BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. – Pemerintah Republik Indonesia, bersama sejumlah negara sahabat, Liga Arab, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), mengecam keras keputusan Parlemen Israel yang mengajukan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bertujuan mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki. Langkah ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB, khususnya Resolusi 2334.
Latar Belakang RUU dan Reaksi Internasional
Pada 22 Oktober 2025, anggota Knesset Israel mengajukan dua RUU yang mendukung pencaplokan wilayah Tepi Barat yang diduduki dan mendukung pembangunan permukiman ilegal. Langkah ini langsung menuai kecaman dari berbagai pihak internasional, termasuk Indonesia.
Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam pernyataan rilisnya, Kamis (23/10/2025) menegaskan bahwa langkah Israel tersebut tidak sah dan bertentangan dengan hukum internasional. Indonesia menegaskan kembali bahwa Israel tidak memiliki kedaulatan atas wilayah Palestina yang diduduki. Pernyataan ini juga merujuk pada Advisory Opinion Mahkamah Internasional (ICJ) yang menegaskan bahwa pendudukan Israel atas tanah Palestina adalah ilegal, serta bahwa pembangunan dan aneksasi permukiman di Tepi Barat yang diduduki tidak sah.
Selain itu, negara-negara sahabat lainnya seperti Yordania, Pakistan, Turki, Djibouti, Arab Saudi, Oman, Gambia, Palestina, Qatar, Kuwait, Libya, Malaysia, Mesir, Nigeria, Liga Arab, dan OKI juga menyatakan kecaman serupa. Mereka menilai langkah Israel tersebut jelas melanggar hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB, terutama Resolusi 2334, yang menentang upaya mengubah demografi, karakter, dan status wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967, termasuk Yerusalem Timur.
Pentingnya Resolusi PBB 2334 dan Pandangan Mahkamah Internasional
Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334 yang diadopsi pada 23 Desember 2016 menegaskan bahwa semua tindakan Israel yang bertujuan mengubah status hukum, demografi, dan karakter wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, tidak sah dan bertentangan dengan hukum internasional. Resolusi ini juga menekankan bahwa pembangunan permukiman Israel di wilayah tersebut merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa Keempat.
Pernyataan Mahkamah Internasional (ICJ) juga memberikan pandangan yang jelas mengenai status hukum wilayah Palestina yang diduduki. Dalam Advisory Opinion yang dikeluarkan pada 22 Oktober 2025, ICJ menegaskan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal dan menyerukan evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Langkah Israel ini tidak hanya menimbulkan kecaman internasional, tetapi juga mempengaruhi hubungan diplomatik antara Israel dan negara-negara lain. Wakil Presiden Amerika Serikat, JD Vance, yang baru saja mengakhiri kunjungan tiga hari ke Israel, menyebut pemungutan suara Knesset sebagai “aksi politik yang bodoh”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa langkah Israel juga mendapat kritik dari sekutu tradisionalnya.
Sebagai respons terhadap kecaman internasional, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa pemungutan suara RUU aneksasi Tepi Barat merupakan provokasi politik yang disengaja oleh oposisi untuk menimbulkan perpecahan selama kunjungan Wakil Presiden JD Vance ke Israel. Dalam sebuah pernyataan dari kantornya, Netanyahu mengatakan bahwa kedua RUU tersebut disponsori oleh anggota oposisi Knesset, dan partai-partai koalisi utama tidak memberikan suara untuk RUU ini, kecuali satu anggota Likud yang baru-baru ini dipecat dari jabatan ketua komite Knesset.
Langkah Israel ini juga memicu reaksi keras dari masyarakat Indonesia. Sejak awal tahun 2025, Indonesia telah menyaksikan gelombang protes yang dipicu oleh berbagai isu, termasuk kebijakan luar negeri pemerintah terkait Palestina. Pada bulan April 2025, protes besar-besaran terjadi di berbagai kota, dengan tuntutan agar pemerintah Indonesia lebih tegas dalam mendukung Palestina dan mengecam agresi Israel.
Protes ini menunjukkan bahwa solidaritas terhadap Palestina merupakan isu yang sangat sensitif dan penting bagi masyarakat Indonesia. Pemerintah Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki peran strategis dalam mendukung perjuangan Palestina di forum internasional.
Sebagai negara yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah diplomatik yang lebih tegas untuk mengatasi situasi ini. Langkah-langkah tersebut antara lain:
- Menggalang Dukungan Internasional: Indonesia dapat bekerja sama dengan negara-negara sahabat dan organisasi internasional untuk menekan Israel agar menghentikan rencana aneksasi dan mematuhi hukum internasional.
- Meningkatkan Diplomasi Publik: Indonesia perlu meningkatkan diplomasi publik untuk menyampaikan posisi dan komitmennya terhadap Palestina kepada masyarakat internasional.
- Mendukung Resolusi Internasional: Indonesia harus terus mendukung resolusi internasional yang mendesak Israel untuk menghentikan aneksasi dan menghormati hak-hak rakyat Palestina.
- Memberikan Bantuan Kemanusiaan: Indonesia dapat meningkatkan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina yang terdampak oleh konflik dan pendudukan.
Langkah Israel yang mengajukan RUU untuk mencaplok Tepi Barat merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB. Indonesia, bersama negara-negara sahabat, Liga Arab, dan OKI, telah menunjukkan sikap tegas dalam mengecam langkah tersebut. Penting bagi komunitas internasional untuk bersatu dalam mendukung Palestina dan menuntut agar Israel menghormati hukum internasional serta hak-hak rakyat Palestina.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dan anggota aktif di berbagai organisasi internasional, Indonesia memiliki peran strategis dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan menegakkan keadilan di kawasan Timur Tengah. Melalui langkah-langkah diplomatik yang tepat, Indonesia dapat berkontribusi dalam menciptakan perdamaian yang adil dan langgeng bagi Palestina dan Israel.
