BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara.— Kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anggota Polda Sumatera Utara (Polda Sumut) kembali menyita perhatian publik. Seorang polisi berpangkat Bripda berinisial VPA, yang bertugas di Direktorat Samapta (Ditsamapta) Polda Sumut, resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah mobil yang dikendarainya menabrak seorang wanita hingga kritis di Jalan Putri Merak Jingga, Kota Medan.

Peristiwa tragis itu terjadi pada Sabtu dini hari, 26 Oktober 2025, sekitar pukul 02.30 WIB. Sebuah mobil pribadi yang dikemudikan Bripda VPA melaju dari arah kawasan tempat hiburan malam di Jalan Putri Merak Jingga.

Dalam mobil tersebut, turut serta dua rekannya sesama anggota Ditsamapta, yakni Bripda ST dan Bripda BI. Laporan awal menyebutkan terdapat empat anggota polisi di dalam kendaraan itu, namun hasil klarifikasi dari kepolisian menyatakan tiga anggota yang benar-benar berada di mobil pada saat kejadian.

Menurut keterangan saksi mata, kendaraan yang dikemudikan Bripda VPA melaju dalam kecepatan tinggi dan kehilangan kendali hingga menabrak seorang pejalan kaki wanita yang sedang berjalan di pinggir jalan.

Korban diketahui bernama Elida Delviana Tamin (26), warga Medan, yang terpental beberapa meter akibat benturan keras. Ia mengalami cedera parah di kepala dan tulang belakang serta segera dilarikan ke rumah sakit terdekat dalam kondisi kritis.

“Korban langsung dibawa ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Ia mengalami luka berat di bagian kepala dan kaki,” ujar salah satu petugas kepolisian di lokasi kejadian.

Hasil penyelidikan awal mengungkapkan bahwa kecelakaan itu terjadi setelah para anggota polisi keluar dari tempat hiburan malam. Berdasarkan keterangan sejumlah saksi dan rekaman CCTV, para pelaku diduga dalam kondisi mabuk saat berkendara.

“Tiga anggota itu sudah kami periksa. Mereka mengaku baru keluar dari tempat hiburan malam,” ungkap Kombes Rianto Nainggolan, Kabid Humas Polda Sumut.

Kasus ini semakin menjadi sorotan publik setelah foto-foto kondisi kendaraan dan lokasi kecelakaan menyebar di media sosial. Banyak warganet mengecam perilaku tidak profesional aparat yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat.

Penetapan Tersangka dan Pemeriksaan Etik

Setelah dilakukan pemeriksaan intensif oleh Satlantas Polrestabes Medan dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Sumut, Bripda VPA resmi ditetapkan sebagai tersangka pada 31 Oktober 2025.

Ia dijerat dengan Pasal 310 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, karena kelalaiannya menyebabkan korban mengalami luka berat.

Sementara dua rekannya, Bripda ST dan Bripda BI, juga dari Ditsamapta Polda Sumut, diperiksa sebagai saksi dan ditempatkan di tempat khusus (patsus) selama proses penyelidikan etik berlangsung.

Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, menegaskan bahwa institusi kepolisian tidak akan menoleransi pelanggaran hukum maupun disiplin oleh anggotanya.

“Kami tidak akan melindungi siapa pun yang bersalah. Proses pidana dan etik akan berjalan transparan. Anggota yang mencoreng nama baik institusi akan diproses sesuai aturan,” tegas Irjen Agung.

Korban Elida Delviana Tamin masih dirawat intensif di rumah sakit Bhayangkara Medan. Tim medis menyatakan kondisi korban belum stabil akibat benturan keras di kepala yang menyebabkan cedera otak traumatik dan patah tulang belakang.

Keluarga korban berharap pihak kepolisian benar-benar menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.

“Kami hanya ingin keadilan untuk anak kami. Dia tidak salah apa-apa, hanya berjalan di trotoar,” ujar ayah korban kepada wartawan.

Respons Publik: Tuntutan Transparansi dan Keadilan

Insiden ini menimbulkan gelombang protes dan keprihatinan di masyarakat Medan. Warga menilai kasus ini mencerminkan lemahnya disiplin dan pengawasan internal terhadap perilaku aparat di luar jam dinas.

Tagar #KeadilanUntukElida sempat menjadi tren di media sosial wilayah Sumatera Utara. Banyak warga menyerukan agar korban mendapat perhatian medis terbaik dan pelaku dihukum setimpal.

“Kami mendorong agar proses ini dibuka ke publik. Jangan sampai kasus ini ditutup-tutupi karena pelakunya polisi,” ujar aktivis masyarakat sipil, Joni Simanjuntak, di Medan.

Polda Sumut telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Medan untuk melengkapi berkas perkara Bripda VPA sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Sementara itu, Propam Polda Sumut masih memproses sidang etik terhadap ketiga anggota Ditsamapta tersebut.

Apabila terbukti melanggar kode etik berat, mereka dapat dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

“Tidak ada toleransi untuk perilaku menyimpang, apalagi sampai mencelakai masyarakat,” tegas Kabid Propam Polda Sumut.

Kasus ini menjadi pengingat serius akan tanggung jawab moral dan hukum aparat penegak hukum di luar jam tugas. Masyarakat kini menunggu bukti nyata bahwa penegakan hukum berjalan adil tanpa pandang pangkat atau institusi.

Bripda VPA, Bripda ST, dan Bripda BI, seluruhnya anggota Direktorat Samapta Polda Sumut, kini menjadi sorotan publik sebagai contoh bahwa penyalahgunaan wewenang dan perilaku di luar kendali dapat menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.