BONA NEWS. Jakarta, Indonesia.  — Pasar modal Indonesia kembali bergejolak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa (28/10/2025) ditutup anjlok 0,30% ke level 8.092,63, melanjutkan tren pelemahan tiga hari berturut-turut. Tekanan jual dari investor asing dan terjun bebasnya saham-saham milik taipan energi Prajogo Pangestu menjadi faktor utama yang mengguncang bursa.

Menurut data Bursa Efek Indonesia yang dikutip dari Kontan dan Katadata, volume transaksi mencapai 30,22 miliar lembar saham dengan nilai perdagangan sekitar Rp19,8 triliun. Investor asing mencatat aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp1,37 triliun, menandai arus keluar dana asing yang cukup besar dalam sepekan terakhir.

Prajogo Pangestu Jadi Sorotan: Saham Energi dan Petrokimia Rontok

Koreksi tajam yang menimpa saham-saham grup milik Prajogo Pangestu kembali menjadi pemberat indeks. Emiten raksasa seperti PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) terpantau melemah tajam dalam dua hari terakhir.

Penurunan tajam harga saham-saham tersebut membuat kekayaan bersih Prajogo Pangestu susut hingga Rp82 triliun hanya dalam sehari pada pertengahan Oktober lalu. Koreksi lanjutan di akhir bulan kini memperparah tekanan terhadap portofolio konglomerasi energi dan petrokimia terbesar di Tanah Air itu.

“Penurunan saham grup Prajogo menjadi trigger utama aksi jual di sektor energi dan bahan baku, terutama setelah muncul kabar soal kemungkinan penyesuaian bobot saham Indonesia oleh MSCI,” ujar analis pasar modal Rizky Hidayat, dikutip Herald.id.

Meski tidak ada indikasi fundamental perusahaan memburuk, saham-saham milik Prajogo memiliki bobot besar dalam IHSG dan indeks sektoral energi. Tekanan jual yang simultan menyebabkan kapitalisasi pasar sektor tersebut menyusut triliunan rupiah dalam waktu singkat.

Dampaknya merambat ke saham-saham lain. Sektor keuangan dan industri masing-masing terkoreksi 0,74% dan 0,99%, sementara sektor properti, kesehatan, dan teknologi justru masih mencatatkan penguatan. Namun, kenaikan itu tidak mampu menahan indeks dari zona merah.

Menurut Pusatdata Kontan, aksi jual asing secara konsisten menekan IHSG sejak akhir pekan lalu. Investor global tampak mengalihkan portofolio ke aset dolar menyusul ketidakpastian kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dan gejolak di pasar komoditas global.

Respons dan Klarifikasi dari Grup Barito

Menanggapi isu penurunan tajam saham-saham milik Prajogo, salah satu komisaris PT Barito Pacific Tbk menegaskan bahwa kegiatan operasional perusahaan “tetap berjalan normal, dengan posisi kas dan keuangan yang solid.”

“Fluktuasi saham tidak mencerminkan kinerja bisnis kami. Proyek energi baru terbarukan masih sesuai rencana,” katanya dalam pernyataan yang dikutip dari DetikFinance.

Namun di sisi lain, sejumlah analis menilai tekanan pasar bisa berdampak psikologis terhadap investor ritel.

“Grup Barito punya reputasi kuat, tapi volatilitas ekstrem seperti ini bisa menggerus kepercayaan jangka pendek, terutama dari investor ritel yang masuk di harga tinggi,” kata Eka Putra, analis senior dari Bahana Sekuritas.

Selain faktor domestik, IHSG juga dibayangi oleh sentimen global. Inflasi Amerika Serikat yang lebih rendah dari perkiraan menimbulkan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, tetapi justru memicu volatilitas di pasar modal Asia. Dana asing mulai keluar dari emerging markets, termasuk Indonesia, untuk mengamankan keuntungan jangka pendek.

Pasar juga mencermati potensi perubahan metodologi indeks MSCI terkait free float adjustment, yang bisa mengurangi bobot saham-saham Indonesia dalam indeks global. Jika benar terjadi, langkah tersebut berpotensi mempercepat arus keluar dana asing dari bursa domestik.

Meski tekanan masih kuat, sebagian analis melihat peluang rebound teknikal dalam jangka pendek, terutama pada saham-saham yang sudah oversold. Namun, mereka mengingatkan bahwa volatilitas tinggi masih akan berlanjut hingga awal November, seiring menunggu kepastian kebijakan suku bunga global dan laporan keuangan kuartal III emiten besar.

“Selama indeks mampu bertahan di atas level psikologis 8.000, potensi pembalikan arah tetap terbuka. Tapi jika tembus di bawahnya, koreksi bisa meluas hingga 7.850,” ujar analis Samuel Sekuritas.

Anjloknya IHSG pada Selasa (28/10/2025) menandai fase tekanan baru bagi pasar modal Indonesia. Kombinasi aksi jual asing, isu indeks global, dan koreksi tajam saham-saham milik Prajogo Pangestu membuat bursa kehilangan momentum positifnya.

Meskipun fundamental sejumlah emiten masih kuat, gejolak harga saham konglomerasi besar seperti Grup Barito menjadi pengingat bahwa pasar modal Indonesia masih sangat sensitif terhadap faktor eksternal dan psikologis investor.

Bursa tampaknya akan terus berjuang menjaga stabilitas menjelang akhir tahun, di tengah tekanan global dan dinamika korporasi domestik yang belum sepenuhnya pulih.