BONA NEWS. Kuala Lumpur, Malaysia.— Negara-negara Asia Tenggara menegaskan kembali pentingnya persatuan, stabilitas, dan kerja sama ekonomi di tengah dinamika geopolitik global yang semakin kompleks. Pesan itu mengemuka dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-47, yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 26–28 Oktober 2025.

Pertemuan tahunan para kepala negara dan pemerintahan dari sepuluh anggota ASEAN — yang tahun ini juga dihadiri oleh perwakilan Timor-Leste sebagai observer member — menghasilkan sejumlah kesepakatan penting untuk memperkuat sentralitas ASEAN serta mempercepat integrasi ekonomi kawasan.

Dalam forum pleno KTT, delegasi Indonesia menegaskan kembali bahwa kekuatan ASEAN terletak pada persatuan dan kemampuannya menjaga sentralitas di tengah rivalitas kekuatan besar dunia.

“ASEAN harus menjadi jangkar stabilitas di kawasan, bukan sekadar penonton dari perubahan global yang begitu cepat. Kita harus memastikan Asia Tenggara tetap menjadi kawasan damai, makmur, dan terbuka,” ujar perwakilan Indonesia,

Menurutnya, integrasi ekonomi dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci menghadapi ancaman baru seperti proteksionisme global, perubahan iklim, serta ketidakpastian geopolitik di Laut Cina Selatan.

Indonesia juga mendorong percepatan implementasi ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint 2025, yang berfokus pada penguatan perdagangan intra-ASEAN, percepatan transformasi digital, serta peningkatan investasi dan konektivitas antarnegara.

KTT ke-47 kali ini berlangsung dalam suasana penuh kehati-hatian. Konflik di beberapa kawasan dunia, seperti perang Rusia-Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, hingga meningkatnya rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok, memberi dampak langsung terhadap rantai pasok dan stabilitas ekonomi Asia Tenggara.

Para pemimpin ASEAN menyadari bahwa dunia tengah bergerak menuju fase geopolitik multipolar. Dalam kondisi seperti ini, ASEAN perlu menunjukkan relevansi dan peran strategisnya sebagai kawasan yang stabil, terbuka, dan berorientasi kerja sama.

Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, dalam pidato pembukaannya menegaskan pentingnya memperkuat solidaritas antaranggota.

“ASEAN tidak boleh terbelah oleh kepentingan eksternal. Hanya dengan bersatu kita bisa menjaga kepentingan rakyat Asia Tenggara,” ujarnya.

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menambahkan bahwa ASEAN harus lebih tegas dalam menyuarakan kepentingan kawasan dalam berbagai forum global, terutama terkait isu pangan, energi, dan keamanan maritim.

Salah satu agenda utama dalam KTT ke-47 adalah memperdalam integrasi ekonomi ASEAN.
Para pemimpin menyepakati langkah-langkah konkret untuk memperkuat rantai pasok kawasan, memfasilitasi perdagangan lintas batas, serta memperluas kerja sama di bidang energi baru terbarukan dan ekonomi digital.

Dalam dokumen akhir Kuala Lumpur Declaration on ASEAN Unity and Economic Resilience, negara-negara anggota berkomitmen untuk:

  1. Menyederhanakan regulasi perdagangan intra-ASEAN.
  2. Meningkatkan investasi bersama di sektor strategis seperti manufaktur, logistik, dan teknologi digital.
  3. Mendorong konektivitas digital melalui pembangunan pusat data kawasan dan integrasi sistem pembayaran lintas negara.
  4. Memperkuat kerja sama ketahanan pangan dan energi untuk menghadapi krisis global.

Indonesia secara khusus menawarkan inisiatif pembentukan ASEAN Digital Corridor, jalur kerja sama ekonomi digital yang menghubungkan startup dan perusahaan teknologi di negara-negara anggota. Inisiatif ini mendapat dukungan positif dari Singapura dan Thailand, yang siap menjadi hub awal konektivitas digital kawasan.

Isu Kawasan: Myanmar, Laut Cina Selatan, dan Timor-Leste

Selain isu ekonomi, para pemimpin juga membahas sejumlah persoalan keamanan yang masih membayangi kawasan.
Krisis politik di Myanmar tetap menjadi perhatian utama. Dalam pernyataan resminya, ASEAN kembali menegaskan komitmen terhadap implementasi Five-Point Consensus yang telah disepakati sejak 2021.

Presiden Indonesia menegaskan bahwa solusi atas krisis Myanmar harus bersifat inklusif dan dipimpin oleh masyarakat Myanmar sendiri.
“ASEAN tidak bisa tinggal diam, tapi juga tidak boleh terjebak pada politik saling menyalahkan. Yang penting adalah langkah nyata menuju perdamaian,” ujarnya dalam sesi tertutup KTT.

Selain Myanmar, ketegangan di Laut Cina Selatan juga menjadi pembahasan penting. Para pemimpin menegaskan perlunya menjaga kebebasan navigasi dan menjamin penyelesaian sengketa berdasarkan hukum internasional, khususnya UNCLOS 1982.

Di sisi lain, Timor-Leste kembali mendapat dukungan penuh untuk bergabung secara resmi sebagai anggota ke-11 ASEAN. Proses aksesi negara tersebut diharapkan rampung sebelum akhir 2026 setelah seluruh mekanisme penyesuaian kelembagaan selesai.

KTT ke-47 juga disertai dengan serangkaian ASEAN Plus Summits, yang melibatkan mitra dialog utama seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Uni Eropa.

Dalam pertemuan ASEAN-Tiongkok, kedua pihak menekankan pentingnya menjaga stabilitas rantai pasok dan memperluas kerja sama ekonomi hijau.
Sementara dalam ASEAN-Jepang Summit, disepakati penguatan kerja sama teknologi dan transisi energi menuju net zero emissions.

ASEAN juga menjajaki kerja sama baru dengan Uni Eropa di bidang keamanan siber dan ekonomi digital, sejalan dengan komitmen kawasan untuk meningkatkan ketahanan digital dan perlindungan data pribadi.

Sebagai salah satu pendiri ASEAN dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, peran Indonesia tetap strategis dalam menjaga kesatuan blok ini.
Selama KTT ke-47, delegasi Indonesia aktif dalam berbagai sesi tematik, mulai dari ketahanan ekonomi, keamanan pangan, hingga transisi energi.

Menteri Perdagangan Indonesia menegaskan bahwa kerja sama intra-ASEAN harus lebih konkret dalam bentuk proyek nyata, bukan sekadar komitmen di atas kertas.

“Kita harus pastikan setiap kesepakatan ASEAN berdampak langsung pada rakyat — melalui peningkatan lapangan kerja, investasi, dan inovasi teknologi,” ujarnya.

Indonesia juga mengingatkan pentingnya sentralitas ASEAN sebagai prinsip utama menghadapi rivalitas global. Dengan tetap netral dan kooperatif, ASEAN diharapkan bisa menjadi jembatan dialog antara kekuatan besar dunia tanpa kehilangan arah kepentingan nasional dan regional.

KTT ke-47 ini berlangsung dalam konteks dunia yang tengah berubah. Ketegangan global, perlambatan ekonomi, dan transformasi teknologi menuntut ASEAN untuk menyesuaikan diri dengan cepat.

Para analis menilai bahwa langkah ASEAN untuk memperkuat integrasi ekonomi dan memperluas kerja sama digital merupakan sinyal positif bahwa kawasan ini tidak ingin tertinggal dalam kompetisi global.

Langkah ASEAN mempercepat integrasi ekonomi sekaligus menjaga keseimbangan politik menunjukkan kematangan diplomasi kawasan.
Kekuatan sejati ASEAN bukan pada militer, tapi pada kemampuan menciptakan stabilitas dan kepercayaan antarnegara.

Deklarasi Kuala Lumpur: Arah Baru Menuju 2030

Pada penutupan KTT, para pemimpin menandatangani Deklarasi Kuala Lumpur 2025, yang memuat tiga arah strategis ASEAN menuju 2030:

  1. Membangun ekonomi kawasan yang tangguh, hijau, dan digital.
  2. Memperkuat keamanan regional berbasis dialog dan diplomasi.
  3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan inklusif.

Deklarasi ini sekaligus menjadi panduan awal bagi penyusunan ASEAN Vision 2030, yang akan difinalkan pada KTT ke-48 tahun depan di Manila, Filipina.

KTT ke-47 di Kuala Lumpur menandai fase baru bagi ASEAN untuk memperkokoh jati diri sebagai organisasi kawasan yang adaptif dan berpengaruh.
Meski menghadapi tantangan besar — dari konflik geopolitik hingga disrupsi ekonomi global — semangat kerja sama dan solidaritas tetap menjadi fondasi utama.

Bagi Indonesia, forum ini bukan hanya kesempatan untuk memperjuangkan kepentingan nasional, tetapi juga membangun masa depan Asia Tenggara yang stabil, berdaya saing, dan sejahtera.

Seperti disampaikan dalam pernyataan penutup delegasi Indonesia:

“ASEAN bukan hanya kawasan, tetapi juga keluarga besar yang harus saling menopang. Persatuan kita hari ini akan menentukan arah masa depan generasi berikutnya.”