan untuk memperkuat kasus, termasuk kemungkinan memanggil pejabat lain yang diduga terkait. Komisi ini menekankan komitmen untuk menegakkan hukum secara transparan, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi di sektor pembangunan infrastruktur.
Kasus dugaan suap di Dinas PUPR Sumut ini menunjukkan bahwa praktik korupsi masih menjadi ancaman nyata bagi proyek pembangunan publik. Pengakuan Mulyono atas penerimaan uang dari PT DNG menjadi titik awal bagi penegakan hukum yang lebih luas.
Sementara proses persidangan berjalan, publik menunggu kepastian hukum dan tindakan tegas terhadap semua pihak yang terbukti melanggar hukum. KPK juga diharapkan melakukan audit menyeluruh untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan, sekaligus memastikan bahwa proyek pembangunan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat Sumatera Utara.
