BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh menjadi sorotan publik dan media karena menghadapi tantangan finansial serius. Proyek transportasi modern ini diharapkan menjadi ikon konektivitas Jakarta–Bandung, mempercepat perjalanan dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan proyek ini mengalami kerugian finansial yang signifikan sejak mulai beroperasi pada Oktober 2023.
Whoosh merupakan proyek yang dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), hasil kolaborasi antara BUMN Indonesia dan perusahaan perkeretaapian asal China. Meski memiliki teknologi canggih dan jalur cepat, berbagai faktor internal dan eksternal membuat proyek ini belum mencapai target finansial dan operasional yang diharapkan.
Profil Proyek Whoosh
Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang dikenal dengan nama Whoosh (singkatan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat), memiliki beberapa karakteristik utama:
- Operator: PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)
- Rute: Halim (Jakarta) – Tegalluar Summarecon (Bandung)
- Panjang jalur: 142,8 km
- Kecepatan maksimum: 350 km/jam (uji coba mencapai 385 km/jam)
- Jumlah perjalanan: 18 perjalanan pulang-pergi per hari pada akhir pekan
- Jenis kereta: KCIC400AF
- Stasiun: 4 stasiun utama
- Depo: Tegalluar
- Waktu tempuh: sekitar 46 menit
- Tingkat ketepatan waktu: lebih dari 95%
- Situs resmi: kcic.co.id
Sejak beroperasi, Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang hingga Oktober 2025 dalam 36.747 perjalanan, menjadikannya proyek transportasi cepat pertama yang beroperasi di Indonesia.
Data statistik penumpang menunjukkan perkembangan penggunaan kereta cepat:
- Total penumpang (Oktober 2023–Oktober 2025): lebih dari 12 juta orang
- Rata-rata penumpang harian: 16.000–21.000 orang
- Rekor penumpang harian tertinggi: 26.770 orang pada 27 Juni 2025
- Jumlah perjalanan: 36.747 perjalanan selama dua tahun operasi
Meski angka ini menunjukkan minat masyarakat yang cukup besar, jumlah penumpang harian jauh di bawah target awal 50.000–76.000 orang per hari, yang menjadi salah satu faktor utama terjadinya kerugian finansial.
Kerugian Whoosh tidak terlepas dari beberapa faktor yang saling terkait:
1. Pendapatan Tiket Lebih Rendah dari Target
Pendapatan dari penjualan tiket menjadi sumber pendapatan utama bagi KCIC. Dengan rata-rata penumpang harian 16.000–21.000, pendapatan yang masuk tidak cukup untuk menutupi biaya operasional dan pembayaran bunga utang.
Hal ini diperparah karena tiket Whoosh termasuk kategori premium, sehingga beberapa calon penumpang memilih transportasi alternatif seperti kereta reguler, bus, atau penerbangan murah.
2. Biaya Operasional dan Pemeliharaan Tinggi
Kereta cepat membutuhkan perawatan intensif, termasuk:
- Pemeliharaan rel dan kereta
- Sistem sinyal dan komunikasi canggih
- Tenaga kerja terlatih dan manajemen operasi yang profesional
Biaya ini bersifat tetap dan tidak bisa diturunkan, sehingga menjadi beban signifikan jika pendapatan tiket tidak sesuai target.
3. Beban Utang Besar
Proyek Whoosh dibiayai melalui utang dan modal BUMN:
- Total utang: Rp116 triliun (sekitar US$10,7 miliar)
- Sumber utang: mayoritas dari China Development Bank
- Sisanya berasal dari modal PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd
Utang yang besar disertai bunga tinggi menambah beban kas operasional dan mengurangi fleksibilitas keuangan KCIC.
4. Faktor Eksternal
Beberapa faktor eksternal juga memengaruhi kinerja finansial:
- Persaingan transportasi: kereta reguler, bus, dan pesawat murah
- Daya beli masyarakat: harga tiket premium membatasi penetrasi pasar
- Fluktuasi nilai tukar: skema B2B melibatkan pinjaman luar negeri, sehingga perubahan kurs Rupiah terhadap Dollar atau Yuan menambah risiko finansial
5. Skema Proyek Business-to-Business (B2B)
Skema B2B antara BUMN Indonesia dan perusahaan China membuat tanggung jawab keuangan lebih kompleks. Meski proyek ini bukan utang pemerintah langsung, skema ini tetap menghadapi tekanan dari pembiayaan pinjaman besar, biaya operasional, dan risiko pasar.
Akibat semua faktor tersebut, PT Kereta Api Indonesia (KAI), sebagai pemegang saham, melaporkan:
- Kerugian Rp2,24 triliun pada 2024
- Kerugian Rp1,25 triliun pada paruh pertama 2025.
Tanggapan Mantan Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati, yang menjabat Menkeu sebelum pergantian kabinet, pernah menegaskan:
- Utang proyek Whoosh bukan utang pemerintah langsung, karena proyek dijalankan secara B2B antara konsorsium BUMN dan perusahaan China.
- Meski demikian, pemerintah memberikan penjaminan melalui PMK yang diterbitkan sebelum 2025, untuk memastikan kelancaran proyek dan mencegah risiko gagal bayar.
Intinya, Sri Mulyani membuka kemungkinan pemerintah ikut bertanggung jawab, namun secara formal utang tetap menjadi tanggung jawab konsorsium proyek.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dilantik pada 8 September 2025, menegaskan:
- APBN tidak akan digunakan untuk menanggung utang proyek Whoosh.
- Pemerintah mendorong peran Danantara Indonesia dan pihak swasta untuk mencari solusi pembiayaan.
- Pendekatan ini menekankan pemisahan tanggung jawab antara pemerintah dan sektor swasta agar proyek tetap berkelanjutan tanpa membebani keuangan negara.
Dengan pendekatan ini, pemerintah ingin menghindari risiko fiskal sekaligus tetap mendukung kelangsungan proyek.
Upaya Penyelesaian dan Strategi Masa Depan
KCIC dan pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk menangani kerugian:
- Restrukturisasi utang – untuk meringankan beban keuangan dan menyesuaikan jadwal pembayaran bunga.
- Kebijakan tarif dinamis – sejak Februari 2024, tiket disesuaikan dengan permintaan pasar untuk meningkatkan jumlah penumpang dan pendapatan.
- Promosi dan layanan tambahan – meningkatkan kesadaran publik, kenyamanan perjalanan, dan layanan penumpang untuk menarik lebih banyak pengguna.
- Optimalisasi operasional – meninjau efisiensi energi, pemeliharaan, dan jadwal perjalanan untuk mengurangi biaya tetap.
Langkah-langkah ini diharapkan mampu menyeimbangkan arus kas dan memperkuat posisi keuangan proyek dalam jangka menengah hingga panjang.
Selain tantangan finansial, Whoosh memiliki dampak ekonomi dan sosial positif:
- Konektivitas Jakarta–Bandung lebih cepat, memotong waktu perjalanan dari 3–4 jam menjadi sekitar 46 menit.
- Peningkatan mobilitas bisnis dan pariwisata, membuka peluang investasi di kedua kota.
- Penciptaan lapangan kerja langsung dan tidak langsung melalui proyek infrastruktur besar.
- Transfer teknologi dari China untuk pengelolaan kereta cepat.
Meskipun masih mengalami kerugian, dampak sosial dan ekonomi ini menunjukkan nilai strategis proyek untuk masa depan.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) menghadapi kerugian finansial akibat kombinasi:
- Pendapatan tiket lebih rendah dari target
- Biaya operasional tinggi
- Utang besar dengan bunga tinggi
- Persaingan transportasi dan daya beli masyarakat
- Risiko skema B2B dan fluktuasi nilai tukar
Perbedaan pendekatan pemerintah dari masa Sri Mulyani (penjaminan pemerintah) ke masa Purbaya Yudhi Sadewa (tidak menggunakan APBN, mengutamakan sektor swasta) menunjukkan perubahan strategi pengelolaan risiko fiskal.
Meskipun menghadapi tantangan keuangan, Whoosh tetap menjadi ikon transportasi cepat pertama di Indonesia, meningkatkan konektivitas Jakarta–Bandung, dan berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi regional. Keberlanjutan proyek akan bergantung pada efisiensi operasional, restrukturisasi utang, dan strategi pemasaran untuk menarik lebih banyak penumpang.
